25 C
Sidoarjo
Friday, December 5, 2025
spot_img

Meninjau Ulang Hari Jadi Jawa Timur:Antara Politik dan Sejarah

Oleh
Tidor Arif T. Djati
Pemerhati Kearsipan, Ketua Asosiasi Arsiparis Indonesia Wilayah Jawa Timur, Salah satu penulis buku” Riwayat Hari Jadi Provinsi Jawa Timur”

Setiap tahun, pada 12 Oktober, masyarakat Jawa Timur memperingati Hari Jadi Provinsi Jawa Timur. Peringatan ini mulai dilaksanakan tahun 2008, biasanya meriah dengan upacara, festival, hingga rangkaian kegiatan budaya. Namun, pernahkah kita bertanya mengapa tanggal 12 Oktober yang dipilih? Apakah tanggal itu benar-benar mencerminkan “lahirnya” Jawa Timur sebagai provinsi? Ataukah sekadar hasil keputusan politik semata? Pertanyaan ini penting karena Hari Jadi bukan hanya tanggal seremonial, tetapi simbol identitas kolektif. Bukti-bukti penetapan juga merupakan memori kolektif bangsa Tanggal itu seharusnya mewakili memori sejarah yang kuat, bukan sekadar kesepakatan formal antara eksekutif dan legislatif yang diambil tanpa kajian mendalam.

Hari Jadi vs Hari Lahir
Banyak orang masih mencampuradukkan antara hari lahir dan hari jadi. Hari lahir biasanya merujuk pada momentum administratif-yuridis ketika sebuah entitas resmi dibentuk. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), hari lahir adalah yang bertepatan dengan tanggal dan bulan kelahiran seseorang atau sesuatu. Misalnya, Republik Indonesia “lahir” pada 17 Agustus 1945 karena saat itulah proklamasi dikumandangkan.
Sementara itu, Hari Jadi lebih lentur. Ia bisa dipilih berdasarkan momentum simbolik, politis, atau peristiwa yang dianggap penting bagi terbentuknya identitas suatu daerah. Itulah sebabnya digunakan istilah Hari Jadi, bukan hari lahir. Dengan pemahaman tersebut, maka dalam penentuan Hari Jadi biasanya banyak alternatif pilihan momentum historis dari peristiwa yang terjadi di suatu daerah atau wilayah tertentu.
Momentum tersebut dapat diambil dan didasarkan pada akar peristiwa dengan sudut pandang Indonesia (Indonesia sentris) atau sudut pandang pemerintah Belanda (Neerlando sentris). Meski dalam konteks keindonesiaan, dalam penentuan Hari Jadi lebih banyak menggunakan sudut pandang Indonesia sentris.

Mengapa 12 Oktober?
Tanggal 12 Oktober 1945 dipilih sebagai Hari Jadi Jawa Timur merupakan momentum “boyongan” (bukan tanggal pengangkatan atau pelantikan) gubernur pertama Jawa Timur, Raden Mas Tumenggung Aryo (RMTA) Soerjo dari kantor Residen Bojonegoro ke Gedung Grahadi Surabaya.
Dalam buku Riwayat Hari Jadi Provinsi Jawa Timur (2007) yang dikutip dari arsip Laporan Komisi A DPRD Provinsi Jawa Timur (3 Agustus 2007), penetapan tanggal 12 oktober 1945 adalah momentum pelantikan Gubernur Jawa Timur, memiliki filosofis dan heroik nasionalisme Gubernur Soerjo yang gagah berani menolak permintaan Sekutu (Jendral Mallaby) untuk menyerahkan diri dan datang langsung ke kapal perang mereka, serta merupakan titik tolak bangkitnya rasa nasionalisme.
Namun, jika ditarik ke ranah hukum-administratif, dan historis tanggal tersebut tidak cukup tepat bernilai historis. Jika alasanya ‘boyongan” tidak mungkinkah mulai taggal 19 Agustus – 12 Oktober 1945 Gubernur Soerjo saat ditetapkan sebagai Gubernur tidak melaksanakan tugas-tugas dan kewajibannya sebagai Gubernur Jawa Timur. Di sinilah letak perdebatannya apakah yang dirayakan sebagai Hari Jadi saat ini merupakan momentum administrative, yuridis, historis, atau politis?

