27 C
Sidoarjo
Wednesday, December 17, 2025
spot_img

Kisah Penambangan Batu Kapur dan Buah Manis Industri Smelter



Narasi tentang Kontribusi Sumber Daya Mineral untuk Negeri

Denyut perekonomian di Kabupaten Gresik bukan hanya tentang pabrik-pabrik raksasa yang berdiri gagah, tetapi juga tentang gunung-gunung kapur yang terkikis habis. Bukan hanya tentang kisah kelam para penambang batu kapur yang sebagian dicap sebagai penambang ilegal, namun juga tentang cerita manis Industri Smelter yang menjadi saksi bisu kontribusi sumber daya mineral dalam membangun daerahnya.

Oleh:
Wahyu Kuncoro, Wartawan Bhirawa

Kamis (30/10) sore itu, mentari mulai bersiap menuju peraduan, namun suara dentuman masih terdengar dari kejauhan. Di sebuah lereng bukit di wilayah Gresik Utara, beberapa truk tronton antre berbaris, menunggu giliran mengisi muatan. Di sana, ribuan ton batu kapur, material yang menjadi tulang punggung industri semen, dikeruk tanpa henti.

Karto (56), seorang penambang tradisional yang sudah puluhan tahun hidup dari bukit kapur ini, nampak mencoba duduk untuk melepas penat. Wajah tuanya yang keriput dan tangannya yang kasar adalah saksi bisu dari kerja keras yang tak pernah kenal lelah. Setiap hari, ia menuruni lereng curam, memecah batu-batu kapur dengan palu godam. Keringat membasahi bajunya, bercampur dengan debu putih yang beterbangan, seperti bedak dingin yang menyelimuti tubuhnya.

“Dulu, bukit ini lebih tinggi, Nak,” ujar Pak Karto kepada Bhirawa, sambil menunjuk ke arah puncak bukit yang kini terlihat landai. “Sekarang, tinggal setengahnya. Tapi ya bagaimana lagi, ini satu-satunya jalan buat saya bisa menyambung hidup.”

Kisah Pak Karto adalah cerminan realitas pahit yang dihadapi banyak penambang kecil di Gresik. Di satu sisi, mereka adalah pahlawan yang menyediakan bahan baku penting bagi pembangunan infrastruktur. Di sisi lain, mereka terjebak dalam lingkaran kemiskinan dan ketidakpastian, berhadapan langsung dengan bahaya dan dampak lingkungan yang tak terhindarkan.

Aktivitas penambangan batu kapur di Gresik sampai hari ini memang diwarnai dengan berbagai kisah. Mulai dari penutupan sementara pabrik oleh PT Semen Gresik karena masalah pasokan batu kapur, tragedi runtuhnya gunung kapur di Panceng yang menewaskan satu penambang atau masih maraknya aktivitas penambangan batu kapur ilegal di wilayah utara Gresik, seperti di Desa Ketanen, Pantenan, dan Banyutengah. Sementara di sisi lain, ada berita gembira ketika bekas area penambangan kapur di Desa Sekapuk, Kecamatan Ujungpangkah, telah dikembangkan menjadi destinasi wisata yang menawarkan berbagai spot foto menarik dan wahana edukasi. Tempat ini juga disebut-sebut sebagai upaya desa untuk meningkatkan potensi ekonomi dan kesejahteraan masyarakatnya.

Jantung Industri: Dari Tambang ke Smelter
Jika batu kapur adalah tulang, maka industri smelter adalah jantung yang memompa kekayaan mineral ke seluruh penjuru negeri, bahkan dunia. Di Gresik, berdirilah fasilitas pengolahan logam terbesar, termasuk emas dan tembaga, milik PT Freeport Indonesia. Pembangunan smelter ini adalah tonggak sejarah baru, yang menunjukkan komitmen pemerintah dalam meningkatkan nilai tambah hasil tambang di dalam negeri.

Berita Terkait :  Bersaing dengan PTNBH dan Universitas Asing, PTS Hadapi Tantangan Berat Gaet Mahasiswa Baru
Smelter tembaga PT Freeport Indonesia di Gresik, Jatim. (Dok PT Freeport Indonesia)

Namun, di balik megahnya fasilitas ini, ada pula kisah-kisah kecil menarik untuk dinarasikan. Salah satunya adalah kisah Pak Budi (34), seorang insinyur muda yang bekerja di salah satu smelter di Gresik. Ia berasal dari Papua, tanah tempat Freeport menambang. Dengan mata berbinar, ia menceritakan pengalamannya. “Dulu, saya hanya tahu bahwa emas dan tembaga itu berasal dari tanah kami. Tapi di sini, saya melihat langsung bagaimana mineral itu diolah menjadi produk bernilai tinggi. Ini bukan sekadar pekerjaan, tapi juga kesempatan untuk belajar dan berkontribusi untuk negeri.”

