Indonesia merupakan negara dengan jumlah perokok tertinggi di Asia Tenggara, hingga isu tentang bahaya rokok dan meningkatnya anak sebagai pengguna rokok, baik rokok konvensional maupun rokok elektrik, menjadi perhatian masyarakat. Namun, fatalnya pemasaran rokok begitu masif beredar di tengah-tengah publik. Terlihat saat ini iklan, sponsor, dan promosi rokok sangat mudah diakses oleh anak-anak melalui berbagai platform.
Hal itupun tanpa bisa dipungkiri berpotensi menjadi salah satu faktor meningkatnya penggunaan rokok oleh anak.Laman resmi Kementerian Kesehatan mengungkapkan bahwa terdapat 20% perokok belia yang masih berusia antara 13-15 tahun. 41% adalah perokok remaja pria dan 3.5% adalah perokok remaja putri. Jumlah tersebut, berpotensi terus meningkat bila tidak dibarengi oleh berbagai usaha menekan pertumbuhan perokok yang sangat massif.
Selebihnya, Data Youth Tobacco Survey 2020 menyebutkan bahwa 5 tahun terakhir perokok pelajar berusia 13-15 tahun meningkat dari 18,3% menjadi 19,2%. 6 dari 10 anak pelajar usia 13-15 tahun terpapar asap rokok dalam rumah sedangkan 7 dari 10 pelajar terpapar ditempat umum, hal ini disebabkan juga karena beragamnya strategi marketing industri rokok dalam memasarkan produknya melalui iklan, promosi dan sponsor rokok baik diluar ruang, televisi maupun internet. Prevalensi perokok anak juga semakin tinggi pada anak dari keluarga dengan penghasilan menengah kebawah, sehingga kondisi kerentanan sebagai anak dari kelompok rentan, semakin ditambah dengan kecanduan rokok sejak dini,(Kompas, 12/8/2024)
Data tersebut, kontradiktif terhadap upaya pencapaian target penurunan perokok anak sebesar 8,7% pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024. Oleh sebab itu, negara tidak bisa hanya menyerahkan upaya perlindungan anak kepada orang tua dan masyarakat. Pasalnya, kondisi anak dan remaja yang sedang berkembang sangat rentan dipengaruhi berbagai faktor, tidak saja dari paparan pemasaran rokok melalui iklan, promosi, dan sponsor yang masif, tapi juga kemudahan akses terhadap rokok dari sisi harga maupun ketersediaannya. Karena itu negara meski harus hadir melalui pemihakan kebijakan dan sosialisasi secara massif dalam meningkatkan kesadaran anak muda akan bahayanya merokok bagi kesehatan.
Masyhud
Dosen FKIP Universitas Muhammadiyah Malang