Pemprov, Bhirawa
Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Perwakilan Jawa Timur menyampaikan Laporan Hasil Analisis Kajian dengan tema “Implementasi Penerbitan Surat Izin Praktik Tenaga Kesehatan Pasca Berlakunya Undang-Undang 17 Tahun 2023 di Jawa Timur”, di Ciputral Hotel, Surabaya, Selasa (26/11).
Dalam laporan tersebut, ORI Perwakilan Jawa Timur menemukan ada lima maladministrasi yang dilakukan di Kabupaten Ngawi dan Kabupaten Nganjuk. Dua daerah tersebut belum melakukan penyesuaian standar pelayanan terutama pada produk pelayanan Surat Izin Praktik Apoteker (baru) terhadap U17/2023 tentang Kesehatan.
Ke lima temuan mengenai dugaan maladministrasi tersebut, pertama diketemukannya potensi maladministrasi berupa kelalaian oleh Kepala DPMPTSP Kabupaten Nganjuk dan Kabupaten Ngawi karena belum melakukan penyesuaian standar pelayanan terutama pada produk pelayanan Surat Izin Praktik Apoteker (baru) terhadap UU 17/ 2023 tentang Kesehatan
Ke dua, ditemukannya potensi maladministrasi berupa tidak patut oleh Kepala DPMPTSP Kabupaten Nganjuk dan Kabupaten Ngawi karena telah melakukan praktik pemberian pelayanan yang telah disesuaikan dengan UU 17/ 2023 namun tidak didahului dengan melakukan perubahan dan/atau penyesuaian terhadap Standar Pelayanan sebagai tolok ukur dalam memberikan pelayanan kepada Masyarakat
Ke tiga, ditemukannya potensi maladministrasi berupa tidak patut oleh Kepala DPMPTSP Kabupaten Nganjuk dan Kabupaten Ngawi karena melakukan publikasi terhadap standard pelayanan yang tidak sesuai dengan praktik pemberian pelayanan kepada masyarakat, sehingga hak masyarakat untuk mengetahui kebenaran isi standard pelayanan tidak dapat ditunaikan dengan baik
Ke empat, ditemukannya potensi maladministrasi berupa pengabaian kewajiban hukum oleh Kepala DPMPTSP Kabupaten Nganjuk dan Kabupaten Ngawi karena tidak melibatkan masyarakat dalam melakukan penyusunan maupun penyesuaian standar pelayanan, sehingga problem dan potensi information gap tidak terkomunikasikan dengan baik kepada masyarakat dan pengguna layanan
Dan ke lima, ditemukannya potensi maladministrasi berupa tidak patut oleh Kepala Bagian Organisasi dan Bagian Hukum di Kabupaten Nganjuk dan Kabupaten Ngawi karena tidak melakukan evaluasi dan mitigasi terhadap potensi terjadinya respon yang lambat dalam melakukan review terhadap proses penyesuaian standar pelayanan terhadap pelaksanaan UU 17/ 2023
Menilik hal itu, maka Ketua ORI Perwakilan Jawa Timur, Agus Muttaqin mengatakan, dengan banyaknya Pemda yang belum siap terhadap aturan ini, dan kondisi ini juga terbuka kemungkinan kesulitan serupa dijumpai pada Nakes lain.
” Contohnya SIP perawat, bidan, dokter dan juga dokter spesialis. Bisa jadi ada potensi mereka kebingungan. Cuma kami memang selama ini masih belum menerima keluhan atau pengaduan dari profesi selain apotek apoteker,” katanya.
Atas temuan ini, pihaknya mendorong pemerintah daerah untuk cepat mengambil sikap dengan mempedomani UU 17/2023. “Aturannya, undang-undang itu sudah ada, payungnya sudah ada,” tandasnya.
Menurutnya. Pemda sendiri terkadang juga tarik ulur tetap mempertahankan syarat tambahan dari organisasi profesi itu. “Menganggap Undang-undang 17 itu masih perlu diperjelas lagi padahal sudah jelas,” imbuhnya.
Ia mengingatkan, kemudahan dalam pengurusan SIP juga akan meningkatkan pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Termasuk, meningkatkan potensi investasi dan mengurangi munculnya pungutan liar (Pungli).
“Kalau gini, memang itu tergantung dari Political will (dukungan pemerintah) kepala daerahnya. Tolong political will kepala daerahnya itu progresif dan mendukung iklim investasi khususnya di bidang kesehatan,” pungkasnya.
Dalam kegiatan tersebut, perwakilan dari ke dua daerah tersebut akhirnya menandatangani kesepakatan agar bisa mngimplementasikan saran perbaikan yang telah disampaikan oleh ORI Perwakilan Jawa Timur.
Di sisi lain, Agus Muttaqin juga mengungkapkan hal yang sama dengan banyaknya aduan kepada Ombudsman soal sulitnya mengurus SIP untuk apoteker dari daerah lainnya. Sebuah apotek waralaba bahkan mendapat kesulitan ini di empat daerah sekaligus di Jawa Timur seperti di wilayah Surabaya, Sidoarjo, Lamongan, dan Banyuwangi.
“Pada 2024 ini, ada yang mengadukan kepada kami dengan pihak terlapornya adalah beberapa Pemda. Khususnya, Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) dan Dinas Kesehatan yang tidak mau memproses SIP baru sesuai dengan Undang-undang 17 tahun 2023,” terangnya.
Ia menambahkan, UU 17/2023 tentang kesehatan mengatur sejumlah teknis persoalan kesehatan. Di antaranya, soal penerbitan baru SIP nakes, dimana aturan ini di antaranya menyederhanakan syarat pengurusan SIP Nakes.
Pada aturan sebelumnya, pengurusan SIP harus menyertakan rekomendasi dari organisasi profesi. Saat ini, syarat terkait rekomendasi organisasi profesi tersebut ditiadakan.
Atas aduan masyarakat tersebut, ORI Perwakilan Jatim lantas menindaklanjuti dengan datang ke daerah.
Ternyata dalam implementasi UU 17/2023, masing-masing Pemda lantas menyikapi aturan ini dengan kebijakan yang berbeda-beda. “Lamongan, Sidoarjo, Surabaya, sampai Banyuwangi beda-beda,” katanya.
“Kalau Sidoarjo dan Lamongan itu cepat karena undang-undangnya sudah jelas tidak perlu ditafsirkan lagi. Mereka langsung melaksanakan artinya tanpa ada rekomendasi dari IAI langsung menerbitkan SIP. Tapi dari Banyuwangi sama Kota Surabaya itu masih berpikir. Sebab, masih menunggu aturan pelaksanaannya dari Peraturan Menteri Kesehatan,” imbuhnya.
Agus menerangkan, Pemerintah Pusat melalui Menteri Kesehatan sudah menjembatani kekosongan hukum dengan mengeluarkan surat edaran. “Tetapi, dua Pemda itu menganggap surat edaran itu masih belum kuat. Mereka menginginkan adanya Peraturan Menteri Kesehatan sebagai peraturan pelaksanaannya,” pungkasnya. [rac.gat]