26 C
Sidoarjo
Thursday, November 21, 2024
spot_img

Menjamin Pancasila Sakti

Filosofi dasar negara Pancasila semakin kokoh memperoleh dukungan segenap rakyat. Walau harus diakui masih terdapat sekelumit minoritas radikal coba berupaya mengganti Pancasila. Tak terkecuali kalangan PNS (Pegawai Negeri Sipil), dan intelektual masih ada yang “berkomplot” mengubah dasar negara. Juga terdapat penafsiran Sila Pancasila secara sepihak, menyimpangi pemahaman umum. Tetapi “musuh” Pancasila bukan harus dibasmi, melainkan wajib dibina.

Pancasila sebagai ideologi negara, sekaligus merupakan cita-cita di-dirikan-nya NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia). Ideologi negara sudah disusun sebelum Proklamasi Kemerdekaan NKRI (17 Agustus 1945). Sebagai dasar negara, Pancasila sejajar dengan Shahifah Madinah (Piagam Madinah, pada zaman Rasulullah SAW), setara dengan Magna Charta, dan sederajat dengan Declaration of Independent. Ia menjadi sumber hukum untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah-darah.

Sebagaimana tercantum tekstual dalam pembukaan UUD 1945 ke-4. Preambule UUD ini tidak dapat diubah oleh siapapun, disebabkan di dalamnya terdapat Pancasila. Juga bagai “satu tarikan nafas” dengan Proklamasi Kemerdekaan NKRI. Maka pembinaan ke-Pancasila-an, terutama wajib dilakukan seluruh penyelenggara pemerintahan. Yakni, Pancasila menjadi timbangan seluruh kebijakan pemerintahan. Terutama akses terhadap keadilan ekonomi sesuai sila ke-5 (Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia).

Juga penegakan hukum, sebagai potret sila ke-2 (Kemanusiaan yang Adil dan Beradab). Serta seluruh kebijakan pemerintah wajib dijamin tidak menimbulkan kegaduhan sosial, yang berpotensi menerabas sila ke-3 (Persatuan Indonesia). Seluruh kebijakan pemerintah wajib “berasa” Pancasila. Bukan sekedar orasi, narasi dan dokumen regulasi. Namun realitanya, masih banyak penyelenggara negara terjebak pragmatisme politik, dan kekayaan.

Berita Terkait :  Jaminan Sosial untuk Pelaku Budaya

Kasus dana Otsus (Otonomi khusus) Papua sebesar Rp seribu trilyun, menjadi bukti pengingkaran Pancasila (sila ke-5). Rakyat Papua (dan Papua Barat) tetap miskin. Paling tertinggal. Bahkan penegakan hukum, menangkap (tersangka) koruptor di Papua, bagai disandera politik ke-suku-an. Begitu pula jabatan publik (politik) masih menjadi “tambang uang” politisi busuk. Sangat banyak Menteri masuk penjara. Juga Kepala daerah (Gubernur, Bupati, dan Walikota) terjebak rente suap dan gratifikasi.

Kalangan DPR, dan RPRD (propinsi serta kabupaten dan kota) banyak pula yang masuk bui karena berburu rente berkait pelaksanaan APBN, dan APBD. Sehingga berdasar survei Litbang Kompas (memperingati Hari Parlemen Nasional), kalangan DPR, dan DPRD memperoleh indeks citra sebesar 55% (terendah kedua). Sama buruk dengan citra partai politik (55%). Nilai citra tertinggi diperoleh TNI (93%).

Di depan televisi, banyak politisi ber-narasi kata-kata buruk, tidak santun. Bagai bermartabat rendah. Sehingga menuai kritik tajam (sampai “disumpahi”) netizen. Sangat banyak politisi menyimpangi sila ke-4 Pancasila, tentang sistem demokrasi. Padahal sile ke-4, nyata-nyata mengajarkan berdemokrasi dengan visi “… hikmah kebijaksanaan.” Maka wajar, citra parlemen (DPR) masih tetap paling rendah diantara Lembaga Negara.

Sampai masa kini, harus diakui, masih terdapat gerakan ideologi laten, musuh Pancasila. Biasanya bersifat plin-plan, karena membonceng asas demokrasi (kerakyatan) yang dijamin Pancasila. Juga ingin mengubah konstitusi (UUD, Undang-Undang Dasar) dengan berlindung di balik UUD pasal 28E ayat (3). Berdalih kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.

Berita Terkait :  Manusia Merdeka

Namun karena tidak sesuai Pancasila pula, setiap gerakan radikalisme (ekstremitas “kiri” dan “kanan”) selalu berakhir kegagalan. Tidak terkecuali kelompok yang memperoleh kekuatan politik cukup besar. Serta memiliki jaringan trans-nasional. Radikalisme “kanan” maupun ekstremitas “kiri” akan selalu memperoleh perlawanan sengit mayoritas rakyat.

Tetapi kesaktian Pancasila, bukan hanya sukses pada ujian percobaan penggantian dasar negara. Melainkan wajib terwujud sebagai potret keseharian menuju cita-cita proklamasi.

——— 000 ———

Berita Terkait

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Follow Harian Bhirawa

0FansLike
0FollowersFollow
0FollowersFollow
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Berita Terbaru

spot_imgspot_imgspot_img