Oleh:
Wahyu Kuncoro
Wartawan Harian Bhirawa
Model ekonomi linier mulai menghadirkan kecemasan karena pertimbangan keberlanjutan kehidupan masa depan. Model ekonomi linier digambarkan sebagai proses ekonomi yang mengambil sumber daya alam, mengolah menjadi produk, mengonsumsi, dan buang sebagai limbah/sampah. Kecemasan akan kehabisan sumber daya dan menumpuknya limbah memantik hadirnya sebuah model ekonomi alternatif yang lebih berkelanjutan, yang kemudian dikenal sebagai ekonomi sirkular (circular economy).
Dalam model ekonomi linear, prosesnya adalah take-make-waste. Artinya, dalam proses produksi, kita mengambil (take) bahan dari alam, lalu membuat produknya (make), kemudian produk tersebut berpindah ke tangan konsumen. Setelah konsumen berhenti atau selesai menggunakan produk tersebut karena apa pun alasannya, produk dibuang menjadi limbah (waste), kembali ke alam. Proses ini yang coba dihilangkan di dalam sistem ekonomi sirkular.
Ekonomi sirkular menawarkan pendekatan yang berbeda, di mana siklus hidup suatu produk diperpanjang semaksimal mungkin. Bayangkan sebuah lingkaran tak berujung, di mana material dan produk terus berputar dalam sistem ekonomi. Alih-alih dibuang setelah tidak terpakai, produk-produk dirancang untuk dapat digunakan kembali, diperbaiki, atau didaur ulang. Dengan demikian, limbah dapat ditekan seminimal mungkin, dan sumber daya alam dapat dimanfaatkan secara lebih efisien.
Konsep penggunaan ulang menjadi kunci dalam ekonomi sirkular. Kita tidak perlu selalu membeli barang baru untuk memenuhi kebutuhan. Melalui perbaikan dan perbaikan, umur pakai produk dapat diperpanjang. Ketika suatu produk benar-benar sudah tidak dapat digunakan lagi, material penyusunnya dapat didaur ulang untuk menciptakan produk baru. Dengan cara ini, nilai ekonomis dari suatu produk dapat terus dipertahankan, bahkan setelah melewati beberapa siklus penggunaan.
Bukan Sekadar Daur Ulang
Perbedaan mendasar antara ekonomi sirkular dan ekonomi linier terletak pada pandangan terhadap produk dan sumber daya. Dalam ekonomi linier, produk dianggap sebagai barang sekali pakai. Setelah tidak berguna, produk tersebut dibuang. Sebaliknya, dalam ekonomi sirkular, produk dipandang sebagai aset yang berharga. Material penyusunnya dianggap terlalu berharga untuk sekadar dibuang.
Salah satu praktik yang bertentangan dengan prinsip ekonomi sirkular adalah perencanaan usang. Dalam praktik ini, produsen sengaja merancang produk agar cepat rusak atau usang sehingga konsumen merasa perlu membeli produk baru. Praktik ini tidak hanya merugikan konsumen, tetapi juga mempercepat pemborosan sumber daya alam. Parlemen Eropa telah menyuarakan keprihatinan terhadap praktik ini dan mendorong adanya regulasi yang lebih ketat untuk mencegahnya.
Dengan mengadopsi model ekonomi sirkular, kita tidak hanya melindungi lingkungan tetapi juga menciptakan peluang ekonomi baru. Industri daur ulang, perbaikan, dan produksi produk ramah lingkungan akan tumbuh pesat. Selain itu, konsumen juga akan mendapatkan manfaat dari produk yang lebih awet dan berkualitas.
Ada yang menganggap ekonomi sirkular sama dengan proses daur ulang. Ini tidak salah, tetapi tidak sepenuhnya tepat. Daur ulang hanya salah satu bagian dalam sistem, dan sedapat mungkin tidak dilakukan. Model ekonomi sirkular mulai dipopulerkan oleh banyak pihak. Bahkan hari ini, mulai muncul iklan layanan masyarakat di beberapa televisi swasta mengenai ekonomi sirkular.
