28 C
Sidoarjo
Thursday, September 19, 2024
spot_img

Mengapa Eri Cahyadi, Mengapa Armuji

Oleh: Eri Irawan. Penulis tinggal di Sukolilo, Surabaya

Eri Cahyadi dan Armuji merepresentasikan banyak hal yang bisa kita harapkan dari Kota Surabaya. Egaliter. Terbuka. Lugas. Menampik basa-basi. Visioner. Berani melakukan terobosan. Mereka memahami dan membumikan akar kultur “Arek” khas Surabaya yang secara politik sinonim dengan perlawanan dan perjuangan.

Hal-hal itu menjadi semacam “sebab yang perlu” (necessary condition) dan faktor pembuat bisa (enabling factors) untuk memimpin kota sekompleks dan sebesar Surabaya, untuk membawa kota ini bukan hanya eksis, tapi juga menggapai lompatan-lompatan baru.

Eri Cahyadi: Kerja Strategis Sekaligus Taktis

Eri lahir dari latar belakang keluarga birokrat. Ayahnya adalah pensiunan PNS Pemkot Surabaya. Eri menjalani karir dari level terbawah, sejak 2001 sebagai staf di Pemkot Surabaya, termasuk pernah menjadi bagian timnya Tri Rismaharini (Bu Risma). Bersama tim Pemkot Surabaya, Eri merancang sejumlah program yang punya dampak besar dan berkelanjutan. Salah satunya adalah e-procurement.

Pengalaman Eri merekah dengan kepercayaan sebagai kepala Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Pemukiman, Cipta Karya dan Tata Ruang Kota Surabaya, hingga kepala Badan Perencanaan Pembangunan Kota. “Tour of duty” yang beragam, dari perencanaan sampai eksekusi program, membentuk Eri Cahyadi sebagai sosok teknokrat yang lengkap. Dia detil, tapi sekaligus punya “helicopter view” yang baik.

Dia seorang perancang aspek makro, tapi sekaligus menguasai detil eksekusi. Perpaduan itulah yang membawa dia bekerja strategis tapi sekaligus taktis dan tuntas. Perpaduan yang jarang dimiliki seorang birokrat.

Itulah yang membuat Eri Cahyadi menggulirkan program-program yang lebih komprehensif dan detil. Saya pernah diberi kesempatan mengikuti dan melihat langsung saat dia turun lapangan. Sore itu, 7 Januari 2022, hujan turun dengan deras. Seorang kawan mengabari bahwa Eri Cahyadi akan mengecek ke beberapa titik. Saya menyusul ke kawasan Dharmawangsa yang banjir—seorang kawan bahkan terperosok dan ponselnya jatuh ke saluran air.

Berita Terkait :  Menjaga Asa Sekolah Swasta

Kata-katanya saya ingat betul—saya ketik di ponsel sore itu, agak susah-payah di tengah hujan; kata-kata yang menunjukkan bagaimana paradigma kerja Eri Cahyadi begitu strategis sekaligus taktis-tuntas. Penanganan banjir tidak boleh dari satu sisi saja, karena saluran air pasti kompleks dan saling memengaruhi.

Untuk menyelesaikan banjir, tidak bisa di satu titik, tapi dilihat saling keterkaitan salurannya. Di kawasan Dharmawangsa, kerja strategis-taktis dijalankan dengan pembangunan uditch, crossing saluran, hingga penambahan kapasitas rumah pompa di kawasan sekitarnya. Dampaknya, genangan di Dharmawangsa ketika hujan menyusut jauh dari sebelumnya, bahkan sebagian titik sudah tak ada.

Contoh lain di beberapa kelurahan kita temukan ada saluran belum tersambung ideal ke sungai, sehingga mengakibatkan banjir di kampung dan sejumlah jalan. Itulah mengapa pembangunan penataan drainase marak bulan-bulan lalu hingga ke kampung-kampung. Hasil kerja strategis-taktis-tuntas itu mulai nyata. Beberapa titik yang dulu langganan banjir, kini mulai terbebas genangan saat hujan. Sebagian lagi masih ada genangan, tapi luasan dan waktu surutnya kian menyusut.

Visi teknokratiknya yang kuat ternyata juga dilengkapi sikap humanis yang ngayomi dan ngopeni. Di kampung-kampung dia menyapa warga dan memberi solusi dengan senyum. Warga bisa berbincang santai dengannya di gang-gang sempit, sesekali sambil bercanda dan berfoto ria.

Eri juga sukses membangun kebersamaan dengan semua kalangan: untuk kali pertama, Balai Kota—yang merupakan jantung pemerintah kota—menjadi tempat untuk merayakan kebersamaan: lintas agama merayakan hari besarnya di tempat itu.

