Nganjuk, Bhirawa
Suasana pagi di halaman Pondok Pesantren Mojosari, Kecamatan Loceret, Kabupaten Nganjuk, tampak berbeda dari biasanya. Peringatan Hari Santri Nasional 2025 di lembaga yang telah berdiri lebih dari tiga abad itu menjadi ruang pertemuan lintas generasi dan lintas kementerian.
Hadir dalam kesempatan tersebut Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Arifah Fauzi, Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Tenggono, serta Staf Khusus Presiden, Rafi Ahmad. Ketiganya datang bukan sekadar menghadiri acara seremonial, melainkan menegaskan peran pesantren sebagai penjaga moral dan peradaban bangsa.
Dalam sambutannya, Arifah Fauzi mengungkapkan rasa haru dan bangganya dapat kembali ke tanah leluhur. Ia adalah cucu dari pendiri pesantren, K.H. Abdul Rahman, yang dikenal sebagai ulama pembaharu di wilayah Mojosari.
“Saya datang bukan hanya sebagai menteri, tapi sebagai cucu yang pulang. Tiga abad pesantren ini adalah tiga abad doa, ilmu, dan pengabdian,” ujar Arifah dengan nada penuh kehangatan.
Sementara itu, Menteri Sakti Wahyu Tenggono mendapat apresiasi khusus atas dukungannya terhadap program ketahanan pangan pesantren, terutama lewat bantuan sektor perikanan.
“Kami di KKP percaya, pesantren memiliki peran penting dalam menjaga kemandirian pangan. Dari kolam hingga dapur santri, semuanya bagian dari ekosistem ketahanan bangsa,” ujarnya di sambut tepuk tangan para santri.
Kehadiran Staf Khusus Presiden Mas Rafi Ahmad menjadi warna tersendiri dalam acara tersebut. Dikenal sebagai figur muda yang dekat dengan komunitas santri, Rafi menyampaikan pesan tentang pentingnya regenerasi kepemimpinan.
“Pesantren harus terus mencetak pemimpin yang berkarakter. Ilmu tanpa akhlak hanyalah ambisi, tapi akhlak tanpa ilmu adalah kebodohan,” ucapnya tegas.
“Suatu hari nanti ijinkan saya kembali ke pondok Mojosari dengan mengajak anak dan istri saya, biar mereka mengenal pondok Mojosari ini”, pungkas Raffi yang harus meninggalkan acara tersebut.
Para pejabat pemerintah daerah, perwakilan kecamatan, dan tokoh masyarakat juga turut hadir. Mereka menegaskan komitmen untuk terus memperkuat kolaborasi antara pesantren dan pemerintah dalam bidang pendidikan, sosial, serta pemberdayaan perempuan.
Acara ditutup dengan doa bersama dan ucapan terima kasih dari panitia atas dukungan semua pihak.
“Kami mohon maaf bila ada kekurangan. Semoga doa dan harapan baik menyertai langkah kita,” ujar salah satu pengasuh pesantren.
Di bawah langit Mojosari, gema shalawat mengiringi langkah para tamu meninggalkan halaman pesantren. Di balik kesederhanaannya, pesan yang terucap hari itu terasa abadi:
Pesantren bukan hanya tempat belajar agama, melainkan ruang di mana bangsa ini belajar menjaga nurani, sesuai tema hari santri tahun 2025 ini, mengawal Indonesia merdeka menuju peradapan dunia. [dro.gat]


