33.9 C
Sidoarjo
Wednesday, October 23, 2024
spot_img

Mete Warisan Leluhur, Gairahkan Warga Desa Doudo dari Kampung Tandus jadi Kampung Mandiri

Oleh:
Achmad Tauriq Imani – Harian Bhirawa

“Alhamdulillah, sekarang ada hasil tambahan dari berjualan mete setelah ada pelatihan dan pendampingan dalam mengolah mete jadi layak jual. Dan harganya bisa sampai 10 kali lipat dari harga sebelumnya yang hanya bisa kami jual berupa mete mentah dengan harga Rp15 ribu perkilonya,” kata Lasmani, salasatu warga Desa Doudo yang memanfaatkan lahan mete miliknya warisan dari orangtuanya.

Desa Doudo (dalam bahasa setempat dilafalkan “Ndhudha”) merupakan salah satu desa yang terletak di kecamatan Panceng dan berbatasan dengan Desa Sekapuk Kecamatan Ujungpangkah di sebelah utara, Desa Gedangan Kecamatan Sidayu di sebelah tenggara dan Desa Wotan Kecamatan Panceng di sebelah barat.

Dengan luas wilayah 102 Ha terbagi menjadi 2 Rukun Warga (RW) dan 6 Rukun Tetangga (RT). Desa ini dihuni oleh sekitar 1.530 jiwa yang terdiri dari laki-laki 778 jiwa dan perempuan 752 jiwa dengan sebagian besar masyarakatnya berprofesi sebagai petani, swasta dan pekerja di luar negeri.

Namun dengan berjalannya waktu, sebagian warga Doudo yang kerja keluar negeri sudah mulai berkurang. Karena tempat tinggalnya kini sudah berubah, dari desa tertinggal dan tandus menjadi desa maju dan berkembang dengan memanfaatkan lahan dan tanaman yang menjadikan desa mandiri, salahsatunya dengan memanfaatkan buah jambu monyet.

“Dulu, sebelum kita paham cara mengelola mete. Mete itu kita jual gelondongan dengan harga murah dan untuk jambunya kita buang. Tapi, sekarang kita bisa jual mete dengan harga Rp150 ribu untuk perkilonya dan untuk jambunya bisa dibuat sirup,” kata ibu dua anak ini.

Menurut ibu Lasmani yang kini memasuki usia 50 tahun ini, mete yang diolahnya ini sudah ada dari dulu dan merupakan warisan dari leluhurnya ini memiliki rasa yang berbeda dengan mete di daerah-daerah lain.

“Mete disini rasanya lebih gurih, untuk itu peminatnya banyak. Apalagi saat mendekati hari Raya, permintaannya banyak hingga 100 kilo dan saya sampai menolak-nolak. Sebelum memasuki bulan Ramadan saja kami sudah tidak menerima pesanan, karena stoknya sudah habis,” ujar Lasmani yang suaminya kini masih bekerja di Malaysia sebagai tukang bangunan.

Dengan memiliki camilan khas mete yang berbeda rasa lebih gurih, membuat pendapatan warga desa Doudo ada peningkatan dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya yang hanya mengandalkan pendapatan dengan bekerja sebagai petani dan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di negara lain.

Mete jadi Icon desa Doudo
Kepala Desa Doudo, Sutomo, S.Pt menerangkan sejatinya mete ini merupakan budidaya yang menonjol dan sudah menjadi icon di desa Doudo. Untuk itu budidaya dan pengelolaan mete ini sudah ada kelompoknya dan ada yang sudah dibina dan menjadi mandiri juga ada. Saat ini jumlah yang mandiri ada empat dan yang keluar dari kelompok ada satu.

Setelah adanya pendampingan, rata-rata perorang bisa mengupas sampai menjadi mete goreng itu 3 kg perharinya. Namun, hasil produksi mete ini tidak bisa dipasarkan keluar kota karena stoknya hanya sedikit. Selain itu mereka tidak berani mengambil mete dari luar desa Doudo.

Jadi awalnya mereka beli mete dengan harga perkilonya Rp20 ribu, mereka beli 5 kg seharga Rp100 ribu selanjutnya setelah diolah dan dikemas lalu mereka menjualnya dengan harga Rp150 ribu perkilonya.

Ditambah lagi, Mete Doudo ini sangat gurih, mungkin karena bentuknya yang kecil ditambah lagi mungkin cara menggorengnya yang berbeda dan saat panen mete itu benar-benar sudah tua yang diambil.

