Presiden memerintahkan menggunakan metode kearifan tradisional “Lumbung Pangan”dimulai dari tingkat desa. Bahkan setiap kabupaten dan kota bisa swasembada pangan. Bukan sekadar beras, melainkan diversi (berbagai jenis) bahan pangan khas daerah. Instruksi diberikan kepada jajaran Kementerian Pangan, dan jajaran terkait untuk mencapai swasembada pangan. Kementerian Pertanian bertekad swa-sembada beras pada tahun (2025) ini. Walau masih diragukan karena berbagai kendala ke-iklim-an.
Serasa “percaya tak percaya,” Presiden Prabowo Subianto, bertekad menghentikan impor beras. Walau bukan tekad yang muluk-muluk, tetapi tahun 2024, menjadi catatan impor beras yang semakin deras! Pemerintah menambah kuota impor, sampai 5 juta ton. Stop impor beras tergolong lompatan prestasi.Swasembada pangan merupakan pondasi uatama keberlangsungan bangsa. Negara wajib menjamin ketersediaan pangan, sesuai mandat konstitusi.
Kewajiban pangan tercantum dalam UU Nomor 18 Tahun 2012 Tentang Pangan. Khususnya pada pasal 13, dinyatakan, “Pemerintah berkewajiban mengelola stabilitas pasokan dan harga Pangan Pokok, mengelola cadangan Pangan Pokok Pemerintah, dan distribusi Pangan Pokok untui mewujudkan kecukupan Pangan Pokok yang aman dan bergizi bagi masyarakat.” Nyata terdapat mandat melalui frasa kata, “mengelola cadangan Pangan Pokok Pemerintah ….”
“Cadangan Pangan Pokok Pemerintah,” tak lain, lumbung pangan. Yakni menyisihkan sebagian hasil panen, setelah perhitungan kecukupan konsumsi.Lumbung Pangan, bertujuan sebagai cadangan sebagai antisipasi musim mendatang yang buruk. Sekaligus sebagai stabilisasi harga. Karena pasokan pangan yang berlebihan di pasar, niscaya menyebabkan penurunan harga pangan. Sehingga pasokan disesuaikan dengan kebutuhan melalui kontrol Lumbung Pangan.
Instruksi Presiden bukan sekadar perintah. Bahkan sampai dikutip ajaran agama, Presiden menyatakan, “Tujuh tahun baik dan tujuh paceklik, ya tujuh tahun yang tidak baik. Pada saat tujuh tahun baik, kita persiapan nanti ada tujuh tahun yang tidak baik, kita siap. Alam juga harus kita hadapi dengan baik.” Yang dimaksud Presiden Prabowo Subianto, adalah ajaran agama, yang tercantum dalam Al-Quran, surat Yusuf (12:47-48). Merupakan takwil (tafsir) mimpi berdasar wahyu Ilahi.
Secara tekstual Al-Quran, surat Yusuf (12:47-48), menyatakan, “Dia (Yusuf) berkata, “agar kamu bercocok tanam tujuh tahun (berturut-turut) sebagaimana biasa; kemudian apa yang kamu tuai hendaklah kami biarkan ditangkainya kecuali sedikit untuk kami makan. Kemudian setelah itu akan datang tujuh (tahun) yang sangat sulit, yang menghabiskan apa yang kamu simpan untuk menghadapinya (tahun sulit), kecuali sedikit dari apa (bibit gandum) yang kamu simpan.”
Selaras dengan arahan Presiden, sektor pertanian wajib siapa menghadapi perubahan iklim (Climate change). Seperti gejala La-Nina(musim hujan ekstrem), yang menerpa wilayah Sumatera Bagian Utara (Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat). Begitu pula kewaspadaan untuk gejala El-Nino (musim kemarau dengan kekeringan ekstrem). Maka Lumbung Pangan, menjadi metode kewaspadaan. Sekaligus menjadi kalkulasi ketersediaan pangan
Panen selama tahun 2025 diperkirakan menghasilkan beras sebanyak 34,77 juta ton. Bisa jadi tidak memenuhi pengharapan. Karena terdapat 70 ribu hektar sawah rusak, akibat bencana di seantero Sumatera bagian utara. Setara dengan panen gabah sekitar 280 ribu ton (sekitar 200 ribu ton setara beras). Bahkan sebanyak 11 ribu harus “dicetak ulang.”Di sebagian wilayah di Jawa juga banyak sawah gagal panen karena diterjang banjir. Namun diharapkan masih cukup memenuh konsumsi beras tahun 2025,diperkirakan sebanyak 31 juta ton.
Bencana menjadi hikmah ke-pertani-an, dengan kewajiban mewujudkan lumbung pangan, mulai tingkat desa hingga nasional. Tetapi pemerintah masih berkewajiban me-modernisasi alat dan mesin pertanian untuk me-minimalisir ongkos produksi.
——— 000 ———


