Perekonomian pedesaan di Jawa Timur masih terancam wabah Penyakit Mulut dan kuku (PMK). Sejak Desember 2024, PMK menggejala lagi, muncul di Lumajang, dan Mojokerto. Berbeda dengan wabah PMK “gelombang pertama” (April 2022 lalu), tren saat ini (gelombang ketiga) penampakan gejala sakit tidak terlalu parah. Namun angka kematian (sapi) cukup banyak. Maka kewaspadaan patut dilakukan, terutama metode penanganan PMK sesuai trauma wabah sebelumnya.
Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) Lumajang melaporkan sejak November 2024 hingga awal Januari, sedikitnya 900 ekor sapi dilaporkan terjangkit PMK, dengan 70 di antaranya mati. Memiliki angka kematian 7,77%. Sedangkan di Mojokerto, sejak awal Desember 2024, hingga pekan awal Januari 2025, dilaporkan terdapat 241 ekor sapi yang dilaporkan terjangkit PMK, dengan 80 di antaranya mati. Angka kematian di Mojokerto lebih tinggi, mencapai 33%.
Pemerintah patut segera menggencarkan vaksinasi dan pengobatan, serta karantina hewan sistemik. Lalulintas perdagangan sapi juga patut diawasi ekstra ketat, terutama di kawasan perbatasan daerah wabah. Bahkan pada kawasan wabah perlu dilakukan “lock-down” penutupan pasar sapi. Sekaligus meningkatkan kesehatan kandang dengan peyemprotan disinfektan. Serta pencegahan dengan metode bio-security (melarang orang asing mendekati kandang). Hanya petugas kesehatan hewan yang boleh masuk kandang dengan mengenakan APD (alat pelindung diri).
Secara umum, Dinas Peternakan Jawa Timur melaporkan kasus PMK kini telah menyebar di 30 kabupaten dan kota. Selama dua bulan terakhir, jumlah kasus ditemukan di mencapai lebih dari 6 ribu kasus. Rata-rata kematian per-hari mencapai seratus ekor lebih. Lebih dari dua dekade Jawa Timur menjadi penyokong sapi potong nasional, dengan jumlah ternak sebanyak 4,9 juta ekor. Sapi perah juga terbanyak nasional, dengan populasi 301.700 ekor.
Pada tahun 2024 dihasilkan sebanyak 108,5 ribu ton daging sapi. Pada tahun 2025 diperkirakan naik menjadi 109,5 ribu ton. Karena Jatim memiliki program “intan selaksa,” (inseminasi buatan sejuta kelahiran sapi). Tetapi NTP (Nilai Tukar Petani) Jawa Timur, bulan September 2024 sebesar 111,61. Masih jauh tertinggal dibanding NTP nasional, sudah mencapai angka 139,13.
Maka Jawa Timur patut memperoleh perlindungan (kesiagaan) wabah PMK dengan skala prioritas nasional. Juga disebabkan masih sering kambuh. Setelah wabah pertama PMK (akhir Ramadhan) tahun 2022, disusul wabah kedua pada Januari 2023. Kambuh bersama dengan daerah Jawa Tengah, dan Sulawesi Selatan. Penyebaran sangat cepat, menyasar 200 ekor sapi tiap hari.
Ironisnya, pada keadaan bencana, terasa UU Peternakan dan Kesehatan Hewan “tidak ramah” terhadap peternak yang terdampak. Terutama biaya yang dibebankan kepada pemilik hewan ternak. Termasuk penggunaan vaksin dalam negeri (produk Pusat Veteriner di Surabaya), juga meleset dari rencana. Pada wabah PMK pertama, pemerintah melakukan pengadaan vaksin impor dengan target sebanyak 29 juta vaksin.
Untuk merealisasi herd immunity kehewanan, diperlukan sekitar 43,66 juta dosis (sampai dosis kedua, dan booster), dengan nilai Rp 1,65 trilyun. Tetapi hanya cukup untuk separuh jumlah populasi sapi. Seharusnya dibutuhkan anggaran sebesar Rp 4,66 trilyun untuk mencukupi vaksinasi seluruh ternak berkuku dua. Tidak mudah, karena produksi vaksin global tidak mencukupi.
Penyakit Mulut dan Kuku, gelombang pertama, masih menjadi trauma. Sampai Presiden mengadakan rapat terbatas. Menyatakan wabah PMK sebagai bencana non-alam. Dengan status bencana, berlaku UU Nomor 41 Tahun 2014 Tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan. Serta UU Nomor 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. Peternak berhak memperoleh bantuan (ganti rugi).
——— 000 ———