Berita Terkait :  Pemkot Ajak Warga Masifkan Program 'Surabaya Bergerak'

“Jadi mete yang kami jual ini benar-benar mete dari desa Doudo, pernah kita mengambil mete dari luar seperti di Kediri karena tingginya permintaan ternyata pembelinya tahu, kalau ini bukan mete dari Doudo dan akhirnya kita tetap dengan mete Doudo meskipun hanya bisa produksi sedikit dan pertahunnya mete Doudo hanya mencapai 130 ton,” papar pak Kades Sutomo yang sudah menjabat tiga periode.

Pak Kades menambahkan karena Doudo adalah daerah tandus dan 130 ton ini hanya cukup sekali setahun dan itu masih kurang. dulu masih berupa glondongan dan dijual ke Kediri, Mojokerto, Jawa Tengah setelah ada pendampingan baru disimpan dan dikupas sendiri oleh para warga.

Budidaya tanaman mete di desa Doudo pun juga tidak bisa ditambah lagi karena keterbatasan lahan. “Karena keterbatasan lahan maka sudah tidak bisa lagi ditambah bibit baru, pernah dicoba tapi hasilnya jelek dan banyak yang patah-patah berbeda dengan tanaman mete warisan dari leluhur ini,” jelasnya.

Desa Doudo Bertransformasi jadi Desa Mandiri
Sementara itu, dari desa yang tandus dan jauh dari air, kini desa Doudo sudah berubah sehingga bisa dimanfaatkan oleh seluruh warganya bahkan bisa mengundang warga desa lain untuk berkunjung ke desa Doudo.

Karena Doudo kini sudah menggapai mimpinya menjadi Doudo Agro Edukasi Green Village yang terdiri dari edukasi pertanian, EduFun painting, EduFun Cooking, Ecoprint dan Telaga Rena.

Dulu, setiap kemarau warga Doudo sangat kekurangan air seiring mengeringnya telaga RENA. Dan untuk mencukupi kebutuhan air bersih, warga mengambil di tetangga desa.

Sejarah dari telaga RENA pun menarik untuk disimak, hingga muncul nama Doudo. Sebuah tutur tinular menceritakan bahwa seorang pengembara tiap fajar mendengarkan riak-riak air di telaga RENA, serta sesekali terdengar senandung lirih suara Dewi Rani yang membuat penasaran hati sang pengembara.

Terbalut rasa penasaran, sang pengembara mengendap-endap untuk mengintip dan tanpa dia sadari pengembara berucap PODO UDO-PODOUDO karena melihat para Dewi mandi berbalut kain selendang yang transparan.

Untuk itu desa Doudo itu adalah identik dengan gambaran Dou do (telanjang), namun cerita yang sebenarnya adalah nama Desa Doudo ini berasal dari bahasa Kawi, “doh” yang berarti jauh, dan “uda” yang berarti air, mengingat keadaan alam Desa Doudo sendiri yang sulit didapati air tanah.

“Di desa ini ada sebuah telaga, tapi manfaatnya besar bagi warga sekitar. Ya dibuat mandi, buat air minum, untuk nyuci setelah buang hajat juga untuk mandikan hewan peliharaan. Disini dulu tidak ada yang namanya jamban, jadi warga itu bebas mau buang air besar, dimana saja” katanya.

Ditambah lagi, menginjak musim kemarau seperti ini sudah tidak ada air dan adanya air ada ditetangga desa sebelah seperti di desa Sekapuk, desa Gedangan maupun desa Wotan. “Kami terus berupaya bagaimana caranya kalau desa tidak air maka yang ada adalah kekumuhan dan jadi desa tertinggal, karena bagaimanapun tingkat kesehatan pasti rendah,” katanya.

Maka, pada tahun 2017 diputuskanlah untuk mencari air diperbatasan-perbatasan karena diyakini bahwa di desa Doudo masih ada air meskipun jauh dan mendekati perbatasan desa lainnya.

‘Alhamdulillah, di tahun 2018 kita dapat air bersih. Dan seiring kegiatan yang dilakukan ada beberapa tahapan yang harus kami lakukan untuk proses ini. Diawal kami rapatkan bersama bahwa kemajuan desa itu tergantung pada tiga hal dan apabila hal ini terpenuhi maka desa ini akan jadi baik. Yang pertama adalah wajah desa (gapura), kedua adalah jalan, apabila jalan ini sudah bagus semua maka semua kegiatan bisa dilalui dan ketiga yaitu masalah infrastruktur pemerintahan,” tuturnya.