Tentu layak diapresiasi niat pembuatan iklan-iklan tersebut untuk memberikan kesadaran bagi khalayak tentang menjaga lingkungan, mendaur ulang, dan ekonomi sirkular itu sendiri. Namun, bagi saya, ada yang mengganjal dalam iklan-iklan tersebut. Dalam iklan-iklan tersebut pesannya adalah ekonomi sirkular seakan hanya mendaur ulang barang-barang, terutama plastik, yang tidak terpakai. Bagaimana memilah sampah plastik dan cara-cara plastik akan diolah dan lahir kembali menjadi produk baru.
Memang hal itu tidak sepenuhnya keliru, tetapi ekonomi sirkular tidak hanya mendaur ulang, bahkan pendauran ulang sebisa mungkin tidak sampai dilakukan karena masalah biaya, infrastruktur, dan lain sebagainya. Baik dari sisi hakikat ataupun aktivitas tentang ekonomi sirkular, iklan-iklan tersebut dapat memberikan pesan yang misleading.
Lifestyle Masa Depan
Gaya hidup (lifestyle) dan perilaku konsumtif sudah menjadi kebiasaan bagi penduduk saat ini. Adanya perilaku ini, memberikan dampak negatif bagi lingkungan dan merusak ekosistem di perkotaan. Karena, perilaku ini menimbulkan masalah baru seperti penumpukan sampah akibat adanya penggunaan kantong plastik secara berlebihan. Lantaran itu, sudah menjadi keniscayaan kalau masyarakat bersama-sama mengubah cara pandang, agar tidak menjadi pribadi yang berperilaku ekonomi konsumtif.
Kita bisa bersama-sama mengubah cara pandang dengan perilaku ekonomi yang ramah lingkungan, penggunaan kembali atau mendaur ulang, dan penggunaan perangkat teknologi yang mudah diperbaiki. Pengembangan ekonomi sirkular harus diterapkan ke dalam kehidupan sehari-sehari, agar lingkungan tidak semakin tercemar.
Untuk menjadikan ekonomi sirkular sebagai lifestyle, maka perlu didukung oleh keberadaan regulasi yang bisa mengatur perilaku masyarakat. Menarik kiranya apa yang dilakukan Pemerintah Kota Surabaya yang menerapkan menerapkan aturan yang berkaitan dengan pengembangan ekonomi sirkular.
Pemkot Surabaya telah merintis dengan baik program-program ramah lingkungan, seperti halnya program Green City, penerbitan Peraturan Wali Kota (Perwali) tentang Pengurangan Penggunaan Kantong Plastik, pengolahan sampah secara mandiri menggunakan program reduce, reuse, dan recycle (3R), dan sebagainya. Tentu upaya-upaya ini patut diapresiasi sebagai bagian dari upaya mengimplementasikan ekonomi sirkular dalam kehidupan sehari-hari warga.
Pengembangan kesadaran warga Kota Surabaya akan pentingnya ekonomi sirkular juga perlu dukungan pemerintah, khususnya dalam pengembangan infrastruktur daur ulang yang efisien dan terintegrasi bisa diwujudkan di Surabaya. Di Kota Surabaya sendiri telah digencarkan ekonomi sirkular di beberapa kampung tematik, seperti di kampung Tenggilis Mejoyo, itu melakukan daur ulang sampah tutup botol plastik untuk dijadikan meja, kursi, asbak, dan lain sebagainya. Tidak hanya itu, ada pula daur ulang banner bekas yang disulap menjadi salah satu bagian dari material untuk pembuatan furniture.
Daur ulang bukan hanya bicara tentang menghilangkan sampah, akan tetapi juga tentang menciptakan peluang baru. Seperti halnya di Kampung Wethan Banjar Sugihan, kantong plastik bekas pakai didaur ulang menjadi produk baru yang menarik hingga memiliki nilai guna berupa dompet.
