Penyidik Pidsus Kejati Jatim menahan empat tersangka dugaan korupsi bantuan stimulan perumahan swadaya di Kabupaten Sumenep TA 2024, Selasa (14/10) malam.
Kejati Jatim, Bhirawa.
Kejaksaan Tinggi Jawa Timur (Kejati Jatim) menetapkan empat orang tersangka kasus dugaan korupsi bantuan stimulan perumahan swadaya (BSPS) di Kabupaten Sumenep TA 2024. Dari penyidikan kasus ini, ditemukan kerugian negara sebesar Rp26.323.902.300,00 atau Rp26,3 miliar lebih.
Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Jatim, Wagiyo mengatakan, dari hasil penyidikan telah ditetapkan empat orang tersangka. Yaitu, RP selaku Koordinator Kabupaten BSPS Kabupaten Sumenep TA 2024. Kemudian AAS dan WM, masing masing selaku Tenaga Fasilitator Lapangan (TFL) BSPS) Kabupaten Sumenep 2024.
Terakhir, lanjut Wagiyo, tersangka berinisial HW. Keempat tersangka ditahan di Cabang Rutan Klas 1 Surabaya pada Kejaksaan Tinggi Jawa Timur selama 20 hari ke depan.
“Pada Selasa (14/10) malam ini, kami telah melakukan penetapan tersangka sekaligus penahanan terhadap keeempat orang,” kata Aspidsus Kejati Jatim, Wagiyo dalam jumpa pers di Kantor Kejati Jatim pada Selasa (14/10) malam.
Dijelaskannya, penetapan empat orang tersangka tersebut setelah penyidik melakukan pemeriksaan terhadap 219 saksi dan perhitungan kerugian keuangan negara. “Selain itu kami menyita dokumen terkait program BSPS dan aset-aset yang diduga hasil tindak pidana,” jelasnya.
Wagiyo mengungkapkan, dana BSPS tahun 2024 ini menyasar 5.490 penerima bantuan di 24 Kecamatan dan 143 Desa di Kabupaten Sumenep. Setiap penerima seharusnya menerima Rp20 juta, dengan rincian Rp17,5 juta untuk bahan bangunan dan Rp2,5 juta untuk ongkos tukang.
Namun, para tersangka memotong dana yang seharusnya diterima oleh masyarakat penerima bantuan melalui toko bahan bangunan. Akibatnya, masyarakat tidak menerima bantuan sesuai dengan yang seharusnya,
“Penyidik Pidsus menemukan adanya pemotongan yang dilakukan para tersangka, yakni bervariasai antara Rp3,5 juta hingga Rp4 juta untuk biaya komitmen dan Rp1 juta hingga Rp1,4 juta untuk biaya laporan pertanggungjawaban. Dana tersebut diambil dari alokasi bahan bangunan yang seharusnya diterima oleh penerima bantuan,” terangnya.
Berdasarkan audit independen, kerugian negara akibat pemotongan dana BSPS ini mencapai Rp26.323.902.300. Modus operandi yang dilakukan adalah melalui pemotongan di toko bahan bangunan.
Wagiyo menegaskan, bahwa kasus ini masih terus berkembang dan penyidik tidak menutup kemungkinan adanya tersangka lain. “Kami akan terus menggali informasi dan alat bukti yang ada,” tutupnya. (bed.hel)


