Oleh :
Ani Sri Rahayu
Dosen Civic Hukum dan Trainer P2KK Univ. Muhammadiyah Malang
Seiring makin massif dan canggihnya teknologi, serta kompleksnya tindak korupsi yang terjadi di lintas negara, multiyurisdiksi serta pelibatan penggunaan teknologi mutakhir menjadikan penanganan korupsi sulit untuk terselesaikan secara menyeluruh di Tanah Air. Oleh sebab itu, bangsa dan negeri ini butuh upaya bersama yang lebih sistemik dan massif dalam memanfaatkan teknologi terkini untuk mencegah tindak pidana korupsi.
Skor IPK Indonesia
Korupsi merupakan kejahatan luar biasa yang menghambat pembangunan, merusak perekonomian bangsa, dan menyengsarakan rakyat. Dalam upaya pemberantasan korupsi yang semakin canggih dan kompleks, dibutuhkan sinergi dari berbagai pihak dengan memanfaatkan teknologi terkini. Sehingga, menjadi logis jika bangsa dan negeri ini perlu menghadirkan upaya bersama yang lebih sistemik untuk mencegah tindak pidana korupsi.
Terlebih, peringkat RI merosot dalam pemberantasan korupsi. Skor Indeks Persepsi Korupsi (IPK) atau Corruption Perception Index (CPI) Indonesia 2023 ternilai stagnan, ada di angka 34 pada tahun 2014 dan 2023. Dengan stagnasi tersebut, peringkat RI merosot lima tingkat dari 110 menjadi 115 dari total 180 negara. Padahal, IPK Indonesia pernah memperoleh skor tertinggi sepanjang sejarah, yakni berada di angka 40 pada 2019 atau setelah satu periode kepemimpinan Presiden Jokowi. Namun, angka tersebut kemudian terjun bebas pada 2022 menjadi 34.
Stagnasi skor CPI tahun 2023 memperlihatkan respon terhadap praktik korupsi masih cenderung berjalan lambat bahkan terus memburuk akibat minimnya dukungan yang nyata dari para pemangku kepentingan. Kecenderungan abai pada pemberantasan korupsi ini semakin nyata dan terkonfirmasi sejak pelemahan KPK, perubahan UU MK dan munculnya berbagai regulasi yang tidak memperhatikan nilai-nilai integritas, serta tutup mata terhadap berbagai praktik konflik kepentingan.
Itu artinya, secara umum masih sedikit upaya pemberatasan korupsi di sektor publik. Hal ini terkonfirmasi dari CPI bahwa korupsi sebagai masalah yang sangat serius.
Terlebih, seiring dengan semakin tingginya angka korupsi yang terjadi di Tanah Air maka sebagai bentuk penyesuaian zaman teknologi, maka pencegahan korupsi berbasis teknologi, adalah langkah yang meski mendapat perhatian seksama oleh semua pihak. Artinya, tidak hanya pemerintah namun masyarkat pun urgen terlibat dalam pencegahan korupsi.
Melalui evaluasi secara menyeluruh saja tidaklah cukup, namun juga diperlukan penguatan sistem pencegahan tindak pidana korupsi, termasuk di dalamnya peningkatan kualitas sumber daya manusia aparat penegak hukum, sistem pengadaan barang dan jasa, serta berbagai urusan perizinan berbasis digital. Dilanjutkan regulasi di level undang-undang perlu diperkuat, terutama terkait undang-undang perampasan aset tindak pidana korupsi dan sekaligus memberikan efek jera kepada para pejabat yang melakukan korupsi.
Selain itu, sistem peradilan hukum mesti tegas dan konsisten diterapkan. Artinya, peradilan hukum meski dapat menghukum pelaku kejahatan dan menjaga otoritas pemerintah tetap terkendali. Pasalnya, ketika keadilan bisa “dibeli” atau diintervensi secara politik, maka rakyatlah yang berpotensi menjadi korban yang menderita. Untuk itu, para pemimpin harus menaruh perhatian serius dan menjamin independensi lembaga-lembaga yang menegakkan hukum untuk memberantas korupsi. Hal tersebut, urgent terperhatikan jika tidak besar kemungkinan potensi korupsi akan terus berkembang.
Solusi inovatif
Korupsi merupakan penyakit kronis yang menggerogoti sendi-sendi bangsa dan menghambat pembangunan. Untuk itu, meski jujur terakui secara kolektif bahwa era disrupsi teknologi dan turbulensi data informasi sekarang telah mampu menghadirkan tantangan baru dalam pemberantasan korupsi. Teknologi digital, di satu sisi, menawarkan peluang untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas, namun di sisi lain membuka celah baru untuk korupsi. Menjadi logis jika, melalui situasi ini Pemerintah meski terus bisa konsisten dan berkomitmen serta berupaya melakukan pencegahan dan pemberantasan korupsi.
Di dunia serba digital ini pemberantasan korupsi menghadapi berbagai tantangan. Di satu sisi, teknologi digital telah membuka celah baru untuk korupsi. Teknologi seperti internet, e-commerce, dan mobile banking membuka peluang untuk suap online, penggelapan dana elektronik, penyalahgunaan data pribadi, maupun bentuk-bentuk penyalahgunaan lain. Di sisi lain, pemberantasan korupsi semakin kompleks di tengah disrupsi teknologi dan turbulensi data informasi sehingga membutuhkan pendekatan inovatif demi efektivitas dalam upaya pemberantasan korupsi. Berikut inilah beberapa langkah konkret sebagai tindakan pencegahan korupsi di era digital.
Pertama, pentingnya memperkuat sistem pencegahan tindak pidana korupsi seperti peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) aparat penegak hukum, sistem pengadaan barang dan jasa, serta urusan perizinan berbasis digital berupa Online Single Submission.
Kedua, pentingnya penguatan regulasi di level undang-undang (UU) untuk mencegah tindak korupsi. Seperti UU Perampasan Aset Tindak Pindana dan UU Pembatasan Transaksi Uang Kartal, meski segera diselesaikan karena ini adalah sebuah mekanisme untuk pengembalian kerugian negara dan sekaligus sebagai salah satu cara yang bisa digunakan untuk memberikan efek jera. Sekaligus, berguna untuk mendorong pemetaan transfer perbankan. Sehingga, dari situ pemetaan transfer perbankan bisa lebih transparan dan akuntabel.
Ketiga, meningkatkan ketersediaan kapasitas lembaga hukum dan SDM penegak hukum. Pasalnya, hingga kini keterbatasan kapasitas lembaga penegak hukum menjadi tantangan tersendiri. Lembaga penegak hukum belum sepenuhnya siap menghadapi kompleksitas korupsi di era digital sehingga membutuhkan peningkatan kapasitas dalam hal teknologi dan sumber daya manusia.
Melalui ketiga solusi inovatif tersebut diatas, maka besar kemungkinan pemberantasan korupsi di era disrupsi teknologi dan turbulensi data informasi bisa diminimalisir dengan menghadirkan pula pendekatan yang komprehensif. Selain itu, Pemerintah bersama masyarakat juga perlu meningkatkan kesadaran akan bahaya korupsi dengan cara aktif dalam mengawasi kinerja Pemerintah. Artinya, ikhtiar pemberantasan korupsi meski tersadari bukan hanya sebatas pada aparat, undang-undang, fasilitas, dan prasarana yang diperkuat atau diperbaiki, tetapi juga melibatkan kesadaran hukum masyarakat dan budaya hukum masyarakat sebagai komponen yang saling menguatkan.
————- *** —————-