28 C
Sidoarjo
Friday, December 5, 2025
spot_img

Mengenali Keaslian Ijazah dalam Perspektif Kearsipan

Oleh:
Tidor Arif T. Djati
Pemerhati Kearsipan dan Ketua Asosiasi Arsiparis Indonesia Wilayah Jawa Timur.

Ijazah yang diterbitkan oleh lembaga pendidikan negeri dan dibiayai oleh anggaran negara, menurut Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan, merupakan salah satu bentuk arsip negara. Setelah diserahkan kepada pihak yang berhak, ijazah tersebut beralih menjadi arsip pribadi milik pemegangnya. Sementara itu, lembaga pendidikan sebagai penerbit menyimpan salinan atau rekaman ijazah sebagai arsip negara yang berfungsi sebagai bukti induk siswa atau mahasiswa. Sebagai arsip pribadi, ijazah berfungsi sebagai bukti autentik bahwa seseorang telah menyelesaikan pendidikan formal melalui proses pembelajaran dan telah memenuhi standar kelulusan. Keautentikan ijazah sangat berkaitan dengan prinsip orisinalitas, integritas, dan akuntabilitas.

Namun, apabila ijazah digunakan sebagai syarat untuk memperoleh pekerjaan, termasuk untuk menduduki jabatan publik seperti pejabat negara, maka ijazah tersebut berperan sebagai bukti kepemilikan yang, dalam jangka waktu tertentu, wajib disimpan oleh negara sesuai ketentuan yang berlaku. Jika saat ini muncul kontroversi mengenai keaslian suatu ijazah dan masyarakat meragukan validitasnya, pertanyaan mendasarnya adalah: mengapa persoalan ini tampak tak kunjung selesai dan terus berlarut-larut?

Untuk itu, telaah terhadap keaslian dan keautentikan ijazah dapat dilakukan melalui analisis terhadap tiga aspek utama: struktur, konteks, dan konten. Ketiga aspek tersebut berkaitan erat dengan prinsip dan standar dalam penerbitan ijazah. Dengan memahami prinsip dan standar tersebut, diharapkan masyarakat dapat secara mandiri menilai dan mengenali keaslian sebuah ijazah.

Prinsip dan standar dalam pembuatan ijazah dapat ditelusuri melalui berbagai regulasi, baik berupa peraturan internal lembaga pendidikan maupun peraturan yang mengikat secara nasional. Beberapa di antaranya adalah Peraturan Menteri Pendidikan yang mengatur tentang Pengesahan Dokumen Akademik, Ijazah, Sertifikat Kompetensi, dan Sertifikat Profesi. Selain itu, Undang-Undang tentang Kearsipan juga memberikan landasan hukum mengenai keautentikan arsip berdasarkan tiga aspek utama: struktur, konteks, dan konten. Di samping itu, peraturan mengenai Pendidikan Tinggi menetapkan tanggung jawab institusi pendidikan tinggi dalam menjamin mutu dan tata kelola administrasi akademik. Apabila salah satu dari tiga aspek tersebut tidak terpenuhi, maka keautentikan ijazah patut diragukan.

Berita Terkait :  Evaluasi Penanganan Penerima Manfaat Lansia., Pemprov Jatim Adakan Case Conference Internal

Tinjauan Struktur Ijazah
Syarat pemenuhan aspek struktur dalam penerbitan ijazah sebagai dokumen resmi di Indonesia umumnya diatur dalam ketentuan mengenai Tata Naskah Dinas. Dalam konteks tersebut, aspek struktur bersifat khas dan prinsipil, serta secara langsung mengikat lembaga yang menerbitkan ijazah. Aspek struktur mencakup berbagai elemen penting, antara lain: ukuran kertas, jenis dan standar mutu kertas, tata letak (layout) ijazah, ukuran dan jenis huruf, kop lembaga, stempel resmi lembaga, letak serta penomoran ijazah, penanggalan, keberadaan watermark atau kode pengaman, standar foto yang digunakan, ketentuan mengenai meterai (jika diperlukan), serta otoritas pejabat yang berwenang menandatangani ijazah. Bahkan, standar sampul ijazah juga menjadi bagian penting dalam proses identifikasi dan pengenalan keaslian sebuah ijazah. Seluruh elemen struktural ini berperan dalam menjamin legalitas dan integritas dokumen akademik sebagai arsip resmi negara maupun arsip pribadi.

Dalam kasus ijazah milik seorang tokoh yang tengah menjadi perbincangan publik, aspek struktur fisik ijazah yang ada dapat diuji dan dibandingkan dengan standar struktur ijazah yang berlaku pada masa itu, serta praktik administrasi lembaga pendidikan penerbit ijazah. Namun, apabila pada saat penerbitannya belum terdapat peraturan tentang Tata Naskah Dinas, maka uji forensik digital menjadi langkah yang sangat mungkin dilakukan. Selain itu, pelacakan terhadap peraturan-peraturan terkait penerbitan ijazah, baik yang dikeluarkan oleh kementerian pendidikan maupun oleh institusi penerbit ijazah, juga perlu dilakukan. Tidak menutup kemungkinan bahwa pada masa tersebut, institusi pendidikan yang bersangkutan belum memiliki regulasi tertulis akibat rendahnya kesadaran terhadap pentingnya kearsipan. Sangat mungkin pula bahwa dokumen akademik, termasuk ijazah, sepenuhnya dibuat secara manual dan bergantung pada sistem pencatatan serta penyimpanan fisik arsip yang berlaku saat itu.

