Kab Probolinggo, Bhirawa
Keberagaman budaya Indonesia kental terasa saat jurnalis Harian Bhirawa menjajaki jalan setapak menuju Pura Randu Agung yang menjadi lokasi Umat Hindu Suku Tengger, yang bermukim di sekitar lereng Pegunungan Bromo untuk memperingati perayaan Hari Raya Kuningan di Kecamatan Sapikerep, Kabupaten Probolinggo pada Sabtu (3/5) pagi.
Dari Pura Randu Agung, lantunan musik gamelan terdengar merdu nan terasa magis menjadi penanda bahwa acara inti tak lama lagi akan dimulai. Dengan memakai pakaian khasnya, para warga khususnya umat hindu suku tengger mulai dari anak – anak, dewasa hingga orang tua, satu persatu hadir membawa aneka sesaji yang akan dijadikan sajian dalam doa yang akan di munajatkan pada para leluhur.
Dukun Pinandita Umat Hindu Tengger, Karmila mengatakan, Hari Raya Kuningan ini menandai pulangnya leluhur ke alam Nirwana setelah berkunjung di Marcapada atau bumi selama 10 hari pasca diundang saat ritual Hari Raya Galungan.
”Ritual Hari Raya Kuningan maknanya yakni sembahyang untuk memulangkan roh leluhur yang sebelumnya kita undang ke Marcapada yang kami sakralkan para umuat hindu untuk melindungi kita semua selama 10 hari setelah Galungan dan kita kembalikan ke alam asalnya,” ujar Karmila.
Sebelum memasuki pura, para warga yang hendak bergabung mengikuti sembahyang Kuningan ini harus di beri air suci atau disebut Tirta dengan cara dicipratkan ke dahi dan ke sebagian badan sebagai syarat untuk bersuci.
Budaya Kuningan di wilayah Bromo sendiri merupakan bagian dari tradisi Hari Raya Kuningan yang dirayakan oleh umat Hindu Suku Tengger di sekitar Gunung Bromo sebagai momen penting untuk sembahyang dan berdoa, memperkuat nilai-nilai kebaikan, dan mempererat hubungan dengan leluhur dan dewa-dewi.
Sekitar pukul 10:00 waktu setempat, musik gamelan mulai berhenti dimainkan, menandakan doa bersama akan dimulai yang dipimpin oleh bapak pemangku ritual. Dalam hal ini, seluruh warga yang hadir di Pura harus menonaktifkan ponselnya agar prosesi doa berjalan khidmat dan khusyuk.
”Mohon untuk semua yang hadir disini, untuk mematikan ponselnya sejenak karena doa akan di mulai,” ujar salah satu pemimpin doa yang duduk di atas mimbar sebelum ritual di mulai.
Seluruh warga yang hadir mengikuti prosesi ritual Kuningan, terlihat menundukkan kepalanya dan mulai berdoa dengan khidmat mendengarkan sang pemimpin doa mengumandangkan pujian-pujian untuk para leluhur dan dewa dewi untuk dikembalikan ke alamnya.
Di akhir ritual, seluruh warga yang hadir diberikan gelang Tridatu yang merupakan rangkaian 3 tali berwarna hitam, putih dan merah yang memiliki makna spiritual dalam agama Hindu yang dipercaya dapat melindungi dan menjauhkan energi negatif.
”Salah satu doa yang di munajatkan dalam Acara Kuningan, yakni agar diberi perlindungan dalam segala hal. Doa kami selain memberikan puja puji syukur kami kepada sang hyang widi wasa, salah satunya agar diberikan perlindungan, keselamatan untuk seluruh makhluk hidup termasuk tanaman dan juga kesehatan kita,” tutur Karmila. [fir.fen]


