27 C
Sidoarjo
Monday, December 15, 2025
spot_img

Komisi C DPRD Surabaya Bahas Skema Ideal Kawasan Bebas Banjir

DPRD Surabaya, Bhirawa
Komisi C DPRD Surabaya kembali menggelar rapat Panitia Khusus (Pansus) membahas Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Penanganan dan Penanggulangan Banjir, Senin (15/12/2025).

Rapat yang dipimpin Ketua Pansus, Sukadar ini menghadirkan perwakilan sejumlah organisasi perangkat daerah (OPD) Pemkot Surabaya serta pakar dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), untuk memperdalam substansi pengaturan perizinan, pengawasan pembangunan, hingga mitigasi banjir.

Perwakilan Bapedalitbang Pemkot Surabaya, Dwija, menyoroti perubahan mendasar dalam sistem perizinan bangunan pasca berlakunya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2022 tentang Bangunan Gedung.

Ia menjelaskan bahwa Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) pada prinsipnya adalah izin sebelum pelaksanaan pembangunan.

“Kalau pelaksanaan pembangunan dilakukan sebelum PBG keluar, seolah-olah kita mendorong bangun dulu, izinnya belakangan. Padahal, di dalam UU 28 Tahun 2022 sudah diatur mekanisme Sertifikat Laik Fungsi (SLF) sebagai instrumen pengendalian,” ujarnya.

Dwija menambahkan, meskipun pembangunan fisik sudah selesai, bangunan tidak boleh difungsikan sebelum memperoleh SLF. “Di situlah mekanisme pengawasan bekerja. Kalau rekomendasi drainase, tampungan air, dan aspek teknis lain belum sesuai, SLF tidak akan dikeluarkan. Bahkan bisa dikenakan sanksi jika bangunan sudah beroperasi tanpa SLF,” katanya.

Sementara itu, Rizki dari DPRKPP menekankan pentingnya kesesuaian pembangunan dengan rencana awal pengembang karena akan berdampak langsung pada penyerahan prasarana, sarana, dan utilitas (PSU) kepada Pemkot Surabaya.

“Pengawasan akan jauh lebih mudah jika infrastruktur dibangun lebih dulu, baru kemudian unit-unitnya. Infrastruktur yang sudah siap seharusnya menjadi syarat dalam pengajuan PBG, bukan sekadar rekomendasi,” jelasnya.

Berita Terkait :  Saksi Mandat Temukan Dugaan Pelanggaran di Pilkada Sampang

Jubir Dinas Sumber Daya Air dan Bina Marga (DSDA&BM), Candra Andi, mengungkapkan bahwa selama ini rekomendasi teknis drainase lebih menitikberatkan pada pemenuhan volume tampungan air, bukan dimensi detail.

“Kami menyebut total volume yang harus disediakan, bukan dimensinya. Selama volumenya terpenuhi, pengembang masih bisa melakukan penyesuaian tata letak selama masa konstruksi, tanpa mengubah kapasitas tampungan,” tuturnya.

Dari sisi hukum, Firly dari Bagian Hukum dan Kerja Sama (Bakumkarsa) Pemkot Surabaya menyampaikan bahwa pengawasan memang menjadi tantangan utama di lapangan.

“Secara normatif, PBG adalah syarat sebelum pembangunan. Namun ayat yang dibahas ini muncul karena kekhawatiran bahwa mekanisme lama dianggap tidak berjalan. Padahal, jika kembali ke makna harfiahnya, PBG seharusnya menjadi pintu awal pengendalian,” katanya.

Pakar manajemen konstruksi ITS, Ismail Sa’ud, menilai sistem pengaturan yang menggabungkan kajian, fisik bangunan, dan SOP justru lebih memudahkan investasi.

“Pengembang sejak awal sudah tahu kebutuhan volumenya, sehingga bisa mengalokasikan lahan dengan jelas. Dari sisi investasi, ini lebih ringan dan lebih pasti dibanding aturan sebelumnya,” ungkapnya.

Sekretaris Pansus Ahmad Nurjayanto menyoroti persoalan bangunan vertikal yang sudah eksisting. Ia menilai penerapan ketentuan berbasis dimensi berpotensi menimbulkan kesulitan karena dapat memengaruhi struktur bangunan yang sudah ada.

Wakil Ketua Pansus, Aning Rahmawati, menegaskan bahwa tujuan utama Raperda ini adalah memperkuat pengawasan sejak awal. “Harapannya, sebelum PBG keluar, kewajiban seperti pembangunan kolam tampung air sudah dipenuhi. Selama ini, saat penyerahan PSU sering ditemukan kualitas drainase yang tidak sesuai. Dengan skema ini, harapannya pengawasan bisa lebih kuat dan risiko banjir dapat ditekan,” pungkasnya.

Berita Terkait :  Menyemai Ilmu, Menuai Karakter

Pembahasan Raperda Banjir menegaskan pentingnya perizinan yang tertib, pengawasan berlapis, dan pembangunan infrastruktur sejak awal. Sinkronisasi PBG, rekomendasi teknis, hingga SLF dinilai krusial untuk mencegah banjir, menjaga kualitas PSU, serta memberi kepastian hukum tanpa menghambat investasi.(**)

Berita Terkait

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Follow Harian Bhirawa

0FansLike
0FollowersFollow
0FollowersFollow

Berita Terbaru