Surabaya, Bhirawa
Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (Unusa) kolaborasi Tasuc Corporation Jepang dalam acara Kuliah Pakar sebagai cara memperkenalkan modul Japanese Seven Key Points (JsKeps) untuk pendidikan ABK di Auditorium Lantai 9 Unusa Tower, Surabaya.
Acara tersebut juga bertujuan membekali para mahasiswa tentang masalah inklusi di Indonesia, dengan memberikan pendidikan bagi anak-anak berkebutuhan khusus memiliki cara dan tahap yang berbeda dari anak pada umumnya, Kamis, (10/7).
Pakar pendidikan anak berkebutuhan khusus Tasuc Corporation, Ukai Saito, mengatakan bahwa telah mengamati pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus di Indonesia yang mana masih belum maksimal.
“Ada aspek yang terlewatkan yang mana orang dewasa yang disekitar anak tersebut belum bisa memahaminya, kondisi tersebut sudah pernah dialami Jepang puluhan tahun lalu,” ujarnya.
Lanjut Ukai ingin berbagi ilmu kepada teman-teman Indonesia untuk mengenai pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus, ia yakin Indonesia juga punya komitmen sama dengan Jepang dalam hal tersebut.
“Anak-anak berkebutuhan khusus rentan mengalami diskriminasi, membuat mereka kehilangan kepercayaan diri, untuk meningkatkan hasrat hidup, perlu dilakukan beberapa tahap dengan memberi mereka keyakinan, pemahaman juga pengetahuan, hingga pengalaman, Tahap kedua paling penting, memberikan pemahaman, ketika mengetahui dan memahami anak berkebutuhan khusus, maka diskriminasi bisa berkurang” pungkas Ukai Saito.
Peran orang tua dalam mengetahui dan memahami anak mereka yang berkebutuhan khusus itu begitu penting, ucap Ukai, karena saat orang tua bisa memahami kondisi anak mereka, maka dukungan rehabilitasi pada anak bisa dilakukan secara tepat, untuk mengetahui kondisi anak perlu dilakukan asesmen.
“Asesmen milik Tasuc itu lebih dinamis, sedangkan umumnya konvensional. Dengan cara dinamis akan lebih jauh dengan mengetahui apa yang harus dilakukan, sedangkan asesmen konvensional terbatas pada diagnosa anak, Poin yang penting dalam modul J*sKeps adalah pengulangan, dengan melakukan penilaian pada asesmen tersebut dalam jangka waktu satu tahun, Asesmen dinamis ini sudah diterapkan oleh Amerika bahkan Inggris,” pungkasnya.
Ukai menyampaikan Berdasarkan penelitian para ahli di Jepang, anak berkebutuhan khusus seperti ASD, ADHD, hingga gangguan perkembangan otak mengalami penuaan fisik lebih cepat dari anak pada umumnya, mulai dari usia 40 tahun.
“Pada umumnya, kondisi penuaan fisik turun drastis terjadi saat usia 75 tahun, ini membuat orang tua di Jepang merasa khawatir akan kondisi yang akan datang, sehingga memutuskan mengakhiri hidup dengan anak mereka yang berkebutuhan khusus,” jelas Ukai.
Bukan hanya berbagi ilmu, Ukai juga mengajarkan para peserta kuliah pakar cara menghadapi anak berkebutuhan khusus, hingga alat-alat yang digunakan untuk mengajari mereka belajar.
Rektor Unusa Prof. Achmad Jazidie, M.Eng., mengukapkan kita perlu menghormati anak-anak berkebutuhan khusus, penting bagi kita tau cara berkomunikasi dengan anak-anak berkebutuhan khusus. [ren.wwn]


