28 C
Sidoarjo
Friday, November 22, 2024
spot_img

Mengisi Marwah Merdeka

Peringatan Hari Kemerdekaan NKRI oleh pemerintah telah diselenggarakan 79 kali. Berpuncak di istana ke-presiden-an, dengan ke-seksama-an (dan profesionalisme) petugas upacara. Hari Kemerdekaan NKRI, untuk pertama kalinya diselenggarakan di dua lokasi “ibukota negara.” Sekaligus menandai bakal perpindahan ibukota pada kawasan yang “lebih merdeka” dari potensi bencana megathrust. Tetapi penyelenggara negara masih harus membebaskan setiap rakyat Indonesia dari bencana keterbelakangan (ekonomi dan pendidikan).

Pelaksanaan Peringatan Hari Kemerdekaan NKRI, tahun 2024, diwarnai dengan diskriminasi model seragam Paskibraka. Tidak boleh menggunakan kerudung jilbab. Padahal selama bertahun-tahun, petugas Paskibraka perempuan, boleh berkerudung. Nampak semakin anggun. Dibutuhkan semangat ke-negarawan-an mewujudkan Paskibraka yang profesional, tanpa kegaduhan sosial, yang menerabas ke-bhineka-an, sebagai keniscayaan Indonesia.

Seluruh permukiman di pelosok wilayah NKRI juga menyelenggarakan peringatan Hari Kemerdekaan. Tak kalah bersemangat dengan ke-riuh-an Agustusan di istana. Bahkan Malam hari (16 Agustus) jelang hari kemerdekaan, lazim diselenggarakan “tirakatan” di-isi dengan doa, dan mengenang sejarah perjuangan. Karena kemerdekaan Indonesia bukan “hadiah,” melainkan hasil perjuangan, perang angkat senjata. Bagai napak tilas ke-seksama-an menjelang Proklamasi.

Banyak yang meneteskan air mata. Terutama saat mengenang perjuangan perintis kemerdekaan. Berperang bertaruh jiwa dan raga melawan penjajah. Juga pada saat mempertahankan proklamasi kemerdekaan (karena penjajah ingin tetap meng-kolonisasi Indonesia). Para pendiri negara menyadari benar tidak mudah membentuk negara majemuk, dengan beragam adat dan bahasa.

Berita Terkait :  Mengawal Putusan MK

Sejarah mencatat, Proklamasi Kemerdekaan pada 17 Agustus 1945, tidak akan berumur panjang, jika tidak disertai perang angkat senjata. Karena Belanda tidak mengakui kemerdekaan Indonesia. Berdasarkan perjanjian Wina (yang tidak sesuai Hak Asasi Manusia, HAM), Indonesia harus dikembalikan kepada penjajah sebelumnya, yang memenangi Perang Dunia kedua. Yakni, Belanda. Sehingga wajar, Belanda tidak mengakui Proklamasi Kemerdekaan. Sekaligus bernafsu ingin menjajah kembali.

Angkat senjata dengan jargon pekik perjuangan “Allahu Akbar, merdeka atau mati,” telah menjadi tekad perjuangan kemerdekaan yang dicetuskan dari Surabaya. Disebarluaskan melalui pesantren, pengajian di kampung-kampung, dan siaran radio ilegal. Dengan rentetan perang sabil di berbagai daerah, berhasil membuka mata dunia, mengakui eksistensi bangsa Indonesia, bukan Hindia Belanda. Ribuan pejuang pribumi gugur menjadi “syuhada,” sebagai tebusan kemerdekaan.

Peringatan Hari Kemerdekaan RI ke-79, masih dibayang-bayangi resesi global. Banyak yang “belum Merdeka.” Di berbagai negara diliputi PHK (Pemutusan Hubungan Kerja). Tak terkecuali di Indonesia. Berdasar catatan Kementerian Tenaga Kerja, selama satu semester awal tahun 2024, telah terjadi PHK terhadap 101 ribu lebih pekerja. Terasa nasib buruh, bagai belum Merdeka. Nasib yang sama terjadi pada sektor pertanian yang meliputi 40,69 juta jiwa yang berladang pada petak yang sangat sempit (rata-rata 0,26 hektar).

Begitu pula ke-profesian utama pembangunan bangsa, para guru, masih nelangsa. Sehingga Pemerintah masih “berhutang” kesejahteraan guru, khususnya yang mengajar di sekolah swasta, di pedesaan. Masih sangat banyak guru (bertitel sarjana) digaji sebesar Rp 200 ribu per-bulan. Sejak lama pula kemuliaan guru tidak inharent dengan tingkat kesejahteraan. Banyak guru (terpaksa) nyambi bekerja serabutan, menjadi pengemudi “ojol” (ojek online), buruh tani, sampai kuli bangunan.

Berita Terkait :  Dana Pajak untuk Kesejahteraan Guru

Dibutuhkan semangat ke-negarawan-an mewujudkan kesejahteraan Indonesia, negara yang bhineka. Dalam penjelesan UUD 1945, dituliskan: “Yang sangat penting dalam pemerintahan dan dalam hal hidupnya negara, ialah semangat. ā€¦Meskipun dibikin UUD ā€¦ bersifat kekeluargaan, apabila semangat para penyelenggara negara para pemimpin pemerintahan itu bersifat perseorangan, (maka) UUD tadi tidak artinya.” Semangat ke-keluarga-an wajib diwarisi generasi penerus penyelenggara pemerintahan, selamanya.

——— 000 ———

Berita Terkait

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Follow Harian Bhirawa

0FansLike
0FollowersFollow
0FollowersFollow
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Berita Terbaru

spot_imgspot_imgspot_img