Oleh:
Muhamad Taufiq
Tahun baru Islam 1 Muharram 1446 H, atau dalam hitungan tahuan Jawa 1 Suro ditandai dengan tradisi Mbabar Bubur Suro oleh sekolompok masyarakat Gribig Kota Malang, pada Sabtu (6/7) kemarin.
Dalam prosesi menyambut tahun baru Muharam, ada tiga agenda yang berlangsung di kompleks Makam Ki Ageng Gribig ini, mulai Ngudeg Bubur Suro, Andum Bubur Suro serta Kirab Gunungan Takir. Ngudeg Bubur Suro berarti mengaduk bubur yang dipersiapkan untuk dibagikan kepada masyarakat (Andum Bubur Suro).
Sedangkan Kirab Gunungan Takir adalah arak-arakan membawa Gunungan atau bubur yang dibentuk sebagai Tumpeng raksasa.
Totok Haryanto, salah satu tokoh masyarakat Gribig menuturkan arak-arakan ini di awali dari kawasan gerbang perumahan Bulan Terang Utama menuju komplek Makam Ki Ageng Gribig, yang berjarak sekitar 500 meter.
Ia menuturkan pada posisi terdepan ada wanita berpakaian serba hitam yang berjalan dengan membawa sapu, diikuti seorang sepuh sebagai perwujudan Ki Ageng Gribig dan sejumlah warga yang menggotong Gunungan Takir Bubur Suro serta masyarakat, termasuk anak-anak serta sejumlah warga dengan mengenakan Topeng Malangan juga ikut dalam rombongan dengan iringan tabuhan rebana.
Sebelum rombongan diterima penasihat Pokdarwis Kampung Gribig Religi KRT Haryo Tumapel, dua orang dari Wayang Topeng ini menggelar tarian saat tiba di gerbang makam, yang dilanjutkan dengan kirab mengarak Gunungan Takir di dalam kompleks makam tersebut.
Totok menyampaikan salah Wayang Topeng atau Tari Topeng sebagai ikon Malang sangat cocok untuk dipadukan dengan prosesi Kirab Tumpeng atau Gunungan Takir kali ini.
“Adegan Wayang Topeng Menak tersebut menggambarkan Raja Menak dan sekutunya yakni Amir dan Umar, yang berjuang mengislamkan wilayah Malang khususnya kepada para raja yang belum memeluk agama Islam, hingga akhirnya raja-raja tersebut memeluk agama Islam dengan ketokohan dan keberanian Raja Menak, yang merupakan perwujudan Sunan Giri, atau bisa jadi Ki Ageng Gribig,”terang.
Totok mengatakan, Wayang Topeng Menak ini kontribusi dari warga RW 16, 17 dan 18 di wilayah perumahan Bulan Terang Utama di bawah bimbingan salah satu pegiat Topeng Malangan, Yudit Perdananto.
Ketua Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Kampung Gribig Religi Devi Nur Hadianto menambahkan, konsep acara ini adalah menyiapkan makanan khas untuk menyambut datangnya bulan Muharram atau 1 Suro dalam penanggalan hijriyah dan jawa.
“Kami dari Pokdarwis punya tugas dan fungsi mengembangkan wisata religi lokal berbasis masyarakat, khususnya di kawasan Pesarean Ki Ageng Gribig ini, yang merupakan salah satu etalase Kota Malang ditinjau dari lokasinya,” ungkap dia.
Dikatakan Devi, konsep ngudeg atau mengaduk bubur bersama ini mengandung arti bahwa segala sesuatu akan menjadi ringan dan menyenangkan jika dikerjakan secara ikhlas dan gotong royong. Bahan-bahan yang disiapkan adalah beras punel, santan kental, empon-empon yang terdiri dari daun jeruk, serai dan bahan lainnya.
Devi berharap event tahunan ini akan dapat mengundang banyak pengunjung atau wisatawan untuk hadir di Makam Ki Ageng Gribig dan menikmati bubur Suro ini bersama-sama.
Sementara Kepala Dinas Pemuda Olahraga dan Pariwisata (Disporapar) Baihaqi,S.E.,M.Si mewakili Pj. Wali Kota Malang, menyampaikan apresiasinya atas terselenggaranya Mbabar Bubur Suro kali ini.
“Acara ini merupakan sinergi luar biasa dari Pokdarwis Kampung Gribig Religi dengan berbagai pihak untuk melestarikan dan menguatkan budayanya,” ujar Baihaqi.
Baihaqi juga mengapresiasi Mbabar Bubur Suro yang melibatkan generasi muda dan anak-anak, sebagai upaya edukasi sejarah dan fakta yang ada.
“Saya berharap sejarah seperti ini dapat ditulis atau dibukukan agar tidak terintervensi atau diputarbalikkan pihak-pihak tak bertanggungjawab, apalagi di era digital saat ini,” tandasnya. [mut.gat]