Armuji: Politisi Senior Kerakyatan

Berdiri di samping Eri Cahyadi, ada sosok Armuji. Dia memiliki catatan panjang di dunia politik, sebuah dunia yang dianggap keras oleh banyak orang. Selama dua dasawarsa, 1999-2019, dia terpilih mewakili rakyat di DPRD Kota Surabaya. Sebuah capaian yang tidak bisa dipandang sebelah mata. Bertahan di parlemen pada masa Reformasi tentu lebih sulit daripada pada masa Orde Baru.

Berita Terkait :  Menyambut Rekrutmen CPNS

Seorang politisi pada masa Reformasi harus meyakinkan banyak orang untuk memilihnya di bilik suara. Tidak mudah, terutama di tengah masyarakat Kota Surabaya yang relatif lebih rasional di tengah perubahan budaya pemilih, gempuran money politics, hingga perkembangan nalar kritis rakyat.

Armuji tampil menjawab tantangan yang tidak mudah itu. Konsistensinya dalam memperjuangkan warga berbuah kepercayaan di bilik suara lebih dari dua dasawarsa tanpa putus—sebuah indikator nyata dan prestisius yang menunjukkan hasil kerja Armuji.

Armuji melayani rakyat dengan gayanya yang khas, ceplas-ceplos, egaliter, terbuka, dan apa adanya. Dalam situasi apapun, ia saling mengisi dengan Eri Cahyadi untuk turun ke lapangan. Dia energik dalam menyapa warga kebanyakan dengan bahasa rakyat, menggeluti kesehariannya, dan membantu menemukan solusi-solusi praktis atas problem yang ditemui di lapangan.

Kekuatan Armuji ada pada kesederhanannya. Berada di puncak karier, Armuji justru senantiasa mengingat apa yang harus diperjuangkannya dengan menemui orang-orang kecil di pinggir jalan, wong cilik, orang-orang yang dikalahkan persaingan zaman.

Perpaduan Lengkap

Eri Cahyadi dan Armuji, yang sama-sama tidak suka laporan dari belakang meja, dipersatukan menjadi wali kota dan wakil wali kota Surabaya 2021-2024 membentuk kombinasi birokrat-politisi muda dan politisi kerakyatan-senior yang selama tiga tahun terakhir bisa merawat dan menumbuhkembangkan Surabaya. Tidak hanya pembangunan infrastruktur, Eri dan Armuji mewujudkan layanan publik yang prima yang menjadi pijakan untuk melentingkan Surabaya sebagai Kota Dunia.

Berita Terkait :  Kontroversi Dokter Asing

Sejumlah program kerakyatan seperti kesehatan gratis, memperkuat SD-SMP negeri gratis, beragam penataan kampung, dan sebagainya; menunjukkan bagaimana mereka berusaha memahami kebutuhan rakyat. Program-program kerakyatan itu tak lahir dari ruang hampa, melainkan bagian dari persentuhan Eri-Armuji sepanjang hayat dengan kehidupan warga, yang pada akhirnya membentuknya menjadi pemimpin hari ini.

Selama periode pemerintahan pertama yang terpangkas oleh regulasi (tak genap empat tahun), Eri dan Armuji membuktikan diri sebagai tipe politisi yang tidak “sekali lancung ke ujian, minta dipercaya lagi”. Mungkin karena itu rakyat mempercayai, dan kemudian menitipkan asa kepada mereka, tecermin dari hasil survei kepuasan publik dan elektabilitas yang sangat tinggi. Pada beberapa survei lembaga kredibel, kepuasan publik ke Eri Cahyadi lebih dari 80 persen; dengan tingkat keterpilihan juga tembus 80 persen pada sejumlah simulasi kandidat.

Perdana Menteri Inggris pada era Perang Dunia II, Winston Churchill, pernah mengatakan, “Seorang politisi memerlukan kemampuan meramalkan apa yang akan terjadi besok, minggu depan, bulan depan, dan tahun depan. Dan setelah itu memiliki kemampuan untuk menjelaskan mengapa hal itu tidak terjadi.”

Eri-Armuji rupanya memiliki kemampuan yang dinubuatkan Churchill itu. Kemampuan yang terlihat dari bagaimana pembangunan kota dirancang dengan memperhitungkan kemungkinan dan ketidakmungkinan yang terjadi dan bisa berpotensi menjadi penghambat, yang membuat pemerintah kota memiliki standar kerja yang profesional dan terukur.

Data penurunan kemiskinan, pengangguran, stunting, dan berbagai indikator penting menunjukkan hal itu. Kepentingan politik mungkin menghasilkan debat dan framing tentang Pilkada Surabaya, tapi hasil kerja yang dirasakan rakyat tak bisa menampik fakta itu: rakyat masih menginginkan Eri-Armuji melanjutkan kerja strategis-taktis dan kerja kerakyatannya. [*]

Berita Terkait

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Follow Harian Bhirawa

0FansLike
0FollowersFollow
0FollowersFollow
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Berita Terbaru

spot_imgspot_imgspot_img