Oleh :
Lukman Hakim
Penulis berprofesi sebagai ASN UIN KHAS Jember
Krisis lingkungan menjadi hal yang mendasar yang harus segera diatasi, alam bukan hanya okjek eksploitasi manusia, akan tetapi alam adalah mahluk Tuhan juga perlu dijaga, dilestarikan keberadaannya. Kerusakan lingkungan hidup di Indonesia semakin hari kian parah, Kondisi tersebut secara langsung telah mengancam kehidupan manusia. Tingkat kerusakan alam pun meningkatkan risiko bencana alam. Penyebab terjadinya kerusakan alam dapat disebabkan oleh dua faktor yaitu akibat peristiwa alam dan akibat ulah manusia. Kerusakan lingkungan hidup dapat diartikan sebagai proses deteriorasi atau penurunan mutu (kemunduran) lingkungan. Deteriorasi lingkungan ini ditandai dengan hilangnya sumber daya tanah, air, udara, punahnya flora dan fauna liar, dan kerusakan ekosistem. Kerusakan lingkungan hidup memberikan dampak langsung bagi kehidupan manusia.
Maraknya bencana alam akhir-akhir ini, tidak lain adalah ulah manusia sendiri, seperti banjir, abrasi, kebakaran hutan dan tanah longsor bisa saja terjadi karena adanya campur tangan manusia juga. Kerusakan yang disebabkan oleh manusia ini justru lebih besar dibanding kerusakan akibat bencana alam. Ini mengingat kerusakan yang dilakukan bisa terjadi secara terus menerus dan cenderung meningkat. Kerusakan ini umumnya disebabkan oleh aktifitas manusia yang tidak ramah lingkungan seperti perusakan hutan dan alih fungsi hutan, pertambangan, pencemaran udara, air, dan tanah dan lain sebagainya.
Forum pengajian atau biasa disebut majlis taklim sebenarnya adalah kegiatan yang rutin, biasa atau tidak istimewa, dilakukan di desa ataupun di kota. Ia tidak lebih sebagai media dalam memperdalam dan memperluas wacana keagamaan umat. Majlis taklim mempunyai peran yang strategis dalam mengupayakan menjaga serta melestarikan alam melalui kajian yang ada di dalamnya.
Salah satu lembaga yang memiliki potensi besar dalam membangun kesadaran ekologis berbasis keimanan adalah majlis taklim. Lembaga keagamaan ini tidak hanya berfungsi sebagai tempat pengajaran dan pembinaan rohani, tetapi juga dapat menjadi wadah pemberdayaan umat dalam membentuk perilaku religius yang ramah lingkungan. Revitalisasi fungsi majlis taklim melalui perspektif eko-teologi menjadi langkah penting untuk menanam iman sekaligus menjaga alam.
Ekoteologi Islam: Landasan Spiritual dalam Menjaga Alam
Alam bukan lagi menjadi objek yang selalu dieksploitasi (hanya diambil manfaatnya), akan tetapi alam sebagai teman yang harus dijaga, dirawat serta dilestarikan.
Ekoteologi Islam berangkat dari pemahaman bahwa alam semesta adalah tanda-tanda kebesaran Allah (ayat kauniyah) yang harus dijaga dan dihormati. Al-Qur’an menegaskan bahwa manusia diciptakan sebagai khalifah fil ardh (pemimpin di bumi) dengan tugas memelihara, bukan merusak. Firman Allah dalam QS. Al-A’raf [7]: 56 berbunyi:
“Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi setelah Allah memperbaikinya…”
Ayat ini menegaskan tanggung jawab ekologis manusia. Dengan demikian, iman yang benar bukan hanya diukur dari ritual ibadah, tetapi juga dari komitmen menjaga keseimbangan alam. Dalam perspektif ini, menjaga alam adalah bagian dari ibadah dan bentuk syukur atas nikmat ciptaan Allah
Dalam al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 30 ditegaskan bahwa manusia diturunkan dimuka bumi sebagai khalifah (pemimpin). Khalifah di muka bumi, artinya manusia sebagai wakil atau pemimpin di bumi. Tentunya tugas ini sangat berat sehingga setiap manusia harus memiliki kemampuan mengelola alam semesta sesuai amanat yang diemban.
Majlis Taklim sebagai Pusat Edukasi dan Aksi Ekologis
Cara pandang bahwa alam bukan lagi menjadi objek yang selalu dimanfaatkan, akan tetapi alam sebagai teman yang harus dijaga, dirawat serta dilestarikan.
Secara historis, majlis taklim telah berfungsi sebagai pusat pembelajaran agama di tengah masyarakat. Namun, fungsinya dapat diperluas menjadi pusat eco-spiritual education pendidikan yang memadukan ajaran agama dengan kesadaran lingkungan.
Majlis taklim dapat melakukan beberapa langkah strategis:
Integrasi nilai eko-teologi dalam materi dakwah, misalnya dengan mengaitkan ayat-ayat tentang alam dalam tafsir tematik.
Mengadakan kegiatan aksi lingkungan, seperti penanaman pohon, pengelolaan sampah berbasis masjid, dan kampanye hidup bersih.
Mendorong ekonomi hijau berbasis komunitas, seperti pertanian organik, daur ulang, dan konsumsi bijak.
Membangun spiritualitas hijau, di mana kecintaan pada Allah diwujudkan dalam penghormatan terhadap ciptaan-Nya.
Dengan demikian, majlis taklim tidak lagi hanya menjadi ruang pengajaran pasif, tetapi juga wadah transformasi sosial yang menanam iman sekaligus membangun kepedulian ekologis.
Tantangan dan Peluang Revitalisasi
Revitalisasi majlis taklim menuju fungsi ekoteologis menghadapi beberapa tantangan. Di antaranya, masih rendahnya kesadaran lingkungan di kalangan jamaah, keterbatasan sumber daya, dan paradigma dakwah yang cenderung ritualistik. Namun, peluangnya sangat besar karena majlis taklim memiliki basis sosial yang luas, jaringan keagamaan yang kuat, serta kepercayaan masyarakat yang tinggi.
Dukungan dari ulama, akademisi, dan pemerintah daerah dapat memperkuat gerakan ini. Selain itu, pemanfaatan media digital dan kolaborasi lintas lembaga dapat memperluas dampak gerakan ekoteologi berbasis majlis taklim.
Menanam iman dan menjaga alam sejatinya adalah dua sisi dari satu kepatuhan kepada Allah. Alam bukan hanya sumber kehidupan, tetapi juga ruang spiritual tempat manusia belajar tentang kebesaran Sang Pencipta. Dalam konteks ini, majlis taklim memiliki peran strategis sebagai manifestasi ekoteologi dalam menanamkan nilai iman, dan menjaga alam.
———— *** ————–