Berita Terkait :  Ekonomi Politik Perang Dagang dan Perekonomian Indonesia

Produk Politik, Bukan Kajian Akademis?
Titik tolah tanggal 12 Oktober 1945 sebagai Hari Jadi Jawa Timur berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 6 tahun 2007, tanggal 7 Agustus 2007. Dalam buku Riwayat Hari Jadi Jawa Timur (2007) penetapan 12 Oktober merupakan keputusan politik. Sebagaimana dinyatakan oleh Ketua DPRD Jawa Timur, H. Fathorrasjid: “Meskipun itu persoalan akademis, namun hasil kesepakatan Hari Jadi ini merupakan keputusan politis yang pantas dihargai.” Meski begitu tidak ditemukan catatan bahwa penentuan tanggal tersebut melibatkan penelitian mendalam oleh sejarawan.
Hal ini berbeda dengan pendekatan akademis, di mana penetapan Hari Jadi yang melibatkan 4 Sejarawan (Prof. Dr. Aminuddin Kasdi, Ms., Prof. Dr. Habib Mustofa, Prof. Soenarko Setiohatmodjo, MPA, dan Drs. Ari Sapto M.Hum) melalui kajian arsip, telaah sejarah, dan diskusi public maupun seminar. Tanpa landasan itu, Hari Jadi rentan dianggap sekadar simbol seremonial yang diputuskan sepihak. Pemilihan tanggal 12 oktober setidaknya juga telah muncul demontrasi masyarakat menolak keputusan DPRD yang mengesahkan tanggal 12 Oktober sebagai Hari Jadi.
Keputusan DPRD tersebut mengabaikan hasil kajian ahli (2007) yang mengajukan 11 (sebelas) usulan alternatif tanggal Hari Jadi dari lima masa: (1) Masa Kerajaan Singhasari tanggal, 28 Desember 1255, dengan landasan Prasasti Mula Malurung, yang menginformasikan pembentukan kewilayahan yang yang secara substansial dapat disejajarkan dengan provinsi; (2) Masa Majapahit dengan tiga alternatif, yaitu: tanggal 30 September 1365, momentum peluncuran Kitab Negara Kertagama yang memuat wilayah-wilayah, struktur pemeritahan , peranan daerah-daerah dan lain sebagainya, tanggal 27 Maret 1365 momentum Sidang Kerajaan Raya saat upacara Sheba memperingati 32 tahun kelahiran Hayam Wuruk, dan tanggal 22 Nopember 1447, adanya bukti prasasti Sodokan yang menginformasikan pembagian wilayah Majapahit dibagi dalam 14 Provinsi yang dipimpin Bathara (gubernur); (3) Masa Kerajaan Mataram dengan dua alternatif: tanggal 14 Agustus 1636, momentum Sidang Raya Kerajaan yang menetapkan seluruh Jawa Timur menjadi bagian dari Mataram, tanggal 9 Juni 1641, momentum Sidang Raya Kerajaan yang salah satu dari 5 agenda bahasannya adalah Jawa Timur menjadi wilayah Bang Wetan (disejajarkan dengan Provinsi) dari Mataram; (4) Masa Hindia Belanda, dengan dua alternatif, yaitu: tanggal 1 Juli 1928 momentum dibentuknya Gewest Ooost Java, lengkap dengan wilayah daerah pengawasan (Karesidenan, Kabupaten), Kepala Daerah dan Dewan Daerahnya, dan tanggal 1 Januari 1929 momentum peningkatan status Gewest Oost Java menjadinya Provinsi dilengkapi dengan pemenuhan kriteria yang disyaratkan sistem ketatanegaraan modern; (5) Masa Republik dengan tiga pilihan, yaitu: tanggal 19 Agustus 1945 momentum Sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) menetapkan 8 provinsi di Indonesia, termasuk Jawa Timur, tanggal 3 Maret 1950 momentum ditetapkannya UU nomor 2 tahun 1950 tentang Pembentukan Provinsi Jawa Timur, tanggal 15 Agustus 1945 momentum diberlakukannya UU nomor 2 tahun 1950 melalui Penetapan Pemerintah nomor 31 tahun 1950.

Berita Terkait :  Satreskrim Polres Situbondo Sukses Ungkap Kasus Pencurian Hewan Ternak

Bisakah Hari Jadi Diubah?
Jawabannya: bisa. Karena ditetapkan melalui perda, maka hari jadi dapat direvisi melalui perda pula. Pertanyaannya mungkinkah ada kehendak politik dan dukungan akademis untuk meninjau kembali. Preseden sudah ada, Provinsi Jawa Tengah yang semula memperingaati Hari Jadi tanggal 15 Agustus menjadi tanggal 19 Agustus. Perubahan itu dilakukan tahun 2023 dan ditetapkan melalui Peraturan Daerah Jawa Tengah nomor 5 tahun 2023. Pijakan perubahan menjadi tanggal 19 Agustus 1945 tersebut didasarkan pada penetapan 8 provinsi di Indonesia dalam sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Contoh ini menunjukkan bahwa peninjauan ulang hari jadi bukanlah hal tabu, melainkan upaya meluruskan sejarah. Perubahan hari Jadi Kabupaten Majalengka dari tanggal 7 juni menjadi tanggal 11 Februari juga merupakan contoh lain. Perubahan tersebut didasarkan pada fakta sejarah bukan pada dongeng atau mitos yang berkembang.

Pentingnya Kajian Sejarah dan Arsip
Jika Jawa Timur ingin hari jadinya benar-benar mencerminkan identitas historis, maka kajian akademis yang serius tidak dapat diabaikan. Rujukan utama dalam penetapan seyogyanya didasarkan pada sumber primer yang sejaman, bukan sumber sekunder (buku). Di Arsip Daerah Provinsi Jawa Timur salah satunya juga menyimpan Salinan arsip penting seperti UU nomor 2 tahun 1950. Semua harus ditelaah dengan cermat dan mendalam. Dengan kajian akademis sebelas alternatif hasil kajian ilmiah yang dilakukan mulai tahun 2004-2007 kiranya dapat digunakan sebagai pijakan ulang sejarah dalam penentuan Hari Jadi Jawa Timur.

