Penolakan terhadap program pemerintahan Prabowo – Gibran, mulai riuh disuarakan mahasiswa seantero Indonesia. Melalui #Indonesia Gelap, menjadi trending topic pada media sosial X (Twitter). Mengiringi ciutan masif, juga dilakukan aksi turun ke jalan mahasiswa dari berbagai kampus, sejak awal pekan selama lima hari berturut-turut. Aliansi Badan eksekutif Mahasiswa (BEM), bersama koalisi Masyarakat Sipil, memuncaki aksi demo di Jakarta, dengan beberapa tuntutan. Termasuk evaluasi total pelaksanaan MBG (Makan Bergizi Gratis).
Tagar Indonesia Gelap yang viral pada platform X, menjadi ajang slogan yang digunakan netizen. Khususnya menyoroti berbagai permasalahan dalam rezim pemerintahan Prabowo – Gibran. Tetapi viral saat ini berbeda, karena dibarengi aksi demo turun ke jalan, dengan berbagai tuntutan. Misalnya BEM se-Solo Raya, terang-terangan menuntut pencabutan Inpres Nomor 1 Tahun 2025 Tentang Efisiensi Belanja dalam Pelaksanaan APBN dan APBD 2025.
Tuntutan lain, berupa desakan pada Presiden Prabowo mengeluarkan Perppu (Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang) tentang Perampasan Aset. Juga menolak revisi UU TNI, Polri, dan Kejaksaan. Serta desakan pada pemerintah segera memulai pendidikan gratis. Antara lain melalui pengumpulan anggaran MBG khusus anak sekolah dikumpulkan menjadi “dana abadi pendidikan.” Sedangkan MBG ibu hamil dan menyusui (yang miskin) bisa dilanjutkan sebagai upaya pencegahan stunting.
Indonesia Gelap, sebenarnya bukan meng-olok-olok suasana “gelap” (keterpurukan masif) di Indonesia. Melainkan “gelap” informasi tentang Inpres Nomor 1 Tahun 2025. Tidak ter-komunikasi-kan secara baik. Terutama perbedaan visi pemotongan anggaran oleh Presiden, dengan realita di Kementerian sampai di daerah. Pada level atas, dinyatakan pemotongan dilakukan pada anggaran berbagai seremonial, rapat-rapat, dan kunjungan kerja.
Begitu pula berbagai “kajian” dan FGD (Focus Group Discussion) yang dilakukan di berbagai Kementerian, Dinas di daerah, DPR, dan DPRD, hampir seluruhnya tidak memiliki nilai manfaat. BEM SI juga menuntut berbagai kunjungan kerja, studi banding antar-daerah, dan luar negeri bisa dilakukan secara daring. Begitu pula nomenklatur monitoring dan evaluasi (Monev) antar-kota, dan antar-propinsi, bisa dilakukan secara daring. Nilai efisiensi-nya sangat tinggi.
Efisiensi Belanja APBN dan APBD yang dicetuskan presiden Prabowo, perlu dikomunikasikan secara baik. Sehingga anggaran yang telah dialokasikan untuk berbagai program fasilitasi rakyat, tidak dikurangi. Termasuk pembangunan infrastruktur mendukung swasembada pangan. Antara lain berupa saluran irigasi tersier. Juga mekanisasi alsintan (alat dan mesin pertanian), dan pupuk dan benih bersubsidi.
Minimnya sosialisasi tentang Inpres Nomor 1 Tahun 2025, menyebabkan muncurnya (tagar) #Indonesia Gelap, dengan berbagai ciutan. Bisa jadi narasi ciutan yang salah, seolah-olah pengurangan anggaran “pukul rata.” Termasuk dugaan anggaran yang akan digunakan untuk mendirikan Badan Pengelola Investasi (BPI) Danatara. Sejalan dengan pengesahan (4 Pebruari 2025) perubahan ketiga UU Nomor 19 Tahun 2003 Tentang BUMN.
Namun prinsipnya, pemerintah tidak bisa “semau gue” mengubah nominal dan alokasi anggaran dalam APBN. Karena seluruh dokumen yang berisi struktur, nominal, alokasi dan nomenklatur, telah menjadi undang-undang (UU) APBN. Telah diatur dalam konstitusi (UUD) dalam beberapa pasal. Bahwa perubahan UU wajib melalui persetujuan DPR. Kini beberapa Kementerian dan Lembaga Negara, mulai mengkhawatirkan dampak efisiensi. Sekaligus “melapor” kepada DPR untuk menambah anggaran setelah efisiensi.
Kelaziman dalam penentuan per-angka-an alokasi anggaran Kementerian dan Lembaga, dilakukan dala rapat bersama Komisi-komisi di DPR. Biasanya, Kementerian dan Lembaga, mengajukan per-angka-an untuk dibahas. Pada ujungnya Komisi-komisi di DPR-RI bisa menambah, dan mengurangi ajuan pemerintah. Prosedur wajib pengajuan anggaran (berkait UU APBN) diatur dalam konstitusi.
——— 000 ———