Pasuruan, Bhirawa
Sektor penginapan maupun kuliner di kawasan Gunung Bromo di Tosari, Kabupaten Pasuruan saat liburan Natal dan Tahun Baru (Nataru) biasanya kebanjiran wisatawan, pada Nataru tahun 2025 ini berbeda. Bahkan pemilik penginapan hingga kuliner malah menjerit. Dikarenakan sepi wisatawan.
Penyebabnya adalah Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (BB TNBTS) menaikkan harga tiket wisata, termasuk untuk jalur Kabupaten Pasuruan.
Adapun tarif masuk wisata Gunung Bromo untuk wisatawan domestik naik, dari sebelumnya Rp 29 ribu menjadi Rp 54 ribu saat weekday. Sedangkan, untuk weekend naik dari sebelumnya Rp 34 ribu menjadi Rp 79 ribu per orang.
Khusus wisatawan mancanegara, mulanya dikenai Rp 220 ribu, naik menjadi Rp 255 ribu pada weekday. Lalu, untuk weekend dibanderol Rp 320 ribu.
Saat ini, weekend maupun weekday diberlakukan sama, yakni Rp 255 ribu. Termasuk juga ada tambahan biaya parkir kendaraan roda dua Rp 5.000, roda empat Rp 10.000, sepeda Rp 2.000 hingga kuda Rp 1.500.
Seorang pengusaha penginapan Transit dan Kafe di Desa Baledono, Kecamatan Tosari, Kabupaten Pasuruan, Anis Rizky Wahani menyampaikan kenaikan harga tiket membuat banyak wisatawan berpikir untuk mengunjungi kawasan Gunung Bromo.
Apalagi, wisatawan mancanegara saat ini harus mengeluarkan dana lebih banyak untuk menikmati indahnya Kaldera Tengger.
“Kenaikan ini jelas berdampak. Biasanya libur Nataru menjadi berkah rejeki tersendiri. Tapi, karena naiknya harga tiket ke Bromo membuat aktivitas wisata menjadi sepi dan lesu. Omset kita pun justru menurun drastis.
Yang lebih ironi, ada sejumlah pelaku usaha di sini terpaksa gulung tikar,” keluh Anis Rizky Wahani, Selasa (17/12).
Hal senada juga disampaikan oleh pelaku usaha homestay di Tosari, M Rudin. Ia menyatakan saat ini malah kehilangan banyak pelanggan karena kenaikan harga tiket yang dianggap terlalu tinggi.
“Pemerintah harus turun tangan untuk mencari solusi yang terbaik. Bila begini terus, nasib para pelaku usaha kecil di kawasan Bromo tak akan lama lagi,” kata Rudin.
Para pelaku usaha hanya berharap ada kepada pemerintah untuk mempertimbangkan kembali kebijakan harga tiket dan mencarikan solusi untuk mendongkrak kunjungan wisatawan.
Karena, penyesuaian harga tiket dapat mengembalikan geliatnya wisata Bromo serta bisa menyelamatkan ekonomi warga sekitar.
“Kita itu membutuhkan kebijakan yang berdampak pada pelaku usaha kecil. Gunung Bromo itu sebuah ikon wisata. Kalau pengunjung terus menurun, dampaknya ke semua lini, termasuk ke penginapan hingga sektor kuliner,” tambah Rudin. [hil.gat]