25 C
Sidoarjo
Friday, December 5, 2025
spot_img

Strategi Komunikasi dalam Percepatan, Net Zero Emission 2060 di Jatim

Oleh :
Wahyu Kuncoro
Dosen Ilmu Komunikasi Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Surabaya

Indonesia telah menetapkan target ambisius untuk mencapai kondisi emisi nol bersih atau Net Zero Emission (NZE) pada tahun 2060 atau lebih cepat. Target ini merupakan keharusan global untuk menahan laju kenaikan suhu bumi di bawah 1,5 derajat Celsius, sekaligus bagian integral dari visi pembangunan nasional menuju ekonomi maju pada 2045.

Sebagai salah satu provinsi dengan kontribusi ekonomi terbesar dan populasi yang padat, Jawa Timur memegang peran sentral dalam pencapaian target nasional ini. Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Timur telah menyatakan dukungannya yang kuat dan memulai berbagai inisiatif, mulai dari mendorong industri hijau hingga elektrifikasi transportasi umum. Namun, di balik inisiatif kebijakan dan sinergi antar pemangku kepentingan seperti PLN dan MKI Jatim, tantangan terbesar justru terletak pada aspek fundamental yakni strategi komunikasi publik.

Pencapaian NZE 2060 bukan sekadar masalah teknis transisi energi atau regulasi industri; ini adalah agenda transformasi sosial-ekonomi yang masif, yang menuntut partisipasi aktif dari seluruh lapisan masyarakat. Tanpa strategi komunikasi yang efektif, terstruktur, dan persuasif, target NZE di Jawa Timur berisiko berjalan lamban, terhambat oleh resistensi, misinformasi, atau apatisme publik..

Komunikasi dalam Transisi Energi
Konsep NZE sering kali terdengar abstrak bagi masyarakat awam. Emisi nol bersih berarti menyeimbangkan jumlah gas rumah kaca yang dilepaskan ke atmosfer dengan jumlah yang diserap atau dihilangkan, yang mensyaratkan perubahan radikal dalam cara kita berproduksi, berkonsumsi, dan bergerak.

Di Jawa Timur, dengan sektor industri yang dinamis dan kebutuhan energi yang terus meningkat, perubahan ini menyentuh hajat hidup banyak orang.

Pemprov Jatim melalui Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) menyadari pentingnya komunikasi untuk mendukung implementasi kebijakan yang efektif. Namun, komunikasi untuk NZE membutuhkan pendekatan yang lebih dari sekadar sosialisasi program pemerintah. Ia harus mampu menjembatani kompleksitas ilmiah dan ekonomi ke dalam narasi yang relevan secara lokal, personal, dan mendesak.

Berita Terkait :  Menko Pangan Tinjau SPPG Wonocolo Cek Makan Bergizi bagi Bumil dan Balita

Tantangan komunikasi di Jawa Timur meliputi keragaman audiens-dari petani di pedesaan hingga eksekutif industri di Surabaya, serta generasi muda yang melek digital. Masing-masing segmen ini memiliki motivasi, kekhawatiran, dan saluran informasi yang berbeda. Strategi komunikasi yang seragam dan bersifat top-down (dari atas ke bawah) dipastikan akan gagal.

Arsitektur Komunikasi NZE Jatim
Untuk mempercepat NZE 2060, Pemprov Jatim perlu membangun arsitektur komunikasi yang bertumpu pada tiga pilar utama: Edukasi Inklusif, Mobilisasi Multisegmen, dan Pemanfaatan Narasi Lokal.

Pertama, Edukasi Inklusif dan Pencerahan Akses Informasi.
Langkah pertama yang paling fundamental adalah mendemistifikasi NZE. Banyak masyarakat yang mungkin belum sepenuhnya memahami dampak perubahan iklim di tingkat lokal atau kontribusi mereka terhadap masalah tersebut. Komunikasi harus fokus pada manfaat konkret NZE bagi Jawa Timur, bukan sekadar kepatuhan terhadap target global. (1). Pesan yang Relevan Lokal: Alih-alih hanya berbicara tentang ton CO2eq secara nasional, pesan harus diterjemahkan ke dalam ancaman nyata di Jatim, seperti peningkatan risiko bencana hidrometeorologi, penurunan hasil pertanian akibat cuaca ekstrem, atau kualitas udara perkotaan yang memburuk. Sebaliknya, manfaat NZE harus dikaitkan dengan ketahanan pangan, udara yang lebih bersih di Surabaya, atau efisiensi biaya energi jangka panjang.

(2). Literasi Energi Terbarukan: Edukasi mendalam tentang energi baru terbarukan (EBT) sangat diperlukan. Masyarakat perlu memahami bahwa transisi energi tidak berarti krisis energi, melainkan pergeseran ke sumber yang lebih bersih dan berkelanjutan, seperti PLTS Terapung atau pengembangan bioenergi yang didukung PLN. Komunikasi harus transparan mengenai peluang dan tantangan, termasuk potensi biaya awal investasi.