Kisah Pak Budi menunjukkan bagaimana industri tambang tidak hanya menghasilkan keuntungan materi, tetapi juga memberdayakan sumber daya manusia. Ia dan ratusan pekerja lainnya, baik dari Gresik maupun dari daerah lain, adalah bukti bahwa tambang adalah jembatan yang menghubungkan berbagai wilayah dan memberi kesempatan bagi anak-anak bangsa untuk berkembang.

Namun, perjalanan tidak selalu mulus. Smelter raksasa ini juga menghadapi tantangan, seperti insiden kebakaran yang pernah terjadi. Kejadian ini mengingatkan kita bahwa industri tambang, meskipun membawa manfaat besar, juga memiliki risiko yang harus dikelola dengan hati-hati.

Tidak bisa dipungkiri, aktivitas penambangan juga membawa dampak negatif, terutama bagi lingkungan. Di beberapa wilayah Gresik, penambangan ilegal masih marak terjadi, mengancam kelestarian lingkungan dan keselamatan warga.

“Lokasi galian yang dekat dengan permukiman membuat kami khawatir,” ujar Bu Wati, seorang warga desa yang tinggal di dekat area penambangan. “Takut longsor, dan sumber air kami juga jadi surut.”

Namun, di tengah-tengah keluhan ini, ada pula upaya-upaya positif yang dilakukan oleh perusahaan tambang. Program Corporate Social Responsibility (CSR) menjadi salah satu solusi untuk meminimalisir dampak negatif dan membantu masyarakat sekitar.

PT Freeport Indonesia, misalnya, tidak hanya fokus pada produksi, tetapi juga berkomitmen untuk mendukung program pemerintah melalui kemitraan strategis dengan UMKM di Gresik. Melalui program ini, puluhan UMKM lokal mendapat dukungan untuk mengembangkan usahanya, menciptakan lapangan kerja, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Kisah Pak Ahmad, seorang pengrajin batik yang menjadi mitra Freeport, adalah salah satu contohnya.

“Dulu, saya kesulitan memasarkan produk saya. Tapi setelah ikut program kemitraan ini, saya jadi punya banyak pesanan. Omzet saya naik drastis, dan saya bisa mempekerjakan lebih banyak orang,” cerita Pak Ahmad dengan bangga.

Berita Terkait :  Pekerja BPU Bakal Terima BPJS Ketenagakerjaan dari DBHCHT, Disnakertrans Tulungagung Gelar Sosialisasi

Cerita-cerita seperti ini memberikan harapan bahwa tambang dan kesejahteraan masyarakat bisa berjalan beriringan. Bahwa kekayaan bumi yang terkandung di Gresik tidak hanya dinikmati oleh segelintir orang, tetapi juga memberi manfaat bagi banyak pihak.

Dalam riset yang dilakukan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya (FEB UB), Gresik disebut sebagai contoh keberhasilan model kemitraan yang melibatkan masyarakat lokal sejak tahap awal pembangunan industri. Riset FEB UB tersebut juga mencatat bahwa keterlibatan pelaku usaha lokal membuka ruang partisipasi ekonomi lebih luas. UMKM tidak hanya berperan sebagai penyedia jasa katering dan logistik, tetapi juga didorong melalui pengembangan sentra IKM seperti Songkok Kemuteran dan Mesin Logam Pelemwatu Menganti di Gresik.

“Dengan kemitraan strategis, pelaku UMKM dapat mengambil peran lebih besar dalam rantai pasok industri, yang pada akhirnya memperkuat ekosistem ekonomi lokal,” tulis Hendi Subandi, peneliti utama saat dikonfirmasi, Jumat (31/10/2025).

Laporan ini juga menekankan manfaat hilirisasi akan lebih berkelanjutan bila dilakukan melalui pendekatan kolaboratif yang melibatkan enam unsur utama, yakni perusahaan, pemerintah daerah, masyarakat, akademisi, media, dan Non-Governmental Organization. Pendekatan hexahelix ini dianggap penting untuk menjaga kesinambungan antara kepentingan ekonomi dan pembangunan sosial di tingkat lokal.

“Dengan melibatkan berbagai aktor dalam model kemitraan hexahelix, hilirisasi dapat menciptakan ekosistem yang inklusif dan berkelanjutan, memberikan dampak positif bagi masyarakat lokal,” lanjut Hendi.

