Program Kampus Mengajar Angkatan 7 (KM 7) di SMP Islam Watestanjung di Kabupaten Gresik dengan menerapkan kebiasan literasi 15 menit sebelum pembelajaran, melalui program baberlim.
Gresik, Bhirawa.
Literasi sering kali dianggap para siswa membosankan. Banyaknya teks membuat minat literasi siswa menurun. Kondisi tersebut menjadi tantangan dalam merancang program penguatan literasi bagi para mahasiswa yang ikut program Kampus Mengajar angkatan 7 di SMP Islam Watestanjung, Gresik Jawa Timur. Fokus utama program yaitu penguatan literasi dalam kehidupan sehari-hari.
Ketua tim Kampus Mengajar angkatan 7 SMP Islam Watestanjung Cicik Permatasari menjelaskan literasi bukan hanya dilakukan dalam kelas dengan membaca buku lalu merangkum hasil bacaan tersebut dan biasanya terdapat pada mata pelajaran Bahasa Indonesia.
“Literasi dapat kita terapkan pada kehidupan sehari-hari dan dalam semua mata pelajaran. Contoh program yang dilakukan ialah pembiasaan literasi 15 menit sebelum pembelajaran dimulai. Program ini merupakan kolaborasi bersama guru penggerak dan guru mata pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) untuk implementasi literasi di luar kelas,” jelas Cicik yang juga mahasiswa Prodi Ilmu Komunikasi Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Surabaya ini.
Program yang dirancang tersebut jelas Cicik, diberi nama baberlim, kepanjangan dari berbaris, berdoa, salim.
Diawali seluruh siswa berbaris di lapangan lalu berdoa dengan membaca surat-surat pendek dan doa sebelum belajar. Selanjutnya siswa berbaris memanjang untuk salim kepada bapak ibu guru. Dampak dari program ini bukan hanya pada kebiasaan literasi siswa namun juga pada adab dan kedisiplinan siswa. Siswa yang tidak memakai atribut lengkap akan mendaptkan hukuman untuk memimpin doa didepan teman-temannya.
Selain itu, tim Kampus Mengajar angkatan 7 SMP Islam Watestanjung juga berkolaborasi dengan guru mata pelajaran bahasa Indonesia untuk implementasi program literasi dalam kelas, yaitu literasi digital.
Dalam program ini, pembelajaran dikemas menggunakan media digital. Siswa membaca dan menyimak buku bergerak pada website : melalui layar proyektor yang ditampilkan.
“Setelah membaca, kami milih secara random beberapa siswa untuk melakukan refleksi didepan teman-temannya. Pemilihan siswa sesuai dengan jumlah Tokoh sesuai pada buku yang ditampilkan. Selain itu, kami juga membuatkaan game digital untuk mencari 5W+1H, yang terdiri dari who, what, when,where,why dan how,” jelas Cicik.
Program Literasi Digital, juga diimplementasikan pada program RABACA (Rabu Membaca) yang merupakan program guru penggerak yang tidak aktif. Tim KM 7 berkesempatan untuk mengaktifkan kembali program tersebut. RABACA dilaksanakan setiap dua minggu sekali di hari Rabu. Pelaksanaannya sama seperti pada literasi digitla, namun tidak hanya dalam bahasa Indonesia tapi juga mata pelajaran lainnya , seperti Ilmu Pengetahuan Alam, Bahasa Inggris serta Sejarah.
Keberhasilan program ini dibuktikan dari pernyataan Guru Kurikulum SMP Islam Watestanjung Bu Nafi yang mengakui nilai literasi para siswa meningkat.
“Saya cek nilai rapor para siswa, Alhamdulilah ada peningkatan,” ujar Bu Nafi dengan senyum mengembang.
Suksesnya program ini tak lepas dari dukungan pihak sekolah yang menjadi faktor penting. Keterlibatan bapak ibu dewan guru untuk mengkondisikan para siswa agar program ini terimplementasi dengan baik dalam pembelajaran atau diluar pembelajaran sangat berpengaruh. (why.hel)