33 C
Sidoarjo
Friday, December 5, 2025
spot_img

Literasi Algoritma dan Momok Algokrasi

Oleh :
Siti Aminah
Penulis adalah dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Airlangga

Teknologi seperti AI membuka jalan bagi era efisiensi dan otomatisasi. Ini sangat bermanfaat untuk efisiensi dalam peemrintahan. Namun, masih ada banyak orang yang tidak sepenuhnya memahami apa itu AI (artificial intelligence) dan oemerintahah yang berbaisis algoruima dalam menjalankan pemerintahan. Bahkan masih ada pula warga yang belum memiliki akses sama sekali. Bagi warga yang belum melek AI dapat terjadi dalam skala yang sangat besar dan dampak yang signifikan terhadap kehidupan masyarakat sangat mungkin terjadi, terutama masyarakat yang ingin memperoleh keadilan dan kesejahteraan.

Meskipun penggunaan AI dalam pemerintahan menjadi semakin umum, kita tahu relatif sedikit tentang sikap masyarakat terhadap penggunaan AI oleh pemerintah. Kami berangkat dari asumsi bahwa dukungan warga negara akan menjadi dasar bagi pemerintah untuk bergerak maju dengan meluasnya penggunaan algoritme dalam pengambilan keputusan di berbagai berbagai domain, dan untuk efektivitasnya. Benarkah teknologi telah politis dan bakal menjadi momok algokrasi dan bagaimana literasi publik dalam kehidupan sehari-hari?.

Ada janji AI bagi demokrasi dan pembuatan kebijakan bebasis AI di abad digital ini. AI bermanfaat, dan AI telah menimbulkan risiko misinformasi, bias algoritmik, dan pengawasan, yang berpotensi merusak proses demokrasi dan kualitas wacana publik. Literasi AI menjadi salah satu pintu masuk untuk demokratisasi AI dan ini melibatkan akses yang luas bagi semua orang, terlepas dari latar belakang mereka, baik dari segi pendapatan, demografi, atau tingkat pendidikan.

AI dan literasi algoritmik
Dengan penyebaran kecerdasan buatan (AI), dapat diramalkan dalam masyarakat modern, adalah sah dan perlu untuk mengajukan pertanyaan bagaimana teknologi baru ini harus dibentuk untuk mendukung pemeliharaan dan penguatan demokrasi konstitusional. Ada tiga serangkai yang menjadi unsur inti dari konstitusi negara (liberal ala Barat) yang menerapkan demokrasi: hak asasi manusia, demokrasi, dan supremasi hukum. Dan berjalannya pemerintahan selalu bertolak dari prinsip-prinsip ini (tindakan pemerintah, legislator, dan tentu saja realitas masyarakat) diukur berdasarkan prinsip-prinsip tersebut (Nemitz, 2018). Ini kemudian memunculkan algokrasi.

Berita Terkait :  Kejuaraan Pencak Silat Pagar Nusa Bupati Sumenep Cup 2024 Diikuti 150 Atlet

Munculnya algokrasi, yang mengacu pada “pemerintahan oleh algoritma” menimbulkan tantangan bagi gagasan tradisional tentang legitimasi politik dan otonomi manusia dalam masyarakat demokratis. Meskipun sistem algoritmik menjanjikan efisiensi, objektivitas,dan pengambilan keputusan berdasarkan data, ketidakjelasan dan kurangnya akuntabilitas menimbulkan pertanyaan filosofis yang kritis tentang kesesuaiannya dengan prinsip-prinsip demokrasi.

Algoritma digunakan untuk menghitung dan mengatur berbagai aspek kehidupan publik demi efisiensi penggunaan data luas yang tersedia tentang warga negara. Dengan asumsi bahwa algoritma bersifat netral dan efisien dalam pengambilan keputusan berbasis data. Dan kini AI telah menjadi Algokrasi” (pemerintahan dengan algoritma). Algokrasi berarti menggunakan algoritma komputer dan bahkan teknologi blockchain untuk mengambil alih sebagian (atau mungkin seluruh) beban pemerintahan. Algokrasi menggunakan teknologi untuk menjalankan negara. Karena itu, warga negara juga memerlukan literasi AI. Tentu saja ini memiliki dampak etis dan politis. Bagaimana kita bisa memanfaatkan teknologi modern untuk meningkatkan kualitas politik kita?

Banyak orang tidak menyadari bahwa politik itu cenderung membosankan. Politik melibatkan urusan administrasi dan pelayanan publik seperti mengurus KTP, paspor, pendaftaran tanah, jadwal transportasi, pajak, dan semua adalah dokumen dan formulir yang dipilah-pilah. Aktivitas-aktivitas pemerintahan dan kenegaraan selalu berkaitan dengan logistik. Dan penanganan losgistik peemrintahan dilakukan oleh komputer. Ini yang kemudian menyebabkan algokrasi menyusup ke dalam beberapa aliran filsafat politik.

