“Bukan lautan hanya kolam susu // kail dan jala cukup menghidupimu // Tiada badai tiada topan kau temui // Ikan dan udang menghampiri dirimu //… .” Begitu sepenggal bait lagu “Kolam Susu,” yang digubah Koes Plus, grup musisi kondang asal Jawa Timur. Menandakan Jawa Timur yang memiliki garis pantai sangat luas, dengan potensi ikan melimpah. Tambang (minyak dan gas bumi) di dalam dasar laut juga melimpah.
Gubernur terpilih, bu Gub Khofifah Indarparawansa, telah mulai efektif ngantor, untuk periode jabatan kedua. Sudah pengalaman, namun tetap tidak mudah. Terutama untuk menggerakkan perekonomian (kesejahteraan), dengan standar yang selalu naik tiap tahun. Suasana ke-ekonomi-an Jawa Timur, juga mirip awal kepemimpinan periode pertama, langsung “berhadapan” dengan pandemi CoViD-19. Tetapi perekonomian Jawa Timur, tidak kelelap pandemi.
Berdasar data BPS (Badan Pusat Statistik) hingga triwulan ketiga tahun 2020, pertumbuhan ekonomi Jawa Timur terkoreksi susut (minus) 3,75%. Tergolong sedang. Karena lebih baik dibanding Jakarta (-3,82%), Jawa Tengah (-3,93%), Jawa Barat (-4,08%) dan Banten (-5,77%). Tetapi hanya dalam waktu setahun, pertumbuhan ekonomi Jawa Timur sudah positif, menjadi 4%, tertinggi di seantero pulau Jawa. Propinsi lainnya, Jawa Tengah 2,56%, Jakarta 2,43%, dan Jawa Barat 0,72%. Sedangkan Bali masih minus 2,9%.
Pandemi mulai masif me-wabah, bertepatan dengan bulan Ramadhan 1441 Hijriyah. Menjadi bulan puasa yang tidak mudah. Bahkan shalat tarawih berjamaah dibatasi, shaf merenggang, wajib menggunakan masker. Tetapi yang lebuh mem-berat-kan (perekonomian), adalah kebijakan anggaran re-focusing, dan re-alokasi. Berupa pengetatan anggaran sistemik. Sampai diberlakukan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar), melaksanakan UU tentang Kekarantinaan Kesehatan.
Ujian suasana efisiensi anggaran skala besar, bagai silih berganti. Bahkan pada tahun akhir menjabat (periode pertama), Jawa Timur dilanda wabah PMK (Penyakit Mulut dan Kuku) lagi. Tetapi bu Gub, selalu punya local wisdom. Dengan keyakinan, sifat masyarakat Jawa Timur yang pekerja keras, ikhlas, dan sabar. Bu Gub, juga selalu hadir “memompa” semangat. Berlanjut berburu vaksin, sampai diperoleh 9,3 juta dosis vaksin (terbanyak nasional). Juga berhasil mengupayakan ganti rugi sebesar Rp 10 juta per-ekor untuk sapi yang mati korban PMK.
Misalnya, saat wabah PMK pertama (tahun 2022), Gubernur sudah berkoordinasi dengan Kementerian Pertanian, pada hari pertama, bertepatan dengan bulan Ramadhan 1443 Hijriyah. Nelangsa-nya, karena pengalaman bebas PMK, sudah berlalu hampir 40 (sejak 1986). Catatan di Fakultas Kedokteran Hewan, sangat sulit dicari. Wabah PMK menjadikan trauma mendalam peternak. Karena hewan ternak menjadi aset dan pola investasi utama di pedesaan.
Jawa Timur harus cepat bangkit dari wabah. Karena lebih dari dua dekade menjadi penyokong pangan nasional, khususnya yang bersumber protein hewani. Yakni, sapi potong dengan jumlah ternak sebanyak 4,9 juta ekor. Serta sapi perah dengan populasi sebanyak 301.700 ekor. Pada tahun 2024 dihasilkan sebanyak 108,5 ribu ton daging sapi. Pada tahun 2025 diperkirakan naik menjadi 109,5 ribu ton. Karena Jatim memiliki program “intan selaksa,” (inseminasi buatan sejuta kelahiran sapi).
Diperlukan local wisdom yang kuat mempertahankan Jatim sebagai penyokong utama pangan nasional, dari kinerja Kelautan dan Perikanan. Serta kinerja pertanian. Melalui sawah seluas 1,62 juta hektar, dihasilkan 9,2 juta ton gabah kering giling. Tahun 2025 ditarget lebih dari 11 juta ton. Tetapi masih dibutuhkan fasilitasi, terutama mekanisasi alat dan mesin pertanian. Butuh local wisdom pada era efisiensi APBN dan APBD.
–——– 000 ———