Surabaya, Bhirawa
Kebijakan jam malam bagi anak yang dikeluarkan Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi mendapat dukungan dari Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) Kota Surabaya.
Organisasi pelajar tersebut menilai, aturan ini bukan sekadar pembatasan, melainkan langkah strategis dalam meminimalisir kenakalan remaja serta memperkuat gerakan pelajar berbasis nilai dan disiplin.
Ketua Umum PD IPM Kota Surabaya, Agung Wahyu Nugroho menyebutkan bahwa pihaknya telah berdiskusi dengan sejumlah elemen pelajar, dan pada prinsipnya sepakat dengan kebijakan Pemkot Surabaya.
“Isu pelajar selama ini kerap diidentikkan dengan tawuran dan perilaku negatif lainnya. Kami dulu sempat diskusi dengan Mas Arif Fathoni untuk menggagas gerakan pelajar anti tawuran. Nah, dengan adanya kebijakan langsung dari Pak Wali kota Eri Cahyadi, kami rasa ini bisa jadi penguat,” ujar Agung, ketika ditemui seusai audiensi dengan wakil ketua DPRD Surabaya Arif Fathoni, Senin (7/7/2025).
Agung menegaskan, IPM sebagai organisasi kader Muhammadiyah siap turut ambil bagian dalam pengawasan di tingkat akar rumput.
Melalui komunitas-komunitas seperti “Pelajar Mengajar” dan “Tutor ASPAS”, IPM berupaya menyediakan ruang-ruang alternatif yang mendidik dan produktif bagi para pelajar.
Kebijakan jam malam ini, menurut Agung, justru membuka peluang untuk mendisiplinkan pelajar dan memperkuat ruang sosialisasi yang sehat.
“Kami memahami pelajar perlu ruang berekspresi. Tapi tanpa pengawasan yang intensif dari keluarga maupun lingkungan, remaja rentan mencari pelarian di tempat yang salah. Maka, kebijakan ini bisa menjadi pagar yang mengarahkan,” imbuhnya.
Sementara itu, Krisna Farisi, Bidang Perkaderan IPM Surabaya menambahkan bahwa urgensi kebijakan ini tampak dari tingginya kasus kenakalan remaja, termasuk tawuran yang melibatkan pelajar di bawah usia 18 tahun.
“Banyak yang terlibat karena latar belakang keluarga yang tidak mendukung, lingkungan yang bising, atau tak adanya ruang diskusi di rumah. Akhirnya mereka keluar dan salah pergaulan,” ujar Krisna.
IPM sendiri selama ini mengembangkan berbagai gerakan edukatif seperti wajib belajar Maghrib-Isya, setoran hafalan Al-Qur’an di tiap Pimpinan Ranting, hingga kajian tematik di komunitas pelajar Muhammadiyah Surabaya.
IPM pun menyatakan harapannya agar kebijakan jam malam anak ini juga dibarengi dengan dukungan dari pemerintah kota dalam konteks untuk aktivitas-aktivitas positif di kalangan pelajar.
“Kami sangat terbuka untuk berdiskusi dan berkolaborasi dengan Pemkot. Harapannya, pengawasan bisa dilakukan lebih seksama dan ruang positif tetap diberikan bagi pelajar yang aktif dan ingin berkembang,” tutup Krisna. [dre.hel]


