Kota Malang, Bhirawa
Tunjangan Hari Raya (THR) selalu ditunggu pada momentum Lebaran. Bahkan Lebaran identik dengan bagi-bagi THR. Terlebih lagi, di Indonesia THR juga sudah menjadi tradisi sejak tahun 1950-an.
Pemberian THR bagi pekerja Muslim bukan hanya soal mendapatkan ‘uang tambahan’ menjelang Idul Fitri, justru THR juga memegang peranan penting dalam perekonomian Indonesia. THR mendorong daya beli yang signifikan, mempercepat perputaran uang, dan meningkatkan omset UMKM, terutama di sektor ritel, makanan, dan jasa.
Menurut Muhammad Sri Wahyudi SE ME, Dosen dan Kepala Program Studi Ekonomi Pembangunan Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), pemberian THR memicu lonjakan transaksi perbankan dan konsumsi, terutama pada sektor informal. Di sisi lain, peningkatan permintaan barang dan jasa di pasar berisiko menyebabkan inflasi musiman.
”Momen ini bisa menjadi berkah, tetapi juga bisa menjadi tantangan bagi pengelolaan keuangan individu dan perusahaan,” tukasnya.
Muhammad Sri Wahyudi mengatakan, meski THR bisa jadi angin segar, dalam pengelolaannya harus cerdas agar tidak menguras kantong pasca-Lebaran. Salah satu cara yang efektif adalah dengan merencanakan anggaran secara bijak.
”Dapat dengan menerapkan prinsip 50-30-20: 50% untuk kebutuhan pokok, 30% untuk keinginan, dan 20% untuk tabungan atau investasi. Dengan cara ini, kita dapat menikmati Lebaran tanpa khawatir kehabisan uang,” tuturnya.
Selanjutnya, hindari belanja impulsif. Dengan memanfaatkan diskon yang ada, masyarakat bisa sedikit menghemat pengeluaran selama Lebaran dan sebisa mungkin hindari penggunaan kartu kredit secara berlebihan.
”Untuk mengedukasi masyarakat agar lebih bijak dalam menggunakan THR, diperlukan pendekatan yang melibatkan literasi keuangan, seperti kampanye edukasi tentang alokasi anggaran dengan prinsip 50-30-20 (50% kebutuhan),” tuturnya.
Selama Lebaran pengeluaran masyarakat mengalami lonjakan luar biasa. Mulai dari transportasi, akomodasi, hingga transaksi digital, semuanya mengalami peningkatan pesat. Ini merupakan bukti bahwa THR memang menjadi pemicu perputaran uang yang besar.
Selain itu, ada fenomena inflasi musiman yang harus diwaspadai. Masyarakat seringkali tergoda untuk membeli lebih banyak barang dan jasa dengan uang THR, sehingga harga-harga melonjak dan mempengaruhi daya beli. Peningkatan konsumsi ini memberi dampak positif pada sektor UMKM dan transaksi lokal, tetapi perlu juga diingat bahwa inflasi musiman dapat menggerus nilai uang yang diterima dalam bentuk THR. Meskipun demikian, efek positifnya lebih dominan karena mendorong pertumbuhan ekonomi sementara, menciptakan lapangan kerja tambahan, serta memperkuat daya beli masyarakat dalam jangka pendek.
Menurut Yudi, melihat dari perspektif ekonomi, THR jelas menjadi stimulus yang mempercepat perputaran uang dan mendorong konsumsi, terutama pada sektor UMKM.
Sayangnya, tidak semua perusahaan bisa dengan mudah membayar THR, terutama di tengah kondisi ekonomi yang masih fluktuatif. Oleh karena itu, penting untuk memahami pentingnya literasi keuangan agar THR bisa dimanfaatkan dengan bijak. Tidak hanya untuk konsumsi sesaat, tetapi juga untuk kesejahteraan jangka panjang.
”Dengan strategi pengelolaan yang tepat, THR bisa jadi kunci untuk meraih kebahagiaan finansial selama Lebaran, tanpa harus menyesal di kemudian hari,” tambahnya.
Hal yang tak kalah penting menurut dia, untuk tidak abai menyisihkan dana darurat untuk pasca-Lebaran. Sebab, setelah euforia berbelanja, kebutuhan untuk stabilitas keuangan juga tidak kalah pentingnya. [mut.fen]