Oleh :
Wahyu Kuncoro
Penulis adalah dosen program studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas 17 Agustus 1945 (Untag), Surabaya
Efek kejahatan korupsi telah mengakibatkan kehancuran bagi sebuah bangsa. Akibat digerogoti korupsi, pembangunan dalam segala bidang tidak berjalan baik. Kejahatan korupsi telah menjadi gurita yang membuat sengsara dan penderitaan. Lantaran itu, korupsi sungguh merupakan masalah serius, membahayakan stabilitas dan keamanan masyarakat, membahayakan pembangunan sosial ekonomi dan juga politik serta dapat merusak nilai- nilai demokrasi dan moralitas
Korupsi yang terjadi di Indonesia hari ini bukanlah korupsi yang terjadi secara kebetulan, tetapi adalah suatu korupsi yang sudah terencana atau direncanakan dengan matang jauh- jauh hari pada tahap proses perencanaan maupun awal pelaksanaan anggaran. Sudah sejak dekade tahun delapan puluhan begawan ekonomi kita, Prof. Sumitro Djojohadikusumo mengatakan bahwa tingkat kebocoran dalam pengelolaan keuangan negara mencapai tiga puluh persen. Kebocoran yang tinggi tersebut terus berlangsung sampai saat sekarang (Surachmin, & Cahaya, 2013) .
Bahwa masih ada fenomena masyarakat yang cenderung bersikap diam, cuek dan apatis terhadap perbuatan korupsi. Selain karena orang cenderung kian individualis, masa bodoh alias tidak peduli lingkungan juga menganggap bahwa tindak korupsi terjadi dimana saja -termasuk di lingkungan aparat hukum-sehingga melaporkan tindak korupsi akan sia-sia. Kejahatan korupsi di negeri ini sungguh sangat memprihatinkan, karena hampir setiap lembaga atau institusi masih terjadi praktik-praktik korupsi.
Kejahatan korupsi nmerupakan bentuk kejahatan yang dapat dikategorikan sebagai tindak pidana “luar biasa”. Disebut luar biasa karena umumnya dikerjakan secara sistematis, punya aktor intelektual, melibatkan stakeholder di suatu daerah, termasuk melibatkan aparat penegak hukum, dan punya dampak “merusak” dalam spektrum yang luas. Karakteristik inilah yang menjadikan pemberantasan korupsi semakin sulit jika hanya mengandalkan aparat penegak hukum biasa, terlebih jika korupsi sudah membudaya dan menjangkiti seluruh aspek dan lapisan masyarakat. Oleh karena itu, pemberantasan korupsi harus dilakukan secara komprehensif, integral dan holistic.
Urgensi Peran Masyarakat
Indonesia menganut sistem pemerintahan yang demokrasi. Sesuai dengan prinsip-prinsip sistem demokrasi tersebut maka peran serta masyarakat sangat penting dalam pemberantasan korupsi di negara ini. Peran serta masyarakat yang dimaksud adalah peran aktif masyarakat untuk mewujudkan penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme yang dilaksanakan dengan mentaati hukum, moral dan sosial yang berlaku dalam lingkungan masyarakat, berbangsa dan bernegara.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, bahwa Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dirumuskan sebagai serangkaian tindakan untuk mencegah dan memberantas korupsi melalui upaya koordinasi, supervisi, monitor, penyelidikan, penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan dengan peran serta masyarakat berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Rumusan Undang-Undang tersebut menyiratkan bahwa upaya pemberantasan korupsi tidak akan pernah berhasil tanpa melibatkan peran serta masyarakat. Dengan demikian, dalam strategi pemberantasan korupsi terdapat tiga unsur utama yaitu pencegahan, penindakan dan peran serta masyarakat (Nugraheni, 2017).
Peran masyarakat sungguh sangat diperlukan dalam pemberantasan korupsi. Masyarakat harus ikut ambil peran ini setidaknya karena dua hal yakni sebagai komponen Negara dan karena masyarakat yang akan menjadi korban ketika praktik korupsi terus terjadi. Ditinjau dari masyarakat sebagai komponen negara bahwa suatu negara terdiri atas tiga komponen utama yaitu pemerintah, masyarakat dan swasta. Keberhasilan suatu negara sangat tergantung pada kinerja dan kerja sama ketiganya jika kerja sama dilakukan dengan baik maka akan berpengaruh baik pada negara ini, begitupun sebaliknya jika buruk cepat lambatnya bangsa itu akan hancur.
