Di sebuah rumah sederhana di Desa Tapelan, Kecamatan Kapas, Kabupaten Bojonegoro, terdengar tangis kecil yang tak asing lagi bagi Juli Astutik. Tangisan itu datang karena selang kecil yang menempel di tubuh anaknya bergeser lagi.
Oleh:
Achmad Basir, Kabupaten Bojonegoro
Putra dari pasang suami istri (pasutri) Moch Siswanto (40) dan Juli Astutik (30) bernama Nazril Izzan Khoirulloh, balita 2,5 tahun yang belum bisa menikmati masa kecil seperti teman-teman seusianya, harus menjalani hidup dengan penderitaan sejak hari pertama ia menghirup udara dunia.
Ia lahir dengan kondisi Atresia Ani, kelainan langka yang membuatnya tidak memiliki lubang anus. Sejak itu, hidupnya adalah rangkaian ruang operasi dan kontrol rumah sakit.
Enam kali sudah Nazril dioperasi, termasuk pembuatan anus buatan di salah satu rumah sakit di Kabupaten Kediri. Namun, harapan agar semuanya selesai pasca operasi itu ternyata belum juga datang. Usai operasi, justru masalah baru muncul.
Nazril tak bisa buang air kecil dengan normal. Kateter urin harus dipasang permanen, menjadi satu-satunya jalur keluarnya urin dari tubuh mungilnya.
“Kalau selangnya bergeser, apalagi saat mandi, dia langsung menangis kesakitan. Kadang sampai demam,” tutur Juli Astutik, sang ibu, sambil mengelus rambut anaknya yang tertidur lemas di pangkuannya, Senin (11/8).
Bukan hanya itu. Hasil pemeriksaan medis menunjukkan kedua ginjal Nazril mengalami pembengkakan. Testisnya pun harus dipindahkan lewat operasi karena berada di posisi yang tidak seharusnya. Dan seiring pertumbuhannya, perut Nazril terus membesar, membuatnya kesulitan berjalan.
Ia terhuyung-huyung setiap kali mencoba berdiri, seperti tengah membawa beban tak kasat mata di tubuh kecilnya.
Harapan satu-satunya keluarga Nazril kini tertuju pada RSUD Dr. Soetomo Surabaya, rumah sakit rujukan tempat di mana operasi lanjutan direncanakan.
Namun sejak mendapat surat rujukan pada tahun 2023, belum ada satu pun jadwal operasi yang pasti. Yang ada hanya panggilan kontrol, delapan kali sudah dilakukan, namun tindakan nyata belum datang.
“Katanya antre. Tapi anak saya tidak bisa menunggu terlalu lama. Setiap hari seperti berpacu dengan waktu,” ucap Juli lirih, menahan air mata.
Dalam keterbatasan ekonomi dan rasa lelah yang tak terlihat, keluarga kecil ini terus berharap agar pintu pertolongan dibukakan. Mereka berharap Pemkab Bojonegoro dan pihak-pihak terkait bisa mendengar jeritan halus Nazril yang tertahan oleh selang kateter di tubuhnya.
” Saya cuma ingin Nazril sembuh, Bisa main seperti anak – anak lain, bisa lari-lari, tertawa. Tidak lagi menangis karena sakit,” ucapnya.
Di tengah puluhan anak yang bermain bebas di luar sana, Nazril hanya bisa mengamati dari balik jendela rumahnya. Dengan tubuh mungil dan selang kecil yang menjadi bagian dari hidupnya, ia menanti bukan hanya perawatan medis, tapi juga uluran tangan kemanusiaan. [bas.gat]