Berita Terkait :  Pemkab Tuban Raih SAKIP Predikat A

Namun, seiring dengan berjalannya waktu desa Doudo sudah bertransformasi menjadi desa mandiri dan membuat masyarakat sekitarnya sadar akan pentingnya kesehatan serta mengolah infrastruktur desa.

Sebelum tahun 2002, desa Doudo merupakan desa tertinggal dengan infrastruktur dan kesehatan yang kumuh. Namun, pada tahun 2002 dimulailah desa Doudo mencari jati diri dengan membangun gapura pada tahun 2003, dilanjut dengan pembangunan jalan lingkungan, poros desa dan usaha tani dari tahun 2003-2010 dan pembangunan kantor desa pada tahun 2008-2013.

Untuk akses kesehatan, desa Doudo mulai melakukan pengadaan air bersih pada tahun 2003-2014, dilanjutkan dengan pembuatan sanitasi pada tahun 2013-2018 dan pada tahun 2014 hingga sekarang desa Doudo mulai fokus terhadap lingkungan.

“Seiring dengan tercapainya program pembangunan infrastruktur dan pencapian akses air bersih, pemerintah desa menginisiasi gerakan masyarakat (GERMAS) yakni ‘PAKAI JAS MERAH’ yang kepanjangannya Pengelolaan Air secara Kreatif Aktif Inovatif Jadikan Sampah Menjadi Berkah,” jelasnya.

Dalam gerakan masyarakat ‘PAKAI JAS MERAH’ ini ternyata dapat membetuk kampung tematik seperti, Kampung e-LINK (Edukasi Lingkungan Inovatif dan Kreatif), Kampung 3R (Reduce, Reuse, Recycle), Kampung Toga, Kampung Sayur, Kampung Sicantik (Siap Cari Jentik Cegah Demam Berdarah Sekarang) dan Kampung Aloevera.

Pendampingan Pertamina EP
Ada sedikit sejarah, kenapa desa Doudo bisa bergandengan tangan dengan Pertamina EP ini adalah kisah yang unik. Bahwasanya proses mencari air dimulai tahun 2002 ketemu tahun 2008 dan tahun 2008 kita mencoba merubah perilaku dari BAB diluar ke BAB di dalam membutuhkan proses panjang hingga 2014.

“Pada tahun 2014 itulah baru bebas dari BAB sembarangan dan pada tahun itu juga desa kami dikategorikan sebaga desa sehat ditambah lagi ada GERMAS ‘PAKAI JAS MERAH’ tadi. Disinilah kami ingin memperkenalkan desa Doudo keluar dari image sebagai desa tertinggal dan kami lakukan berbagai hal dengan mengikuti berbagai lomba ditingkat Kecamatan sampai tingkat Kabupaten,” ujarnya.

Pada tahun 2017, desa Doudo membutuhkan suatu mitra untuk meningkatkan gengsinya ditingkat Provinsi. Dan untuk mengikuti lomba tingkat Provinsi ini membutuhkan suatu pendampingan dan dari PT Pertamina EP Poleng Field inilah yang siap melakukan pendampingan hingga saat ini.

“Sempat ada sedikit masalah dengan warga saat itu, karena di tahun 2017 tidak membawa anggaran sama sekali. Tetapi semua fasilitas yang ada didesa ini diberikan oleh PT Pertamina EP Poleng Field sehingga pada saat itu ada tuduhan bahwa perangkat desa banyak menerima uang karena semua fasilitas diberi tulisan Pertamina. Dan akhirnya kami jelaskan bahwa semua itu butuh kebersamaan dengan adanya kebersamaan maka kita bisa maju bersama,” tandas pak Kades.

Akhirnya lomba ditingkat Provinsi tahun 2018, desa Doudo bisa menyabet 13 lebih penghargaan dan 13 penghargaan tingkat nasional. “Ada beberapa hal yang dilakukan Pertamina kepada desa Doudo, mereka menyampaikan kita harus mempunyai desa yang berbeda dengan desa yang lain yaitu harus membranding bahwasanya desa mempunyai keunggulan dan kebetulan di desa Doudo yang memiliki enam RT ini masing-masing mempunyai produk unggulan sendiri-sendiri,” katanya.

Adapun, kampung yang pertama branding adalah kampung e-LINK bersama PT Pertamina EP Poleng Field yaitu kampung edukasi lingkungan, inovatif dan kreatif. Karena air sudah ada, maka warga mulai melakukan penanaman penghijauan dengan beberapa jenis tanaman, ada sayur, toga, tanaman hias dan tanaman penebu dan itu wajib ada di masing-masing rumah sampai bagus.