Tak hanya itu, kampung tematik sendiri tidak hanya seputar kegiatan daur ulang produk, akan tetapi juga memiliki cakupan yang luas seperti kuliner, pertanian, dan wisata. Penentuan kampung tematik ini juga harus diwujudkan berdasarkan dari budaya di daerah setempat. Hubungan antara kampung tematik dengan ekonomi sirkular, yaitu saling mendukung dalam menciptakan pariwisata yang berkelanjutan dan memberdayakan masyarakat lokal.
Dengan menerapkan prinsip-prinsip ekonomi sirkular, maka kampung wisata tematik dapat mengoptimalkan penggunaan sumber daya lokal secara efisien, mengurangi limbah, dan mendorong daur ulang serta penggunaan ulang produk yang ada. Selain itu, branding Kampung Tematik juga berperan penting dalam menarik perhatian publik dan mendukung pariwisata di Surabaya.
Dengan demikian, ekonomi sirkular bukan sekadar tren, tetapi kebutuhan masa kini. Bahwa setiap langkah kecil menuju gaya hidup zero waste bisa menciptakan dampak besar. Gaya hidup ini bisa dimulai dari keseharian masing-masing. Misalnya sudahkah kita memulai perubahan kecil dari rumahnya dengan mulai memilah, mengurangi, dan mengelola limbah rumah tangga. Perubahan kecil ini membawa dampak besar kalau dikerjakan secara terus-menerus dan meluas pelaksanaannya.
Daya Dukung Perbankan
Ekonomi sirkular sebagai sebuah gagasan besar tentu akan bisa dilaksanakan ketika menjadi sebuah gerakan bersama dengan melibatkan semua pihak. Butuh inisiasi yang bisa muncul dari berbagai kalangan. Semua bisa mengambil peran, mulai dari unit terkecil bernama keluarga hingga ke institusi negara bisa memiliki peran yang sama-sama pentingnya.
Kolaborasi antara pembuat kebijakan, pemimpin industri, lembaga keuangan, akademisi, dan komunitas, merupakan pendekatan terbaik untuk mempercepat transisi menuju konsep ekonomi tersebut. Bahwa ekonomi sirkular lebih dari sekadar pengelolaan sampah. Ini terkait dengan keseluruhan sistem ekonomi. Dalam konteks inilah, patut kiranya kita apresiasi munculnya gerakan atau aksi yang memiliki spirit dalam mendukung implementasi ekonomi sirkular seperti yang ditunjukkan perbankan, salah satunya adalah Bank Mandiri.
Pembiayaan berkelanjutan telah menjadi fokus utama dalam pertumbuhan ekonomi Indonesia. Lebih dari sekadar aspek finansial, pendekatan ini mengintegrasikan pertimbangan lingkungan, sosial, dan tata kelola yang baik untuk menciptakan dampak positif yang berkelanjutan.
Di Indonesia, pembiayaan berkelanjutan memiliki peran penting dalam memenuhi tantangan dan peluang yang dihadapi. Pembiayaan berkelanjutan (sustainable finance) merupakan pendekatan keuangan yang memadukan pertumbuhan ekonomi dengan tanggung jawab sosial dan lingkungan.
PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) menjadi salah satu bank yang menegaskan komitmennya menuju bisnis berkelanjutan. Bank pelat merah ini memiliki mimpi besar untuk mendorong nasabah menjadi pemimpin keberlanjutan (sustainable champions) di berbagai sektor.
Untuk mewujudkan mimpi itu, Bank Mandiri mengimplementasikan strategi komprehensif yang berfokus pada pembiayaan berkelanjutan, mencakup aspek Environmental, Social dan Governance (ESG). Strategi ini meliputi, penyediaan berbagai produk pembiayaan inovatif, seperti Sustainability Linked Loan, Corporate in Transition Financing, Green/Social/Sustainability Loan, serta penerbitan Green Bonds dan instrumen keuangan berkelanjutan lainnya. Tak hanya itu, Bank Mandiri juga menyediakan bantuan teknis dan keahlian terkait ESG untuk membantu nasabah mengadopsi praktik bisnis berkelanjutan, memperluas skala proyek mereka, dan berkontribusi pada pembangunan ekonomi hijau. ***