Yi (2021) mendefinikan literasi AI adalah kemampuan individu untuk tidak hanya memanfaatkan AI, tetapi juga secara kritis mengenali perubahan budaya. Lebih lanjut, berdasarkan pemahaman AI, literasi AI memungkinkan individu untuk merancang kehidupan mereka sendiri. Dengan kata lain, literasi AI adalah kemampuan dasar untuk menjadi manusia subjektif di era AI. Kemungkinan dramatis untuk mengintegrasikan AI ke dalam politik menjadikan saat ini momen krusial untuk memperjelas nilai-nilai politik kita. Arah demokrasi ini kemana? Apakah demokrasi hanya imajinasi atau ilusi yang tidak ada lagi uang riil dan empris?

Berita Terkait :  Hadir di Peringatan Tahun Baru Islam, Mas Adi Minta ASN untuk Bertansformasi Diri

Tantangan Literasi Algoritma
Kita semua masih membayangkan praktik demokrasi seperti yang diidealkan. Namun saat ada revolusi teklnlogi dalam bentuk seperti yang ada sekarangn berupa kehadiran AI Ada tantangan perlunya untuk meningkatkan literasi AI. Beberapa aspeknya adalah AI merupakan istilah umum untuk berbagai teknologi dan aplikasi, terus berkembang, bergantung pada metode yang sulit dipahami, dan beberapa aspek keluarannya mungkin tidak sepenuhnya dipahami bahkan oleh perancangnya sendiri. Seiring dengan semakin banyaknya pemerintah yang mengadopsi algoritma dan kecerdasan buatan, kita masih relatif sedikit mengetahui tentang dukungan warga negara terhadap pemerintahan algoritmik. digunakan.

Sebuah survei tentang sikap publik terhadap algoritma komputer di Amerika Serikat sebagai contoh, menemukan bahwa meskipun mayoritas responden tidak mendukung pengambilan keputusan algoritmik secara umum, tingkat dukungan bervariasi berdasarkan bidang isu (Smith, 2018). Begitu pula analisis filosofis algokrasi yang paling terkenal adalah “ancaman algokrasi” (2016) ditemukan pada karya John Danaher. Dia berargumen bahwa pemerintahan dengan algoritma melemahkan legitimasi politik.

Dogruel dkk. (2022) menulis:”Literasi algoritma sebagai kesadaran tentang penggunaan algoritma dalam aplikasi, platform, dan layanan daring, mengetahui cara kerja algoritma, mampu mengevaluasi pengambilan keputusan algoritmik secara kritis, serta memiliki keterampilan untuk menangani atau bahkan memengaruhi operasi algoritmik.” Singkatnya, ada ancaman algokrasi terhadap legitimasi dan hal ini memiliki implikasi yang meresahkan bagi keadilan sosial dan tampaknya ada alasan kuat bagi pemerintah untuk mengandalkan sistem pendukung keputusan algoritmik. Sudah tidak dapat dielekkan bahwa ada tren meningkatnya ketergantungan pada algoritma dan ini kemudian memunculkan ancaman algokrasi, berupa sebuah situasi di mana sistem berbasis algoritme membentuk struktur dan membatasi kesempatan untuk partisipasi manusia dalam dan pemahaman akan pengambilan keputusan publik. Ini adalah ancaman yang signifikan, yang sulit untuk diakomodasi atau dilawan.

Berita Terkait :  Urgensi Tingkatkan Minat Baca di Tengah Serbuan Media Sosial

Demokratisasi AI akan melibatkan akses yang luas bagi semua orang, terlepas dari latar belakang mereka, baik itu pendapatan, demografi, maupun tingkat pendidikan. Ini berarti hambatan yang membatasi adopsi AI harus dihilangkan. Hambatan adopsi tersebut meliputi akses yang tidak merata terhadap teknologi, di mana perangkat dan perangkat lunak AI memerlukan perangkat dan infrastruktur yang sesuai seperti akses ke internet dan komputer.

Ketidakmampuan AI secara signifikan menciptakan tantangan sosial seperti masalah etika dan ketergantungan yang berlebihan pada teknologi tersebut. Artinya, demokratisasi akan sangat bermanfaat untuk mendorong masyarakat ke arah yang benar. Dengan berinvestasi di bidang-bidang strategis, pemerintah dapat mengambil langkah menuju demokratisasi yang dapat membantu meredam masalah tersebut. Pada akhirnya, demokratisasi kemungkinan besar akan membawa kebaikan bagi masyarakat, karena kita harus terus bergerak di era disrupsi ini.

———- *** ————

Berita Terkait

1 COMMENT

Leave a Reply to Literasi Algoritma dan Momok Algokrasi – Center for Security and Welfare Studies Cancel reply

Please enter your comment!
Please enter your name here

Follow Harian Bhirawa

0FansLike
0FollowersFollow
0FollowersFollow

Berita Terbaru