Temuan tim riset juga menunjukkan bahwa hilirisasi di sejumlah daerah, termasuk Gresik, berdampak pada peningkatan indikator sosial. Riset tersebut mencatat perbaikan dalam rata-rata lama sekolah, umur harapan hidup, serta penurunan angka stunting, sebagai bagian dari dampak tidak langsung pembangunan industri dan pemanfaatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) serta Dana Bagi Hasil (DBH).

Hasil riset juga mencatat bahwa hilirisasi dapat memperkuat belanja pembangunan di sektor-sektor publik, seperti pendidikan dan kesehatan, karena peningkatan pendapatan daerah membuka ruang fiskal lebih besar. Dalam konteks jangka panjang, model ini dipandang mampu mendongkrak kualitas hidup masyarakat di sekitar kawasan industri.

“Dengan pendapatan daerah yang meningkat, daerah-daerah hilirisasi kini memiliki kapasitas fiskal yang lebih baik untuk membiayai layanan dasar. Ini menunjukkan bahwa manfaat hilirisasi bisa langsung dirasakan oleh masyarakat,” tegas Hendi.

Dalam kesempatan berbeda, Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Tri Winarno mengatakan, salah satu fokus utama Kementerian ESDM adalah mendorong adalah pengelolaan pertambangan berkelanjutan yang tidak hanya menitikberatkan pada aspek ekonomi, tetapi juga mengedepankan tanggung jawab sosial dan pelestarian lingkungan.

Berita Terkait :  Meriah, Ratusan Warga Kletak Putatlor Gresik Gelar Sedekah Bumi

“Pertambangan berkelanjutan tidak hanya soal nilai tambah ekonomi, tetapi juga tanggung jawab terhadap lingkungan. Maka kami terus mendorong pelaku usaha, agar mereka memahami pentingnya penerapan praktik tambang yang ramah lingkungan, termasuk pemenuhan kewajiban jaminan reklamasi (jamrek) yang sedang ramai diperbincangkan. Ini adalah bagian dari komitmen bersama untuk menjaga keseimbangan antara produktivitas dan kelestarian alam,” ujar Tri Winarno, Kamis (30/10).

Tri menambahkan, pengembangan material maju (advanced materials) juga menjadi salah satu isu penting yang akan dibahas dalam ajang tersebut. Menurut dia, material ini memiliki peran besar dalam mendukung pertumbuhan industri masa depan berbasis teknologi tinggi. “Material maju ini memang digunakan untuk industri yang canggih, makanya disebut advanced materials. Di dalamnya termasuk mineral kritis-strategis.

Di Indonesia saat ini sudah mulai dilakukan eksplorasi terhadap mineral strategis dan kritis, termasuk logam tanah jarang (rare earth elements). Upaya ini terus digalakkan karena datanya masih terbatas dan belum selengkap mineral logam lainnya. Saat ini pendataan dan eksplorasi masih berlangsung, yang dilakukan oleh Badan Geologi,” lanjut Tri.

Program hilirisasi yang dijalankan beberapa tahun terakhir, jelas Tri Winarno telah menunjukkan hasil positif. Jumlah smelter yang terus bertambah menjadi bukti nyata bahwa kebijakan hilirisasi berjalan di jalur yang tepat.

Antara Harta dan Tanggung Jawab
Kekayaan mineral di Gresik, dari batu kapur hingga tembaga dan emas, adalah harta karun yang tak ternilai harganya. Namun, di balik kemilau harta itu, tersimpan pula tanggung jawab yang besar.

Tanggung jawab untuk mengelola tambang dengan bijak, tidak hanya demi keuntungan sesaat, tetapi juga demi keberlanjutan lingkungan dan kesejahteraan masyarakat. Tanggung jawab untuk memastikan bahwa mineral yang diekstrak tidak hanya menjadi bahan mentah, tetapi juga diolah menjadi produk bernilai tinggi di dalam negeri. Dan yang terpenting, tanggung jawab untuk memastikan bahwa setiap tetes keringat penambang, dari yang paling kecil hingga yang paling besar, dihargai dan memberikan manfaat nyata.

Kisah dari Gresik ini adalah sebuah potret utuh tentang sumber daya mineral. Potret yang tidak hanya menampilkan sisi gemilang dan megah, tetapi juga sisi kelam dan penuh tantangan. Potret yang mengingatkan kita bahwa mineral adalah warisan untuk negeri, yang harus dikelola dengan penuh kearifan. Di sinilah panggung yang ideal untuk cerita ini. Dari bukit kapur yang terkikis, hingga smelter raksasa yang berdiri megah. Dari wajah-wajah letih para penambang, hingga senyum bangga para pengusaha UMKM. Semua adalah bagian dari sebuah narasi besar tentang mineral, untuk negeri. [*]

Berita Terkait

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Follow Harian Bhirawa

0FansLike
0FollowersFollow
0FollowersFollow

Berita Terbaru