Sinergitas Pemerintah-Masyarakat Dibutuhkan
Surabaya, Bhirawa
Penyakit mulut dan kuku (PMK) terhadap hewan ternak di Indonesia kembali meningkat. Di Jawa Timur, berdasarkan data Dinas Peternakan Prov Jatim, sepanjang November-Desember 2024, pihaknya menerima 6.072 ternak terpapar PMK. Sebanyak 282 ekor di antaranya mati. Kasus PMK sendiri telah merebak di 30 kab/kota di Jatim.
Terkait hal ini, Pakar virologi dan imunologi Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Prof Dr Fedik Abdul Rantam drh menyebut diperlukan sinergi antara masyarakat dan pemerintah untuk menangani peningkatan kasus PMK di Jatim. “Dalam penanganan virus PMK diperlukan sinergi antara masyarakat dan pemerintah,” kata Prof Fedik, Kamis (9/1).
Prof Fedik menjelaskan perlu pemetaan daerah-daerah yang sudah masuk ke dalam zona merah PMK untuk dilakukan karantina wilayah terhadap ternak yang keluar masuk di daerah tersebut. Selain itu, vaksinasi pada ternak perlu digalakkan untuk meningkatkan imunitas terhadap PMK.
“Pencegahan PMK dapat dilakukan dengan pemberian desinfektan pada kandang untuk membunuh bibit penyakit yang ada di dalamnya. Selain itu perlu vaksin yang tepat yang mana isolat virus yang digunakan berasal dari Indonesia sehingga probabilitas keberhasilan vaksin dalam membentuk imunitas dapat meningkat,” katanya.
Dijelaskan Prof Fendik, penyakit PMK disebabkan oleh virus yang menyebabkan gejala seperti hewan akan mengeluarkan air liur dalam jumlah banyak hingga munculnya luka pada mulut. PMK pada ternak dapat menimbulkan kerugian materi berupa produksi susu yang menurun dan penurunan berat badan ternak yang berakibat pada produksi daging dari ternak. Hal ini dapat menurunkan nilai jual dari hasil komoditas peternakan yang berakibat menurunnya proses jual beli ternak.
Prof Fedik menyampaikan pola penyebaran virus PMK dapat terjadi melalui kontak tidak langsung dari hewan yang sakit ke hewan yang sehat. Interaksi ini dapat terjadi pada peternak yang merawat sapi sakit dan menularkannya ke sapi yang sehat.
“Pada musim hujan kotoran sapi rata rata akan terbawa hujan dan mengalir melalui aliran sungai sampai ke daerah lain. Air yang telah terkontaminasi ini dapat menjadi media bagi penyebaran PMK. Aktivitas jual beli ternak juga dapat meningkatkan risiko penyebaran infeksi ke berbagai daerah,” ungkapnya.
Pola kebersihan kandang yang kurang baik juga dapat menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi penyebaran virus PMK. Selain itu, rendahnya tingkat vaksinasi ternak juga menyebabkan turunnya imunitas ternak sehingga dapat meningkatkan risiko penyebaran virus karena imunitas ternak terhadap virus yang lemah.
Sementara itu, menurut Dosen Pendidikan Biologi UM Surabaya Nur Hidayatullah Romadhon, penyakit PMK disebabkan oleh virus RNA dari kelompok Picornaviridae yang sangat menular dan menyerang hewan berkuku genap seperti sapi, kerbau, kambing, dan domba.
Melonjaknya kasus PMK di Jawa Timur pada awal Desember 2024 hingga mencapai 800 kasus, kata dia, dipicu oleh faktor pancaroba. Ia menilai seperti pada pengalaman sebelumnya, wabah PMK pada tahun 2022, menunjukkan bahwa penyakit ini sangat cepat menyebar ke berbagai daerah, termasuk Jawa Timur, dan salah satu penyebabnya adalah kesalahan dalam antisipasi wabah oleh peternak.
Ia menilai peternak sering mengabaikan pentingnya biosekuriti. Proses disinfeksi kandang, peralatan, dan kendaraan pengangkut hewan ternak jarang dilakukan, sehingga virus dengan mudah menyebar. “Hewan yang sakit sering kali tidak dilaporkan kepada Dinas Peternakan karena kekhawatiran kehilangan penghasilan atau kurangnya pemahaman tentang pentingnya pelaporan dini,” jelasnya.
Faktor lainnya, yakni dari lalu lintas ternak yang tidak diawasi dengan baik turut mempercepat penyebaran virus antar daerah.
Lebih lanjut, kata Dayat vaksinasi hewan ternak masih belum menjadi prioritas banyak peternak, baik karena keterbatasan biaya maupun kurangnya informasi tentang pentingnya vaksinasi rutin. Nutrisi yang buruk juga menjadi salah satu faktor, karena hewan dengan daya tahan tubuh yang rendah lebih rentan terhadap infeksi.
“Minimnya edukasi tentang PMK menyebabkan peternak tidak dapat mendeteksi gejala awal atau mengambil langkah pencegahan yang tepat, sehingga wabah ini sulit dikendalikan,”imbuhnya.
Akibatnya kesalahan-kesalahan ini berdampak besar pada sektor peternakan, baik dari segi kerugian ekonomi maupun dampak jangka panjang terhadap produksi ternak. Sehingga diperlukan edukasi yang lebih intensif, pengawasan ketat, serta kerja sama yang erat antara pemerintah, peneliti, dan peternak. Artinya, penelitian lebih lanjut tentang vaksin yang lebih efektif dan metode pengendalian yang efisien juga sangat penting.
Dayat menegaskan, langkah-langkah seperti vaksinasi massal, peningkatan biosekuriti, serta edukasi dan pendampingan bagi peternak harus menjadi prioritas utama dalam mengatasi wabah ini. “Kolaborasi yang baik antara semua pihak diharapkan mampu mencegah penyebaran PMK di masa depan dan melindungi sektor peternakan yang sangat penting bagi perekonomian daerah,”pungkasnya. [ina.wwn]