Bamyuwangi, Bhirawa.
DPP Apindo Jawa Timur siap berkolaborasi untuk mengembangkan potensi lokal di Banyuwangi sudah dikenal memiliki kekayaan hasil pertanian dan hortikultura, khususnya buah-buahan.
“Saya sudah memetakan potensi di Banyuwangi dan melihat hasil produksi alpukat, manggis serta buah naga di sini,” terang Ketua DPP Apindo Jatim, Eddy Widjanarko saat bertemu dengan Bupati Banyuwangi, Ipuk Fiestiandani beberapa waktu lalu di Pendopo Sabha Swagata Blambangan.
Melihat potensi tersebut, Eddy optimistis ada banyak peluang kerjasama khususnya ekspor ke berbagai negara. “Ada juga pengusaha besar yang punya industri di 16 kabupaten di China yang ingin membeli buah-buahan dari Indonesia. Itu lah sebenarnya niat utama kami bersama Apindo Banyuwangi untuk mengembangkan pertanian dan hortikultura dari Banyuwangi,” ujar Eddy.
Eddy menambahkan, di China juga sudah melakukan pengembangan pembibitan dengan baik. Bahkan di Negara tirai bambu bisa dijumpai lebih dari 30 jenis semangka.
“Yang juga bisa kita Kembangkan nantinya adalah bagaimana industri pengolahan buah-buahan bisa dilakukan di sana,” jelas Eddy lagi. Dengan adanya industri pengolahan maka akan meningkatkan nilai tambah dari hasil hortikultura Banyuwangi.
Sementara itu, Selama di Banyuwangi, Eddy sudah bertemu dengan petani alpukat, buah naga dan durian. Tidak ketinggalan juga petani manggis yang sudah melakukan ekspor ke Taiwan.
Bupati Banyuwangi, Ipuk Fiestiandani mengatakan, produksi buah-buahan Banyuwangi memang sangat menjanjikan. “Bahkan banyak petani padi yang juga beralih ke Hortikultura. Lahan di Banyuwangi ini sangat cocok ditanami apa pun. Mulai Palawija, buah-buahan hingga pertanian,” tutur Bupati Banyuwangi.
Ia menjelaskan, selama ini Petani buah Banyuwangi sudah banyak yang melakukan ekspor. Misalnya saja manggis atau buah naga yang sudah ekspor secara B2B (Business to Business). Banyuwangi juga menyuplai Pisang Cavendish.Tidak ketinggalan, Banyuwangi memiliki durian unggulan yang beberapa di antaranya hanya ada di wilayah tersebut.
Menurut Ipuk Fiestiandani, untuk ekspor masih dilakukan melalui Surabaya atau Bali. Banyuwangi sendiri masih menghadapi sejumlah kendala untuk ekspor secara langsung karena belum ada bea cukai untuk ekspor.
“Kami sudah berupaya agar Pelabuhan kami dijadikan Pelabuhan ekspor tapi ternyata memang, ada kendala lain. Yaitu pengusaha kapal berpikir, kembalinya ke sini apa yang bisa dibawa? Kita bisa mengirim, tapi belum bisa menerima barang karena di Banyuwangi tidak ada industri,” ujarnya.
Di Banyuwangi sebenarnya sudah dirintis pembangunan kawasan industri Wongsorejo. “Tapi memang belum berjalan. Kalau memang kawasan industri ini nanti bisa berjalan, mudah-mudahan ekspor impor juga akan lancar,” jelasnya.
Selain horti, potensi lainnya adalah pertanian, terutama beras organik. Petani beras organik Banyuwangi sudah bisa memproduksi beras kuning, hitam, merah dan coklat.
Lalu, produksi cabe dari Banyuwangi juga sudah diterima oleh industri makanan minuman skala besar. Begitu pula untuk gula merah organik juga menjadi incaran.
Bahkan dari sektor peternakan, ada potensi susu perah, baik kambing maupun sapi. Tapi karena belum Ada industri pengolahan susu, maka masih dikirimkan ke Surabaya dan Yogyakarta.
Selain pertanian, perkebunan dan peternakan, yang juga menonjol di Banyuwangi adalah sektor pariwisata. “Kami memang mengandalkan potensi alam seperti pertanian, perikanan dan jasa khususnya pariwisata. PDRB kami pada 2023 meningkat menjadi Rp101 Triliin dari sebelumnya Rp85 Triliun. Faktor pendorongnya ya sektor-sektor tadi,” pungkasnya.
Dengan adanya pertemuan bersama Apindo Jatim diharapkan bisa terjadi kolaborasi dengan pengusaha-pengusaha besar sehingga potensi Banyuwangi bisa semakin dikembangkan. Selain itu juga terbuka kesempatan bagi mahasiswa atau putra putri Banyuwangi untuk magang di industri yang menjadi anggota Apindo.
Kunjungi PG Paling Modern di Indonesia
Sebelumnya, rombongan DPP Apindo juga berkesempatan mengunjungi Pabrik Gula Glenmore. PG paling modern di Indonesia ini berlokasi di Desa Karangharjo, Kecamatan Glenmore, Banyuwangi.
General Manager PG Glenmore, Sugondo menuturkan, di tahun 2024 ini PG Glenmore menargetkan menggiling sebanyak 1 juta ton tebu. Peningkatan target giling tebu ini merupakan upaya untuk mendukung tercapainya swasembada gula nasional, serta peningkatan kinerja positif PG Glenmore.
“PG Glenmore saat ini memiliki kapasitas giling terpasang 6.000 ton cane per day (TCD),” ujarnya.
Ketua DPP Apindo Jatim, Eddy Widjanarko menyampaikan apresiasinya terhadap kinerja PG Glenmore. “Saya luar biasa kagum. Produksinya paling stabil, waste paling sedikit, warna dan ukuran paling stabil dan semua kegiatan dikontrol oleh mesin. Ini benar-benar menunjukkan industri modern.” ujar Eddy.
Ia berharap seluruh Pabrik gula di Indonesia dapat dimodernisasi agar mesin yang sudah beroperasi sejak zaman Belanda bisa diganti dengan yang lebih efisien. Dengan demikian kapasitas dan produksi bisa meningkat dan memenuhi konsumsi gula dalam negeri. [riq.ca]