Berita Terkait :  Pemkot Gelar Upacara Peringatan Hari Jadi Ke-665 Kota Probolinggo

“Untuk kampung e-LINK ini produk unggulan terbesar ada di IPAL dan pembuatan bioferi plus, disini ada UKM binaan Pertamina yang mampu menjual tutup bioferi dan dijual saat ada kegiatan Provinsi maupun di Gresik itu cepat laku karena disetiap kegiatan harus ada bioferinya dan rata-rata akhirnya ada di kita untuk bioferi,” tegasnya.

Field Manager Pertamina EP Poleng, Kuwat Riyanto menjelaskan program pemberdayaan masyarakat ini merupakan upaya PEP Poleng Field untuk memandirikan masyarakat di wilayah ring 1 perusahaan. Upaya ini juga mendukung agenda internasional Sustainable Development Goals utamanya tujuan 8 Pekerjaan yang Layak dan Pertumbuhan Ekonomi.

“Kami ingin keberadaan kami juga memberikan manfaat sebesar-besarnya untuk pemangku kepentingan, termasuk warga desa di ring 1 sebagai tetangga terdekat kami. Terima kasih atas dukungan pemerintah desa dan masyarakat, dengan hubungan yang harmonis kami dapat menjalankan peran kami dalam menjaga ketahanan energi nasional dengan tenang tanpa gangguan,” jelasnya.

Dengan target menjadi desa yang memiliki lingkungan sehat, ekonomi cerdas dan menjadi desa wisata, PEP Poleng Field mendampingi Desa Doudo sejak Tahun 2018 dengan Branding Kampung Tematik, Program Peningkatan Kapasitas IPAL, Pembentukan Kelompok Ekonomi Kreatif (Mbok Doudo, Wong Doudo Craft dan Bank Sampah), hingga pembuatan Grand Design Pembuatan Wisata Desa Doudo dengan Branding Doudo Agro Edu Green Village.

Selain itu PT Pertamina EP Poleng Field juga mendukung infrastruktur wisata sebagai daya tarik pengunjung diantaranya Pembangunan Green House, Pemanfaatan Telaga Rena dengan pembangunan gazebo, jembatan, flying fox, climb robe, hingga bebek kayuh.

Kolaborasi antara Doudo bersama PEP Poleng Field ini berfokus pada Desa Wisata Edukasi/Doudo Eduwisata (DEWI), dengan target kunjungan dari anak-anak usia dini. Adapun edukasi yang ditawarkan disinergikan dengan potensi alam desa yakni Edukasi Pertanian dengan mengajarkan jenis tanaman sayur, metode penanaman, hingga panen.

Edukasi Pemeliharaan Tanaman secara Organik dengan kegiatan pembuatan kompos, pupuk organik cair (POC), Eco Enzym, hingga Pestisida Nabati, Edu Fun Painting dengan kegiatan melukis kaos, gerabah, hingga cobek.

Edu Fun Cooking dengan kegiatan belajar membuat es krim sayur, membuat olahan aloevera, membuat pisang coklat, dsb. Edu Ecoprint dengan mengajak anak-anak membuat batik ecoprint.

Saat ini, Doudo secara mandiri menawarkan paket wisata edukasi dengan berbagai kategori diantaranya Paket Kangkung dengan harga Rp10.000/Pax, Paket Sawi dengan harga Rp25.000/Pax, Paket Brokoli dengan harga Rp45.000/Pax, Paket Labu Madu dengan harga Rp65.000/Pax.

Selama paket wisata tersebut beroperasi, Doudo mendapatkan peningkatan penghasilan melalui Pokdarwis sebagai pengelola wisata hingga Rp15 juta rupiah tiap bulannya.

Hal inilah yang menjadi tolak ukur keberhasilan program pendampingan PEP Poleng Field yang dilakukan selama 5 tahun pengembangan jati diri Desa Doudo hingga naik status menjadi Desa Mandiri.

Sementara itu, hingga 2024, Desa Doudo telah berhasil mendapatkan serangkaian prestasi dari Kabupaten/Lokal sebanyak 18 penghargaan, Provinsi sebanyak 9 penghargaan, Nasional sebanyak 13 penghargaan.

Selain itu Desa Doudo ditetapkan sebagai 500 Desa Wisata Terbaik oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif dalam acara Anugerah Desa Wisata Indonesia (ADWI) di Jakarta pada 14 April 2024. [*]

Berita Terkait

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Follow Harian Bhirawa

0FansLike
0FollowersFollow
0FollowersFollow
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Berita Terbaru

spot_imgspot_imgspot_img