Oleh :
Ariq Wahyu Eka Putra (1), Eka Wahyu Muria Ningsih (2), Frisca Asri Qorilia (3)
Ketiga penulis adalah mahasiswa Prodi Ilmu Komunikasi Untag Surabaya
Kesenian merupakan sarana yang digunakan untuk mengekspresikan rasa keindahan dalam diri manusia. Indonesia kaya dan cukup unggul dalam kesenian di bidang budayanya. Setiap daerah memiliki kesenian menonjol yang selalu menjadi ciri khas mereka. Salah satu daerah yang selalu mengembangkan kesenian mereka hingga menjadi ikon kota tersebut adalah Ponorogo.
Ponorogo merupakan salah satu kota dalam provinsi Jawa Timur yang terkenal dengan kebudayaan mereka yaitu reog. Reog merupakan seni pertunjukan tari yang menampilkan beberapa tarian, antara lain Pembarong, Bujang Ganong, Jathil, Klono Sewandono, dan Warok. Reog sudah menjadi salah satu tradisi yang bertujuan untuk menjalin silaturahmi masyarakat Ponorogo. Budaya ini selalu dikembangkan oleh setiap desa di Ponorogo. Mereka memiliki model dan caranya sendiri-sendiri untuk tetap melestarikan kebudayaan ini.
Desa Bedingin merupakan salah satu desa di Kecamatan Sambit, Kabupaten Ponorogo, yang memiliki ciri khas sendiri dalam mengembangkan kesenian reognya. Desa Bedingin mengusung tema reog jaman dulu untuk ditampilkan lagi di jaman sekarang. Kesenian reog tersebut dinamakan reog sepuh. Menurut pernyataan Sekretaris Desa Bedingin Ponorogo, munculnya reog sepuh berawal dari sebuah penelitian mahasiswa tentang perbedaan Jathil Lanang jaman dulu dan jaman sekarang. Hal tersebut menjadi pemantik Desa Bedingin untuk ikut mencari tahu perbedaannya, tapi bukan hanya Jathil Lanang. Mereka mengikutsertakan rangkaian kesenian reog seperti Dadak Merak, Bujang Ganong dan Jathil untuk dicaritahu perbedaannya juga. Dan hasil menunjukkan bahwa, terdapat perbedaan dari segi seni tari, seni musik dan penampilan. Dari situ, pihak Desa Bedingin berencana untuk kembali menampilkan seni reog jaman dulu dengan mengundang para pelaku reog jaman dulu. Salah satu pelaku reog jaman dulu yang tampil sebagai pembarong, pada saat itu tidak memungkinkan untuk mengangkat Dadak Merak dengan giginya, dan diganti dengan topeng. Dari penampilan tersebut, Desa Bedingin terus melestarikan budaya Reog Ponorogo, yang mereka kemas berbeda dengan reog pada umumnya. Reog Sepuh, sebuah pertunjukan yang tidak hanya mempesona dari segi visual namun juga memiliki makna mendalam dalam kehidupan masyarakat setempat.
Reog Sepuh lahir sebagai bagian dari tradisi leluhur masyarakat Ponorogo yang kaya akan mitos dan kepercayaan spiritual. Menurut cerita yang turun-temurun, Reog Sepuh memiliki kisah tentang keberanian, kekuatan, dan kesetiaan yang menjadi nilai utama dalam kehidupan sehari-hari. Pertunjukan ini secara tradisional dikaitkan dengan upacara-upacara adat seperti perayaan hari besar atau upacara keagamaan yang memperingati nenek moyang atau pahlawan lokal.
Reog Sepuh menjadi ciri khas dari Desa Bedingin dan mengundang daya tarik masyarakat luar termasuk Dinas Pariwisata. Hal ini menjadi upaya masyarakat Desa Bedingin untuk membuat kesenian reog terus dikenal dan tidak terluapakan. Reog Sepuh hanya ditampilkan di acara-acara tertentu saja, karena sebagian besar pelaku reog sudah berumur tua. Namun, Desa Bedingin berniat untuk meregenerasi para pemain Reog Sepuh dengan mengadakan perekrutan untuk para pemuda. Reog sepuh sebagai pembeda antara penampilan reog jaman dulu dan jaman sekarang memang perlu untuk terus dilestarikan. Di tengah arus modernisasi dan perubahan zaman, Reog Sepuh tetap teguh berdiri sebagai warisan budaya yang membanggakan dari Desa Bedingin, Ponorogo.
Pertunjukan Reog Sepuh tidak hanya sekadar tarian atau pertunjukan kesenian biasa. Ia melibatkan berbagai elemen yang saling melengkapi, mulai dari tari-tarian yang dramatis hingga kostum-kostum yang megah dan simbol-simbol mistis. Puncak dari pertunjukan ini adalah kemunculan singa barong yang besar, yang dipimpin oleh seorang warok yang merupakan sosok utama dalam Reog Sepuh. Singa barong ini merupakan simbol kekuatan dan ketangguhan, serta dianggap sebagai penjaga atau pelindung masyarakat.
Setiap elemen dalam Reog Sepuh memiliki makna dan simbolisme tersendiri. Misalnya, singa barong yang besar melambangkan kekuatan dan keberanian, sementara warok yang memimpinnya mewakili kebijaksanaan dan kepemimpinan. Juga, penari-penari wanita yang mengelilingi singa barong dianggap sebagai para bidadari atau penjaga spiritual yang mengiringi perjalanan singa barong tersebut. Kostum-kostum yang dipakai oleh para penari dan warok juga kaya akan ornamen dan hiasan-hiasan yang tidak hanya memperindah penampilan mereka tetapi juga mengandung makna filosofis yang dalam.
Tidak hanya dari segi visual, Reog Sepuh juga menghadirkan aspek musik yang sangat khas. Musik yang mengiringi pertunjukan ini disebut sebagai gamelan, yaitu sebuah ensemble musik tradisional Jawa yang terdiri dari berbagai instrumen seperti kendang, gong, saron, dan bonang. Musik gamelan ini tidak hanya sebagai pengiring tetapi juga memiliki peran penting dalam menciptakan atmosfer dan nuansa yang sesuai dengan tema dan emosi yang ingin disampaikan dalam setiap adegan pertunjukan Reog Sepuh.
Meskipun begitu berharga, Reog Sepuh tidak luput dari tantangan. Perubahan sosial, ekonomi, dan politik yang dapat mempengaruhi keberlangsungan pertunjukan ini di masa depan. Namun, berkat upaya dari masyarakat setempat, terutama para seniman dan budayawan, upaya untuk melestarikan dan mengembangkan Reog Sepuh terus dilakukan. Harapan untuk masa depan adalah agar Reog Sepuh tetap dapat dinikmati oleh generasi mendatang dan menjadi kebanggaan yang abadi bagi masyarakat Ponorogo.
Reog Sepuh tidak hanya memukau mata tetapi juga menyentuh hati dengan kekuatan maknanya. Sebagai bagian dari warisan budaya Indonesia, Reog Sepuh memberikan pelajaran tentang kekuatan kolektif dan keindahan tradisi yang harus dijaga dan dilestarikan untuk masa depan yang lebih baik. Dengan demikian, melalui perayaan Reog Sepuh, kita dapat merayakan kekayaan budaya Indonesia dan menghormati perjuangan leluhur kita dalam melestarikan kearifan lokal yang tak ternilai harganya.
———— *** ————-