25 C
Sidoarjo
Monday, September 16, 2024
spot_img

Polemik Kebijakan Cleansing Guru Honorer


Oleh :
Ani Sri Rahayu
Dosen Civic Hukum dan Trainer P2KK Univ. Muhammadiyah Malang

Dunia Pendidikan saat ini dikejutkan dengan cleansing atau pemberhentian guru honorer. Lebih mengejutkan lagi, cleansing guru honorer dilakukan secara mendadak dan tanpa surat. Dan, pemberlakukan sistem cleansing atau pembersihan guru honorer awal terjadi di Pemerintah Daerah Khusus Jakarta (DKJ). Sontak, kebijakan cleansing guru itupun kini tengah menjadi sorotan publik. Pasalnya, melalui kebijakan tersebut, banyak guru honorer di Jakarta yang diberhentikan secara sepihak oleh dinas pendidikan, bahkan beberapa guru honorer yang dipecat ada yang sudah mengajar lebih dari 10 tahun.

Kebijakan cleansing ini, seolah menandakan bahwa pemerintah mengabaikan hak dan kondisi ekonomi, psikologis dan sosiologis dari guru honorer. Melalui kata lain, cleansing terhadap guru-guru honorer mengindikasikan bahwa kebijakan cleansing ini tidak manusiawi dan bisa dibilang sangat diskriminatif.

Fenomena ‘pengusiran halus’ para guru honorer
Penggunaan istilah ‘Cleansing’ sangat problematis dan tidak menghormati martabat guru sebagai tenaga pendidik. Bahkan, istilah Cleansing ini memposisikan guru seperti objek yang mengganggu, padahal mereka adalah manusia yang telah memberikan kontribusi besar dalam proses pendidikan. Menjadi logis adanya, jika kebijakan yang disebut ‘Cleansing Guru Honorer’ di beberapa daerah di Indonesia, terutama di DKI Jakarta, telah memicu kekhawatiran serius dari berbagai pihak.

Melalui kebijakan tersebut, banyak guru honorer di Jakarta yang diberhentikan secara sepihak oleh dinas pendidikan, bahkan beberapa guru honorer yang dipecat itu ada yang sudah mengajar lebih dari 10 tahun. Kebijakan cleansing ini mempertandakan bahwa pemerintah justru mengabaikan hak dan kondisi ekonomi, psikologis dan sosiologis dari guru honorer. Pasalnya, kebijakan cleansing dilakukan tanpa surat, namun melalui broadcast verbal dan nonverbal atau pengurangan jam mengajar.

Berita Terkait :  Indonesia Menuju Merdeka dari Pengangguran

Berangkat dari kenyataan itulah, justru mudah tersimpulkan bahwa pemerintah melalui kebijakan cleansing justru seolah melakukan upaya untuk mengusir guru-guru honorer dari sekolah dengan cara halus. Terlebih, hal tersebut terjadi menjelang kedatangan guru PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja). Ironinya, para guru ini disodorkan formulir cleansing oleh kepala sekolah yang menyatakan mereka mundur dari dan harus mencari pekerjaan lainnya. Bahkan, realitas Cleansing guru honorer tersebut bisa dipastikan beruntun bisa berpotensi terjadi pada sekolah negeri di berbagai daerah di seluruh Indonesia. Meskipun, sejauh ini penerapan kebijakan cleansing guru honorer baru ditemui di Jakarta.

Sehingga, besar kemungkinan jika kebijakan cleansing guru honorer benar-benar diterapkan di seluruh daerah di Indonesia maka bisa ratusan guru honorer yang akan terdampak. Artinya, jumlah terdampak Cleansing bisa sampai ratusan bahkan ribuan. Kondisi guru honorer saat ini sungguh kasihan. Cleansing menjadi pembawa maut bagi nasib guru honorer.

kaji ulang kebijakan cleansing
Upaya pemerintah untuk mewujudkan pendidikan berkualitas menjadi perhatian khusus dalam upaya menciptakan generasi unggul dimasa yang akan datang. Sekaligus, menyimpan dilemma tersendiri bagi guru honorer di tanah air. Secara regulasi memang aturan meniadaan guru honorer tertera jelas, bahwa praktik kebijakan cleansing guru honorer tidak sesuai amanat Undang-undang Guru dan Dosen Nomor 14 tahun 2005. Penyelenggaraan kebijakan ASN, harusnya berlandaskan asas kepastian hukum, profesionalitas, proporsionalitas, hingga keterbukaan.

Berita Terkait :  Dari Pajak untuk Membangun Generasi Emas Indonesia

Namun, faktanya di negeri ini memang tidak bisa dipungkiri masih banyak adanya peluang guru honorer di sekolah-sekolah di tanah air. Padahal, jika merujuk dari regulasi yang ada pemberdayaan guru harus dilakukan secara demokratis, berkeadilan, tidak diskriminatif, dan berkelanjutan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia (HAM).

Sedangkan, kini ironis tanpa himbauan pemerintah melalui contoh yang terjadi di di Pemerintah Daerah Khusus Jakarta justru terjadi Cleansing secara sepihak, justru langkah tegas Disdik DKI tersebut malah memicu perdebatan di tengah masyarakat. Ada yang mendukung langkah ini sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan, namun ada juga yang menyoroti dampak sosial dari pemecatan ratusan guru honorer. Sehingga, realitas tersebut bisa dibilang bahwa guru honorer adalah korban dari gagalnya negara menciptakan seleksi yang memenuhi kebutuhan tenaga pendidik untuk penyelenggaraan pendidikan Indonesia. Jika, langkah pembersihan data guru honorer ini dilakukan untuk meningkatkan mutu dan kompetensi pengajar mestinya, pemerintah menyiapkan teknis yang lebih humanis sehingga meninggalkan dampak yang positif. Detailnya, berikut beberapa langkah yang sekiranya perlu dilakukan pemerintah agar kebijakan cleansing guru honorer tidak meninggal duka dan lara guru honorer.

Pertama, pemerintah melalui Dinas Pendidikan (Disdik) bisa mengkalkulasikan masa lama pengabdian para guru honorer serta prestasi yang dimilikinya.

Kedua, mutu serta kompetensi dari tenaga pengajar honorer idealnya perlu menjadi prioritas untuk ditata, karena melalui sentuhan serta pola mengajar dari guru honorer tersebut dapat langsung terlihat dan dibuktikan melalui prestasi yang dapat diraih oleh siswa/i di sekolah.

Berita Terkait :  Menciptakan Budaya Hidup Sehat di Lingkungan Sekolah

Ketiga, seharusnya guru honorer yang sudah mengajar cukup lama harus dihargai, dihormati dan diperjuangkan untuk menjadi guru P3K, bukan justru dipecat.

Melalui ketiga langkah agar kebijakan cleansing guru honorer tidak meninggalkan kesedihan para guru honorer dan menambah angka pengangguran, maka besar harapan pemerintah bisa mengkaji ulang kebijakan cleansing ini. Agar kemungkinan yang bisa berdampak pada gangguan mental dan social di tegah guru honorer bisa diantisipasi. Sebab bagaimanapun kebijakan cleansing ini tidak hanya merugikan guru tapi juga satuan sekolah dan siswa.

———— *** —————

Berita Terkait

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Follow Harian Bhirawa

0FansLike
0FollowersFollow
0FollowersFollow
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Berita Terbaru

spot_imgspot_imgspot_img