Berita Terkait :  Wujudkan Inovasi Berkualitas, Pemkab Bojonegoro Gelar Bimtek IGA 2024

(3). Saluran Multipihak: Komunikasi tidak bisa hanya bertumpu pada Diskominfo. Perguruan tinggi di Jawa Timur, seperti UNAIR dan ITS, dapat menjadi mitra strategis dalam mengedukasi publik melalui riset dan program pengabdian masyarakat. Menggunakan platform “Jatim Newsroom” yang dikelola Pemprov Jatim bisa menjadi pusat informasi terkoordinasi, didukung oleh jaringan media lokal yang luas.

Kedua,Mobilisasi Multisegmen: Keterlibatan Beragam Aktor. Target 2060 hanya bisa dicapai jika ada gerakan kolektif. Strategi komunikasi harus dirancang untuk memobilisasi segmen-segmen kunci:
(1). Sektor Industri: Industri adalah penyumbang emisi signifikan. Komunikasi dengan sektor ini harus bersifat kemitraan, bukan sekadar pengawasan. Pesan harus menonjolkan keuntungan ekonomi dari “industri hijau” dan ekonomi sirkuler, seperti efisiensi operasional dan akses ke pasar global yang makin sadar iklim. Pengukuhan Forum Industri Hijau Jatim oleh Gubernur sebelumnya adalah langkah awal yang baik, yang perlu ditindaklanjuti dengan komunikasi intensif tentang best practices dan insentif yang tersedia.

(2). Masyarakat Umum dan Rumah Tangga: Keterlibatan masyarakat diwujudkan melalui perubahan perilaku harian. Komunikasi harus mendorong adopsi gaya hidup rendah karbon, seperti penggunaan transportasi umum (bus listrik Trans Semanggi Suroboyo), pengurangan limbah, dan efisiensi energi di rumah. Kampanye media sosial yang menarik bagi generasi muda dapat dimanfaatkan secara optimal untuk mendorong perubahan perilaku ini.

Pemerintah Daerah dan Komunitas Lokal: Target nasional dan provinsi harus diterjemahkan menjadi rencana aksi di tingkat kota/kabupaten hingga desa. Komunikasi horizontal antar pemerintah daerah sangat penting untuk berbagi pengalaman dan memastikan konsistensi kebijakan di seluruh wilayah Jatim.

Ketiga,Pemanfaatan Narasi Lokal dan Kepemimpinan Karismatik
Jawa Timur kaya akan kearifan lokal dan tokoh masyarakat. Strategi komunikasi NZE harus memanfaatkan aset budaya dan sosial ini.

Berita Terkait :  Gus Fawait Kenalkan Kuliner hingga Budaya Lokal ke Panggung Nasional

(1). Wajah Lokal, Pesan Global: Menggunakan tokoh panutan lokal-ulama, kepala desa, seniman, hingga influencer Jatim-sebagai duta NZE akan jauh lebih efektif daripada mengandalkan pejabat pusat atau selebritas nasional. Pesan yang disampaikan dalam bahasa lokal (Jawa, Madura) dan dikemas dalam konteks nilai-nilai budaya setempat akan lebih mudah diterima dan diimplementasikan.

(2). Transparansi dan Akuntabilitas: Pemprov Jatim perlu menyediakan platform informasi yang transparan mengenai progres pencapaian NZE, data emisi, dan penggunaan anggaran. Akuntabilitas ini membangun kepercayaan publik. Masyarakat yang percaya pada upaya pemerintah akan lebih bersedia untuk berpartisipasi dan melakukan pengorbanan yang diperlukan selama masa transisi.

Mencapai NZE 2060 adalah perlombaan maraton yang dimulai hari ini. Di Jawa Timur, komitmen politik sudah ada, sinergi dengan BUMN seperti PLN juga berjalan, dan beberapa inisiatif percontohan seperti bus listrik di Surabaya menunjukkan arah yang benar. Namun, semua upaya ini tidak akan maksimal tanpa strategi komunikasi yang matang.

Strategi komunikasi yang efektif di Jawa Timur harus inklusif, memanfaatkan saluran informasi yang beragam, dan mengemas pesan kompleks NZE menjadi narasi yang relevan secara lokal. Ini bukan sekadar tugas Diskominfo, melainkan tanggung jawab bersama yang membutuhkan kolaborasi erat antara pemerintah, industri, akademisi, dan masyarakat sipil. Dengan komunikasi yang tepat sasaran, persuasif, dan transparan, target NZE 2060 di Jawa Timur dapat dipercepat, memastikan masa depan yang berkelanjutan dan sejahtera bagi generasi mendatang. Kegagalan dalam komunikasi berarti mempertaruhkan masa depan Jawa Timur di tengah krisis iklim global. Waktunya bertindak, dan bertindak secara kolektif, dimulai dari cara kita berkomunikasi.

————- *** ——————

Berita Terkait

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Follow Harian Bhirawa

0FansLike
0FollowersFollow
0FollowersFollow

Berita Terbaru