Pemkab Probolinggo, Bhirawa
Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Probolinggo menggelar rapat koordinasi dan pertemuan Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) Semester II Tahun 2025 di Base Camp Ridho Outbond, Desa Krejengan, Selasa (25/11).
Kegiatan yang diinisiasi Dinas DP3AP2KB tersebut menjadi forum evaluasi dan penyusunan langkah lanjutan penanganan stunting di daerah.
Rakor dibuka Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Probolinggo Ugas Irwanto dan diikuti unsur organisasi perangkat daerah, perwakilan Forkopimda, serta anggota SK TPPS.
Salah satu agenda utama yaitu penandatanganan komitmen bersama terkait penguatan sinergi percepatan penurunan stunting.
Kepala DP3AP2KB Kabupaten Probolinggo A’at Kardono menjelaskan stunting menjadi program prioritas nasional sehingga delapan aksi konvergensi penanganan harus dijalankan optimal di tingkat kabupaten hingga desa.
“Kegiatan ini untuk mengoordinasikan dan mengendalikan strategi percepatan penurunan stunting sesuai target. Komitmen bersama penting agar pelaksanaan konvergensi lebih efektif,” ujarnya.
Output kegiatan berupa laporan aksi konvergensi semester II yang mencakup periode Juli-Desember. Laporan ini akan menjadi bahan evaluasi untuk memperbaiki perencanaan dan pemantauan program.
Sekda Kabupaten Probolinggo Ugas Irwanto menyampaikan penanganan stunting merupakan amanat nasional dalam Perpres 72/2021.
Berdasarkan SSGI dan SKI, prevalensi stunting di Kabupaten Probolinggo sempat turun dari 23,3 persen (2021) menjadi 17,3 persen (2022), namun naik menjadi 35,4 persen pada 2023. Pada 2024, angka stunting kembali turun menjadi 26,3 persen.
“Meski masih berada di posisi prevalensi tinggi di Jawa Timur, penurunan tersebut merupakan hasil kerja berbagai unsur secara terpadu,” jelasnya.
Ia menambahkan, kinerja TPPS Kabupaten Probolinggo pada 2024 mengalami peningkatan. Kabupaten Probolinggo berada di peringkat 15 dari 38 kabupaten/kota, sebelumnya posisi 28.
“Hal ini menunjukkan peningkatan kinerja dalam pelaksanaan konvergensi penurunan stunting,” ujarnya.
Sekda Ugas menyebut sejumlah faktor penyebab stunting masih perlu mendapat perhatian, mulai perkawinan anak, anemia pada ibu hamil, sanitasi buruk, akses air bersih terbatas, hingga pola asuh dan kondisi sosial ekonomi.
“Diperlukan akselerasi, bukan sekadar percepatan. Pemerintah tidak bisa bekerja sendiri,” tegasnya. Ia berharap penyusunan laporan semester II dapat memperkuat arah kebijakan penanganan stunting secara terintegrasi dan berkelanjutan. (fir.dre)