Tinjauan Konteks Ijazah

Penerbitan sebuah ijazah sangat berkaitan dengan sistem administrasi akademik lembaga pendidikan. Meskipun sistem pembuatan arsip ijazah-seperti tata naskah dinas-mungkin belum berkembang seperti saat ini, dalam tinjauan kontekstual, yang perlu ditelusuri adalah apakah pemilik ijazah secara historis benar-benar memiliki hak untuk memperoleh ijazah tersebut.

Berita Terkait :  DNY Skin Care Bagikan Bingkisan Lebaran ke Dhuafa, Anak Yatim dan Disabilitas

Seseorang berhak mendapatkan ijazah apabila telah memenuhi seluruh proses, prosedur, mekanisme, serta persyaratan yang telah distandarkan. Oleh karena itu, upaya penelusuran autentisitas ijazah dapat dilakukan dengan menelaah standar kelulusan dan persyaratan perolehan ijazah yang berlaku pada masa itu. Beberapa di antaranya meliputi arsip rekaman dalam buku induk siswa/mahasiswa, arsip kegiatan Kuliah Kerja Nyata (KKN), arsip skripsi (jika dipersyaratkan), serta dokumen lain yang menunjukkan bahwa peserta didik telah memenuhi semua kewajiban akademik sebagai syarat kelulusan.

Tinjauan Konten Ijazah
Aspek lain yang tidak dapat diabaikan dalam menilai keautentikan ijazah adalah aspek konten atau isi ijazah. Dalam hal ini, nama yang tercantum dalam ijazah harus benar-benar milik individu yang secara sah dan kontekstual memenuhi syarat untuk memperoleh ijazah tersebut. Meskipun demikian, dalam praktiknya, aspek konten merupakan salah satu bagian yang paling rentan untuk direkayasa, terutama jika tidak disertai sistem verifikasi yang memadai. Oleh karena itu, pengecekan terhadap keakuratan isi menjadi langkah penting dalam memastikan keaslian suatu ijazah.

Kebenaran dan kesesuaian konten, termasuk nama pemilik ijazah, jurusan, fakultas, hingga gelar yang dicantumkan, harus selaras dengan nomenklatur resmi yang berlaku pada saat ijazah diterbitkan. Bahkan, informasi seperti tanggal wisuda dan tahun kelulusan perlu diuji kesesuaiannya dengan kalender akademik lembaga pendidikan saat itu. Ketidaksesuaian atau kekaburan dalam salah satu dari tiga aspek utama (struktur, konteks, dan konten) dapat menimbulkan, bahkan memperkuat, keraguan terhadap keaslian sebuah ijazah.

Terlebih lagi, apabila dokumen ijazah yang beredar di tengah publik hanya berupa salinan (copy), bukan dokumen autentik, maka proses pengujian keautentikan menjadi semakin sulit. Padahal, uji autentisitas idealnya dilakukan oleh pihak independen atau lembaga resmi negara, seperti Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI), yang sebelumnya juga pernah melakukan uji autentisitas terhadap beberapa versi arsip Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar) dari Presiden Soekarno kepada Soeharto pada tahun 1965.

Berita Terkait :  Optimalkan Layanan Kesehatan, Bank Jatim Bangun Taman RSUD dr Soedono

Kearsipan adalah Solusi Reformasi Tata Naskah Akademik

Keberadaan ijazah yang tidak autentik niscaya akan terus berulang selama negara dan lembaga pendidikan belum melakukan reformasi sistem penciptaan, penyimpanan, dan pengelolaan arsip atau dokumen akademik. Masalah ini akan semakin kompleks apabila pengelolaan arsip dilakukan secara tertutup dan tidak transparan. Sebagai bagian dari solusi, diperlukan langkah-langkah konkret sebagai berikut:

  1. Melakukan reformasi sistem penciptaan dan penyimpanan arsip akademik. Misalnya, buku induk siswa/mahasiswa tidak hanya diperlakukan sebagai arsip vital, tetapi juga sebagai arsip statis yang wajib disimpan di lembaga kearsipan nasional setelah melalui proses seleksi dan penilaian kearsipan.
  2. Melakukan audit tematik terhadap arsip ijazah, terutama terhadap periode-periode tertentu yang rawan manipulasi atau tidak terdokumentasi dengan baik.
  3. Menerapkan teknologi digital signature dan blockchain pada ijazah baru sebagai jaminan integritas dan keautentikan dokumen akademik.
  4. Membangun arsip ijazah nasional yang terintegrasi dengan data kependudukan (NIK), Nomor Induk Siswa Nasional (NISN), dan pangkalan data pendidikan tinggi, baik dari Perguruan Tinggi Negeri (PTN), Perguruan Tinggi Swasta (PTS), maupun Perguruan Tinggi berbasis keagamaan.

Kontroversi seputar keaslian ijazah bukan sekadar persoalan politik, tetapi menyentuh jantung sistem kearsipan nasional dan menyangkut kepercayaan publik terhadap integritas sistem pendidikan kita. Institusi pendidikan seharusnya merespons persoalan semacam ini dengan sikap akademik yang terbuka terhadap evaluasi, bukan dengan sikap defensif birokratik yang justru memperkeruh keadaan. Di sisi lain, negara perlu membangun ekosistem kearsipan pendidikan yang kuat, transparan, dan akuntabel sebagai bentuk tanggung jawab publik. Ke depan, transparansi arsip tidak lagi dapat dianggap sebagai opsi, melainkan merupakan kewajiban moral dan konstitusional. Sebab, dalam dunia akademik, kebenaran tidak ditentukan oleh siapa yang berkuasa, tetapi oleh kekuatan bukti-melalui arsip yang dapat diuji secara terbuka, objektif, dan adil.

———– *** ————-

Berita Terkait

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Follow Harian Bhirawa

0FansLike
0FollowersFollow
0FollowersFollow

Berita Terbaru