Mengapa Perlu Ditinjau Ulang?
Setidaknya ada tiga alasan mengapa Hari Jadi Jawa Timur perlu ditinjau ulang: (1) Akurasi sejarah. Hari Jadi adalah bagian dari identitas daerah. Identitas yang kuat harus bersandar pada fakta historis, bukan semata kompromi politik; (2) Edukasi publik. Generasi muda perlu mengetahui dasar historis provinsinya. Merayakan tanggal tanpa memahami konteksnya akan membuat Hari Jadi hanya sekadar pesta, bukan pengingat sejarah: (3) Preseden Nasional. Banyak daerah lain sudah meninjau ulang hari jadinya. Jawa Timur pun bisa melakukan hal serupa jika ada kemauan politik dan rekomendasi akademis. Jika ditinjau ulang dapat melanjutkan hasil penelitian terkahir dengan 11 alternatif usulan, yang kemudian mengerucut menjadi 8 alternatif, atau bahkan dimulai dari 4 pilihan alternatif akhir yang pernah diajukan oleh tim peneliti pemerintah provinsi Jatim kepada DPRD Provinsi Jawa Timur.

Berita Terkait :  Jupriono Dilantik Jadi Pj Sekda Jember, Bupati Fawait: Birokrat Jangan Main Politik!

Implikasi Jika Hari Jadi Diubah
Meninjau ulang atau mengubah Hari Jadi bukan sekadar persoalan administratif. Ada sejumlah implikasi, baik bagi pemerintah daerah maupun masyarakat luas: (1) Implikasi Sosiologis. Hari jadi adalah titik kumpul identitas kolektif. Masyarakat perlu waktu untuk menyesuaikan memori bersama mereka. Ada potensi munculnya perbedaan persepsi masyarakat yang menganggap perubahan itu meluruskan sejarah, sementara yang lain melihatnya sebagai pengaburan tradisi lama. Namun, bila dikawal dengan baik, perubahan justru bisa menjadi ajang rekonsiliasi memori sejarah: masyarakat merasa ikut terlibat dalam peneguhan identitas daerah; (2) Implikasi Kultural . jika tanggal jauh berubah, maka agenda budaya, festival, hingga produk ekonomi kreatif juga berubah, Namun hal juga bisa membuka peluang festival budaya bisa diberi narasi sejarah yang lebih kuat, sehingga meski seremonial, namun tetap edukatif. Di samping itu penguatan simbol baru akan memperkaya warisan kultural Jawa Timur dan memberi ruang bagi generasi muda untuk lebih terhubung dengan sejarah: (3) Implikasi Psikologis. Hari Jadi adalah simbol kebanggaan, perubahan bisa memunculkan resistensi emosional jika dianggap “menghapus” tradisi lama, Sebaliknya, bila disosialisasikan dengan narasi edukatif, perubahan bisa memperkuat rasa percaya diri kolektif: masyarakat merasa bahwa Hari Jadi mereka berdiri di atas fondasi sejarah yang benar. Efek psikologis positif ini akan muncul bila pemerintah membuka ruang partisipasi publik, sehingga perubahan dianggap bukan “keputusan elite”, melainkan hasil musyawarah bersama; (4) Implikasi Politis. Karena Hari Jadi ditetapkan lewat perda, perubahan tentu sangat politis. Ada risiko isu ini dipolitisasi. Partai atau elite bisa mengklaim diri sebagai “pelurus sejarah” demi kepentingan elektoral. Namun, bila dikawal dengan kajian akademis yang independen, perubahan justru bisa meningkatkan legitimasi pemerintah daerah: menunjukkan bahwa Jawa Timur serius menata identitasnya berdasarkan riset, bukan semata kompromi politik. Secara nasional, Jawa Timur bisa memberi teladan bahwa politik dapat bersinergi dengan sejarah dan arsip, bukan mengabaikannya.
Hari Jadi bukan sekadar ritual tahunan, melainkan bagian dari narasi sejarah yang dikuatkan dengan bukti-bukti yang autenti yang diwariskan. Jawa Timur sebagai provinsi besar dengan jejak panjang sejarah. Jawa Timur sudah selayaknya memiliki Hari Jadi yang ditetapkan berdasarkan penelitian serius, bukan sekadar kompromi politik di panggung DPRD. Pertanyaannya kini, apakah kita berani membuka kembali ruang dan lembar sejarah itu, meneliti dengan jujur, lalu mungkin saja merevisi tanggal Hari Jadi yang selama delapan belas tahun kita rayakan? Jika jawabannya ya, maka 12 Oktober tidak akan hilang, tetapi justru diperkaya dengan makna baru bahwa perubahan adalah momentum introspeksi sejarah yang harus dirawat dengan keseriusan, bukan hanya dengan seremoni.

——— *** ————

Berita Terkait

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Follow Harian Bhirawa

0FansLike
0FollowersFollow
0FollowersFollow

Berita Terbaru