Kota Malang, Bhirawa
Pro kontra keberadaan Sound Horeg yang berkembang di masyarakat mendapat perhatian dr Meyrna Heryaning Putri Sp THTBKL FICS, spesialis Telinga, Hidung, Tenggorokan (THT) RSSA UB.
Menurutnya Dokter Meyrna, sound horeg dapat membuat pendengaran tidak optimal, merusak pendengaran, bahkan hingga menyebabkan tuli akibat masalah saraf.
”Karena telinga memiliki batas aman dalam menerima suara yakni 85db selama 8 jam, dan terus menurun toleransi lama dengarnya apabila semakin naik db suaranya. Jika intensitas suara melebihi batas, maka rumah siput yang berfungsi menerima dan mengantarkan suara ke saraf pendengaran dapat mengalami kerusakan,” tuturnya kepada sejumlah wartawan belum lama ini.
Dokter Meyrna menjelaskan, tingkat keamanan suara yang dapat ditoleransi telinga yakni 85db selama 8 jam, kurang dari itu maka lebih aman. Namun, jika terjadi peningkatan desibel suara, maka toleransi pendengaran menjadi lebih pendek.
”Misalnya, kenaikan 88db maka toleransinya 4 jam, di 91db maka toleransinya hanya 2 jam,” urainya.
Dalam waktu singkat, volume suara 140 db dapat menyebabkan kerusakan fatal, tidak hanya saraf, tapi bisa memorak-morandakan gendang telinga, tulang-tulang pendengaran, dan semua komponen yang ada di telinga termasuk merusak rumah siput.
Apabila telinga telah rusak atau tidak berfungsi, maka akan menyebabkan problem hearing (masalah pendengaran) dan problem non-hearing (masalah bukan pendengaran) seperti tidak dapat mendengar sama sekali.
Hal ini, jelas Dokter Meyrna, akan mengganggu aktivitas berkomunikasi, membuat diri uring-uringan, dan akhirnya menurunkan prioritas masing-masing individu di kehidupan sosialnya. Gejala masalah pendengaran dapat ditandai dengan kondisi telinga terasa penuh (seperti tertutup) atau berdenging dalam suara kecil.
Pada kondisi ini, maka sudah terjadi temporary transmotive yaitu pergeseran ambang dengar yang bersifat sementara. Apabila kondisi ini sering terjadi, maka akan terjadi hearing loss atau kehilangan pendengaran yang memiliki tingkatan seperti ringan, sedang, hingga sangat berat.
‘
‘Semakin keras dan lama kita mendengarkan musik, maka semakin besar resiko terjadi gangguan pendengaran yang akan diderita oleh masing-masing individu,” tutur Meyrna.
Untuk mencegah kerusakan telinga, Dokter Meyrna mengutip pepatah mencegah lebih baik daripada mengobati karena itu, jangan mendengarkan sound horeg.
Selain itu, ada beberapa tips yang dapat dilakukan untuk mengurangi suara sound horeg saat terpaksa mendengar yaitu menggunakan pelindung telinga seperti earplug, earmuff, dan earmelt.
Dokter Meyrna menegaskan, kalangan yang paling beresiko apabila terpapar sound horeg dapat dikategorikan dalam usia mature yakni sistem yang sudah matang dan tidak mature. Usia tidak mature seperti bayi dan anak-anak menjadi usia yang rentan, individu dengan penyakit bawaan misal sel rambutnya/rumah siputya tidak normal, punya penyakit telinga seperti infeksi telinga/denganya sudah berlubang, setelah itu adalah usia tua. Sekalipun sound horeg memiliki resiko yang sangat tinggi. Namun, peminat dan eksistensinya terus meningkat.
”Hal ini karena musik dapat membantu otak meredam stress dan membuat tubuh relax. Kemudian, sound horeg telah menjadi hal umum yang bahkan mungkin diartikan sebagai budaya. Perasaan memiliki budaya, mengantarkan pada pemahaman bahwa sound horeg bukan sesuatu yang salah, meskipun bahayanya sangat tinggi,” tandansya. [mut.fen]