Dasar hukum bagi masyarakat untuk dapat berperan serta dalam pencegahan dan pemberantasan korupsi sebenarnya sudah diatur di dalam pasal 108 ayat 1 dan ayat 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-Undnag Hukum Acara Pidana (KUHP), yaitu: (1) Setiap orang yang mengalami, melihat, menyaksikan dan atau menjadi korban peristiwa yang merupakan tindak pidana berhak untuk mengajukan laporan atau pengaduan kepada penyidik dan atau penyidik, baik lisan maupun tertulis; (2) Setiap pegawai negeri dalam rangka melaksanakan tugasnya yang mengetahui tentang terjadinya peristiwa yang merupakan tindak pidana wajib segera melaporkan hal itu kepada penyelidik atau penyidik.
Peran serta masyarakat dalam pencegahan dan pemberantasan Tindak Pidana Korupsi tambah semakin jelas lagi berdasarkan ketentuan Undang- undang No. 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
KPK sebagai lembaga Ad Hoc, sejak dibentuk tahun 2002 berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 137, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4250) telah mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga negara yang khusus menangani tindak pidana korupsi di Indonesia. Namun tentu hanya berharap pada KPK untuk sendirian melawan praktik korupsi tentu menjadi harapan yang berlebihan. KPK tidak boleh sendirian melawan praktik korupsi yang sudah menggurita ini. Kita tentu tidak ingin KPK kehabisan energi untuk melawan para pelaku korupsi yang terus saja berkonsolidasi.
Meningkatnya operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK sesungguhnya merupakan salah satunya bukti peran serta masyarakat. Peran tersebut harus terus didorong, bukan saja karena masyarakat merupakan bagian penting dalam bernegara tetapi juga sejatinya masyarakat yang akan jadi korban ketika praktik korupsi terus saja berlangsung. Maka dukungan dan peran publik menjadi menemukan relevansi dan urgensitasnya.
Gerakan Masyarakat Anti Korupsi
Dalam mendorong peran masyarakat dalam pemberantasan korupsi, ada pemerintah juga sudah menerbitkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2018 Tentang Tata cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Adanya pengaturan peran serta masyarakat dalam upaya pencegahan tindak pidana korupsi tersebut diperlukan suatu langkah konkrit. Salah satu upaya pemberantasan tindak pidana korupsi adalah peran serta masyarakat melalui suatu gerakan anti korupsi di masyarakat.
Gerakan ini adalah upaya bersama yang bertujuan untuk menumbuhkan paya budaya Anti Korupsi di Masyarakat. Dengan tumbuhnya budaya Anti Korupsi di masyarakat diharapkan dapat mencegah munculnya perilaku koruptif. Gerakan anti korupsi pada dasarnya adalah upaya bersama seluruh konsumen bangsa dan mencegah peluang terjadinya perilaku koruptif.
Jadi intinya pemberantasan korupsi pada dasarnya bukan hanya tugas sejumlah lembaga negara atau penegak hukum saja, tetapi juga perlu peran serta masyarakat. Peran serta masyarakat yang diperlukan tidak hanya terbatas pada pengaduan dan laporan terkait tindak pidana korupsi, namun peran serta masyarakat yang baik harus terus dibangun salah satunya melalui pendidikan.
Masyarakat perlu pemahaman terkait nilai-nilai integritas dan penanaman semangat antikorupsi dalam dirinya serta pengetahuan mengenai bentuk- bentuk tindak pidana korupsi yang ada. Sehingga apabila mereka telah mengerti dan memahami, mereka bisa melakukan tindakan preventif terhadap tindak pidana korupsi yang akan terjadi.
Melihat fakta berbagai fenomena dari dampak korupsi yang demikian dahsyat, dan sangat merugikan masyarakat, maka saatnya masyarakat sadar dan bertindak serta diperlukan sebuah keseriusan dalam penegakan hukum guna pemberantasan tindak pidana korupsi. Tumbuh dan berkembangnya parktik korupsi yang terjadi di negara kita pada wilayah lain mencerminkan kurangnya kontrol sosial, baik kontrol sosial dari kepolisian maupun masyarakat atau lingkungan sosial yang membuatnya demikian. Akibat dari hal ini semakin membuat perilaku koruptif yang menjadi cikal bakal korupsi itu semakin berkembang.
Kontrol sosial yang dimaksud disini adalah sebuah tindakan untuk mengawasi perilaku menyimpang dalam hal ini adalah perilaku koruptif. Kontrol sosial juga dapat dikatakan proses yang direncanakan maupun yang tidak direncanakan untuk mendidik, mengajak atau bahkan memaksa para warga masyarakat agar menyesuaikan diri dengan kebiasaan dan nilai kehidupan masyarakat yang bersangkutan. Ketika dalam masyarakat sudah ditekankan demikian, maka perilaku korupsi ini bisa dicegah sejak dini.
Wallahu’alam bhis-shawwab
——– *** ———-