DPRD Surabaya, Bhirawa
Komisi B DPRD Kota Surabaya menggelar rapat dengar pendapat pada Rabu (7/5/2025) terkait laporan masyarakat soal dugaan pelanggaran operasional SPA 129 di Jalan Tidar.
Dalam rapat tersebut, Komisi B menghadirkan berbagai pihak, termasuk Dinas Pariwisata, Satpol PP, Camat Bubutan, Lurah Tembok Dukuh, serta perwakilan RW dan LPMK setempat.
Anggota Komisi B DPRD Surabaya, Mochamad Machmud, usai pertemuan menyampaikan bahwa rapat ini digelar sebagai tindak lanjut dari aduan warga.
“Jadi kami ada pengaduan dari masyarakat terhadap SPA 129 di Jalan Tidar seperti itu. Lalu kita tindak lanjuti, kita undang semua, ternyata terbukti bahwa izin dari spa itu tidak memenuhi syarat, yaitu izinnya pijat,” tegas Machmud.
Menurutnya, terdapat perbedaan mendasar antara spa dan pijat tradisional. “Spa itu termasuk kecantikan dan lain-lain, sementara pijat tradisional berbeda. Ini tadi sudah disampaikan ke Dinas Pariwisata dengan segala macam bukti-buktinya,” tambahnya.
Machmud juga menyoroti lokasi usaha tersebut yang berada di depan sekolah Don Bosco, sebuah bangunan cagar budaya. “Sekolah itu membangun karakter. Saran ke pemerintah kota, sebaiknya itu dievaluasi keberadaannya,” katanya.
Selain izin usaha yang dianggap tidak sesuai, Ketua LPMK Kelurahan Tembok Dukuh juga menyampaikan keluhan warga soal pelanggaran jam operasional.
“Ketua LPMK tadi menjelaskan menerima laporan dari masyarakat untuk supaya itu tidak disitu,” jelas Machmud.
Komisi B pun menunggu tindakan dari Dinas Pariwisata, termasuk permintaan bantuan penertiban (Bantip). “Sudah kita tunggu, nanti kita tanya lagi kapan Bantipnya itu dikirim, dan setelah menerima, kapan bertindaknya,” tegasnya.
Terkait sikap resmi Komisi B, Machmud menegaskan kalau memang izinnya tidak memenuhi, aturannya seperti apa. ”Jadi dihentikan, yang mestinya nggak boleh buka di situ,” tegasnya lagi.
Machmud juga menyebutkan bahwa konten yang ditampilkan di media sosial SPA 129 menimbulkan keresahan.
“Kita tampilkan seperti itu karena memang faktanya di sana ya itu yang dijual. Gambar-gambar dan video yang kita lihat mendekati pelanggaran,” ujarnya.
Menanggapi pernyataa tersebut, Humas SPA 129, Himawan Probo, menegaskan bahwa pihaknya telah memiliki SOP yang jelas.
“Mulai brosur sudah kami sampaikan di depan, aturan sudah kami tempelkan juga, bahwasannya tidak ada kegiatan asusila yang seperti itu,” ungkap Himawan.
Menanggapi kritik terhadap tampilan media sosial yang vulgar, Himawan menyatakan akan melakukan perbaikan.
“Ini hasil rapat memberi kami banyak masukan, terutama masalah media sosial dan pakaian. Nanti segera akan kami revisi,” katanya.
Ia juga menyebut bahwa setelah mendapat pendampingan pasca keluarnya NIB, manajemen sudah mengubah branding usaha.
“Kami mendapatkan himbauan untuk kembali ke tempat pijat. Tulisan spa-nya akan kami hilangkan,” jelas Himawan.
Menurut Himawan, pihaknya berharap ke depan ada kejelasan teknis lanjutan dalam proses penerbitan izin usaha.
“Ketika dipermudah perizinan, mohon disertakan lanjutan juga, supaya pelaku usaha tidak merasa dirugikan,” katanya. [dre.hel]


