Surabaya, Bhirawa
Di era ketika hampir semua orang sibuk dengan layar ponsel, seni tradisional pun dituntut untuk ikut beradaptasi. Begitulah yang dialami Sanggar Tari Mugi Lestari, sebuah kelompok seni tari tradisional di Surabaya. Demi menjaga agar budaya tari tidak hanya hidup di panggung tetapi juga di hati generasi muda, mereka kini memanfaatkan media sosial sebagai panggung baru.
Dari Panggung ke Layar Ponsel, Selama ini, tari tradisional sering kali hanya tampil di acara-acara tertentu. Akibatnya, jangkauannya terbatas dan kurang dikenal anak muda yang lebih sering berselancar di TikTok, Instagram, atau YouTube. Mugi Lestari menyadari hal ini dan bertekad untuk hadir di ruang digital.
Namun, ada kendala besar: mereka belum punya akun aktif, tidak ada peralatan, bahkan tak terbiasa membuat konten digital.
“Awalnya kami benar-benar buta soal media sosial, kamera, sampai strategi promosi,” kata salah satu anggota sanggar.
Belajar Jadi Kreator Konten, Program pendampingan ini dilaksanakan oleh Mohammad Insan Romadhan dan Hajidah Fildzahun Nadhilah Kusnadi selaku dosen pelaksana dari Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya. Mereka dibantu oleh mahasiswa pelaksana, yakni Aisyah Indha Suwandha dan Cherry Ervina Marcely, yang ikut mendampingi proses pelatihan dan simulasi.
Kegiatan ini didanai oleh DPPM PKM 2025, sehingga memungkinkan terselenggaranya pelatihan secara berkelanjutan, mulai dari dasar-dasar penggunaan kamera, pencahayaan, pembuatan caption, strategi hashtag, hingga manajemen media sosial. Semua dipraktikkan langsung, termasuk simulasi siaran langsung layaknya konser mini.
Hasil yang mengejutkan, dalam waktu dua bulan saja, sanggar berhasil memproduksi 10 konten tari yang diunggah di Instagram dan TikTok. Hasilnya? Jumlah penonton terus meningkat, interaksi lewat likes, komentar, dan share juga makin ramai.
“Kami kaget ternyata banyak anak muda yang penasaran dan tertarik,” ujar pengurus sanggar.
Kini, Mugi Lestari tak lagi bergantung pada event pemerintah untuk tampil. Mereka bisa mengatur sendiri jadwal tayangan, membuat promosi digital, bahkan mulai melirik peluang monetisasi konten.
Menjaga Budaya, Membuka Peluang, Apa yang dilakukan Mugi Lestari menunjukkan bahwa pelestarian budaya tidak harus kaku. Dengan sentuhan teknologi, seni tari bisa lebih dekat dengan anak muda dan bahkan membuka peluang ekonomi kreatif. Lebih dari itu, langkah ini sejalan dengan tujuan pembangunan berkelanjutan: memberi pendidikan budaya yang lebih luas (SDG 4) sekaligus membuka peluang kerja kreatif (SDG 8).
Kini, menari bukan hanya soal panggung dan lampu sorot. Ia juga soal like, share, dan komentar yang bisa menjadi energi baru bagi budaya tradisional agar tetap hidup di tengah gempuran zaman. [why]


