Oleh:
Nikmatil Hasanah
Kepala SMAN 1 Kapongan, Kabupaten Situbondo
Sedang viral, seorang guru ASN bersertifikasi berusia 29 tahun memutuskan mengundurkan diri. Berdasarkan informasi yang beredar di sosial media, keputusan tersebut didasarkan pada keinginannya menjaga kesehatan mental. Beberapa kasus pengunduran diri guru sebelumnya umumnya melibatkan guru-guru muda dengan kualifikasi yang baik. Namun, berbagai faktor mendorong mereka untuk mengambil keputusan yang cukup mengejutkan ini.
Guru, sebagai ujung tombak pendidikan, memiliki peran yang sangat krusial dalam membentuk generasi penerus. Mereka tidak hanya mentransfer ilmu pengetahuan, tetapi juga menjadi sosok inspiratif dan panutan bagi siswa. Namun, di balik peran mulia ini, guru juga menghadapi berbagai tantangan yang dapat berdampak pada kesehatan mental mereka.
Berdasarkan temuan dari berbagai lembaga riset menyebutkan bahwa guru memiliki tingkat stres yang tinggi. Salah satu tantangan terbesar yang dihadapi guru adalah tuntutan pekerjaan yang tinggi. Beban mengajar, menyusun materi pembelajaran, koreksi tugas siswa, serta berbagai administrasi yang harus diselesaikan, menyebabkan waktu luang guru menjadi sangat terbatas. Kondisi ini dapat menyebabkan stres dan kelelahan yang berkepanjangan.
Interaksi dengan berbagai karakter siswa juga dapat menjadi sumber stres bagi guru. Setiap siswa memiliki latar belakang dan kemampuan yang berbeda, sehingga guru harus mampu memberikan perhatian yang individual kepada setiap siswa. Tuntutan wali murid akan siswa yang belum menunjukkan progres yang signifikan, tuntutan kualitas kinerja oleh kepala sekolah dan ambisi untuk meraih jenjang karir yang lebih tinggi juga menjadi tekanan yang harus dihadapi guru. Padahal, guru adalah manusia biasa yang juga memiliki kewajiban dalam rumah tangga dan masyarakat. Kewajiban kompleks yang menuntut semua terpenuhi terkadang menambah gangguan kesehatan mental guru.
Guru yang mengalami stres dan kelelahan cenderung kurang sabar, mudah marah, dan kurang efektif dalam menyampaikan materi pelajaran. Kondisi ini tentu saja akan berdampak pada kualitas pembelajaran siswa. Siswa yang diajar oleh guru yang mengalami masalah kesehatan mental cenderung merasa tidak nyaman dan kurang termotivasi untuk belajar.
Maka sangat penting bagi guru untuk memahami konsep keseimbangan antara kehidupan profesional dan pribadi, yang dikenal sebagai work-life balance. Ini bukan sekadar membagi waktu secara merata, tetapi lebih kepada pengaturan prioritas, mengelola stres, dan menjaga kesejahteraan secara keseluruhan. Secara fisik, individu yang memiliki work-life balance cenderung lebih sehat karena memiliki waktu untuk berolahraga dan istirahat yang cukup. Secara mental, keseimbangan ini membantu mengurangi stres dan meningkatkan produktivitas. Selain itu, secara sosial, individu yang memiliki work-life balance yang baik cenderung memiliki hubungan yang lebih kuat dengan keluarga dan teman.
Manajemen waktu yang efektif adalah kunci bagi guru untuk mencapai keseimbangan hidup. Dengan menyusun jadwal yang fleksibel namun terstruktur, guru dapat mengalokasikan waktu secara efisien untuk tugas-tugas mengajar, persiapan materi, interaksi dengan siswa, serta kegiatan pribadi. Teknik seperti membuat daftar tugas, menetapkan prioritas, dan memanfaatkan alat bantu digital seperti kalender atau aplikasi pengingat dapat sangat membantu. Dengan demikian, guru dapat menjaga produktivitas di tempat kerja sekaligus memiliki waktu berkualitas untuk keluarga, hobi, dan istirahat.
Membatasi penggunaan teknologi dengan bijak sangat membantu untuk mencapai work-life balance. Di era digital, guru diharuskan terhubung dengan pekerjaan melalui perangkat elektronik. Namun, penggunaan teknologi yang berlebihan dapat mengaburkan batas antara waktu kerja dan waktu istirahat. Untuk mengatasi hal ini, guru perlu menetapkan waktu khusus untuk memeriksa email dan notifikasi, serta menghindari penggunaan gadget saat bersantai atau bersama keluarga. Selain itu, penting bagi guru untuk memilih aplikasi atau perangkat lunak yang dapat meningkatkan produktivitas tanpa mengorbankan waktu pribadi. Dengan demikian, guru dapat memanfaatkan teknologi secara efektif tanpa merasa terbebani.
Menghabiskan waktu bersama keluarga, teman, atau komunitas dapat memberikan dukungan emosional dan mengurangi stres. Selain itu, berinteraksi dengan orang lain di luar lingkungan kerja dapat memberikan perspektif baru dan memperkaya kehidupan. Guru dapat bergabung dalam komunitas profesional, kelompok hobi, atau kegiatan sosial untuk bertemu dengan orang-orang yang memiliki minat yang sama. Dengan membangun jaringan sosial yang kuat, guru dapat merasa lebih terhubung dan didukung, sehingga dapat lebih baik dalam menghadapi tantangan dalam pekerjaan dan kehidupan pribadi.
Guru dituntut harus sehat fisik dan mental, sehingga menjaga kesehatan tubuh menjadi hal yang penting. Dengan rutin berolahraga, mengonsumsi makanan bergizi, dan istirahat yang cukup, guru dapat meningkatkan energi, konsentrasi, dan kekebalan tubuh. Selain itu, aktivitas fisik juga dapat membantu mengurangi stres dan meningkatkan mood. Dengan menjaga kesehatan fisik yang optimal, guru dapat lebih produktif di tempat kerja dan memiliki lebih banyak energi untuk menikmati waktu bersama keluarga dan teman.
Dukungan sekolah sangat krusial dalam membantu guru mencapai keseimbangan hidup yang sehat. Sekolah dapat menyediakan berbagai fasilitas dan program yang mendukung kesejahteraan guru, seperti ruang kerja yang nyaman, program konseling, serta pelatihan manajemen waktu dan stres. Selain itu, sekolah juga dapat mengurangi beban administratif, mendorong kolaborasi antar guru, dan membantu pengembangan karir. Dengan memberikan dukungan yang komprehensif, sekolah dapat menciptakan lingkungan kerja yang positif dan memberdayakan guru untuk memberikan yang terbaik bagi siswa, sekaligus menjaga keseimbangan hidup mereka.
–————- 000 —————–