Oleh :
Oryz Setiawan
Alumni Fakultas Kesehatan Masyarakat (Public Health) Unair Surabaya
Fenomena yang mengejutkan hasil riset Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Muhammad Reza Cordova menjelaskan bahwa penelitian yang dilakukan sejak 2022 menunjukkan adanya mikroplastik dalam setiap sampel air hujan di ibukota Jakarta. Partikel-partikel plastik mikroskopis tersebut terbentuk dari degradasi limbah plastik yang melayang di udara akibat aktivitas manusia. Kondisi tersebut diperkuat juga dengan hasil Lembaga Kajian Ekologi dan Konservasi Lahan Basah (ECOTON) merilis hasil kajian penelitian terkait kontaminasi mikroplastik di udara 18 kota/kabupaten di Indonesia. Alhasil, Jakarta Pusat menempati posisi pertama sebagai kota dengan kontaminasi mikroplastik tertinggi. Di Jawa Timur, Kota Surabaya menempati ururtan ke-8, Sidoarjo ke-14 dan Malang ke-18. Kedua hasil riset dan kajian ekologis diatas sungguh mengkawatirkan bagi kualitas derajat kesehatan masyarakat. Air hujan yang selama ini dianggap simbol kesegaran ternyata tidak sepenuhnya bersih. Saat ini air hujan selain mengandung uap air sebagai komponen utama atau H2O serta berbagai zat lain yang berupa nutrisi alami seperti nitrogen, magnesium, dan kalium untuk tanaman. Dengan kata lain air hujan memiliki kandungan utama yaitu uap air atau H2O dimana kandungan uap air ini merupakan yang paling dominan dengan persentase sebesar 99,9 persen dan sisanya tergantung pada lapisan atmosfer yang dilaluinya. Namun saat ini proporsi komposisi kandungan air hujan berubah bersifat dominasi zat polutan yang merugikan bagi aktivitas dan kesehatan manusia.
Selain itu, air hujan juga bisa mengandung partikel lain seperti garam, debu, silika, fly ash (abu halus berwarna keabu-abuan yang dihasilkan dari pembakaran batu bara di Pembangkit Listrik Tenaga Uap) dan bahkan mikroplastik. Tingginya kandungan mikroplastik di udara berdampak pada tingginya kadar mikroplastik dalam air hujan, karena air hujan menyerap material di atmosfer udara sehingga mikroplastik yang ada di udara tertangkap air hujan dan larut di dalamnya. Seiring dengan siklus dan proses terjadinya hujan melalui tiga tahap utama: evaporasi (penguapan air dari permukaan bumi akibat panas matahari), kondensasi (uap air naik ke atmosfer, mendingin, dan berubah menjadi awan), dan presipitasi (tetesan air di awan jatuh ke bumi sebagai hujan ketika awan terlalu berat). Proses tersebut terjadi secara alamiah dan natural dalam terbentuknya hujan.
Bahaya Tak Kasat Mata
Tanpa disadari dan secara tak kasat mata, bahwa hampir semua orang telah terpapar bahan mikroplastik yang berasal dari berbagai sumber, termasuk tekstil sintetis, debu kota, ban kendaraan, marka jalan, produk perawatan pribadi, dan plastik yang terdegradasi, termasuk juga produk konsumen juga merupakan sumber utama mikroplastik yang mencemari lautan. Pada saat yang sama, dalam keseharian kita berhubungan dengan produk plastik baik sebagai bahan hidangan (sajian makanan), produk consumen goods, termasuk produk ikan dan bahan pangan dari laut. Mikroplastik merupakan partikel plastik berukuran sangat kecil yang berasal dari berbagai sumber jenis utama: mikroplastik primer (dibuat dalam ukuran kecil) dan sekunder (berasal dari degradasi plastik yang lebih besar). Potensi risiko kesehatan akibat paparan mikroplastik dari hari ke hari kian meningkat seiring dengan peningkatan penggunaan plastik di berbagai lini hingga pembuangan limbah sampah yang terkadang tidak memadai. Dalam sistem jaring-jaring makanan maka bahan mikroplastik dapat masuk melalui berbagai cara seperti air, udara, dan tanah, dan kemudian terakumulasi dalam organisme.
Dalam konteks mikroplastik yang terkandung dalam air hujan memang menarik untuk dikaji karena terkait langsung dengan kebutuhan dasar manusia dimana ancaman krisis air terus membayangi berbagai negara termasuk Indonesia pada masa depan. Bahaya mikroplastik sangat tinggi mengingat jumlah pengguna, frekuensi dan maraknya penggunaan bahan plastik di masyarakat dan tata kelola persampahan yang belum memadai serta diperparah dengan sifatnya yang tak kasat mata (intangible) dan biasanya tegolong penyakit yang tidak bergejala. Mikroplastik ini berawal berasal dari serat sintetis pakaian, debu kendaraan dan ban, sisa pembakaran sampah plastik, serta degradasi plastik di ruang terbuka. Secara kimia, mikroplastik yang ditemukan umumnya berbentuk serat sintetis dan fragmen kecil plastik, terutama polimer seperti poliester, nilon, polietilena, polipropilena, hingga polibutadiena dari ban kendaraan. Siklus plastik kini telah menjangkau atmosfer dimana dapat terangkat ke udara melalui debu jalanan, asap pembakaran, dan aktivitas industri, kemudian terbawa angin dan turun kembali bersama hujan. Proses ini dikenal dengan istilah atmospheric microplastic deposition. Dalam konteks kesehatan bahwa mikroplastik yang terkandung dalam air hujan jelas memberikan dampak buruk pada kesehatan manusia melalui berbagai cara, termasuk gangguan sistem pencernaan, pernapasan, dan saraf, serta meningkatkan risiko penyakit kronis seperti kanker dan gangguan hormonal. Atas sebaran dan luasan seiring dengan lokasi, derasnya dan frekuensi hujan di sejumlah wilayah tanah air. Jika tidak ditangani secara konprehensif maka akan menimbulkan kekhawatiran karena partikel mikroplastik berukuran sangat kecil, bahkan lebih halus dari debu biasa, sehingga dapat terhirup manusia atau masuk ke tubuh melalui air dan makanan.
————– *** —————-


