Oleh :
Nur Kamilia
Magister Hukum Alumni PP. Sumber Bunga Situbondo
Di salah satu kota di Jawa Timur kasus perceraian sejak Januari hingga Desember tahun 2023 sudah mencapai 2.438 kasus pekara yang masuk. Tentu hal tersebut menjadi perhatian bagi banyak orang dan timbul pertanyaan mengapa hal tersebut dengan mudahnya terjadi dan mirisnya pasangan yang melakukan perceraian kebanyakan masih muda dan tergolong pernikahan yang pendek usia. Teruntuk faktor yang menyebabkan hal tersebut terjadi ialah kebanyakan faktor ekonomi dan kurangnya kesiapan mental dari pasangan tersebut.
Setelah mendengar kabar tersebut, dan melihat beberapa kasus yang terjadi di sekitar, dapat ditelaah bahwa kurangnya kesiapan mental dan finansial dari beberapa pasangan muda yang telah melakukan pernikahan.Begitu juga kurangnya pemahaman terkait arti dan tujuan dari sebuah pernikahan.Begitupun hal tersebut bisa dipicu juga dari faktor orang tua yang mana setelah selesai menikahkan anaknya, orang tua masih menanggung biaya kehidupan anaknya dan pasangannya sehingga anak tersebut menjadi nyantai dan tidak memikirkan keberlangsungan hubungan pernikahannya itu. Memang benar setiap orang tua akan selalu menjadi garda terdepan apabila anaknya sedang mengalami kesusahan sehingga ketika anaknya ingin menikah dan belum memiliki perkerjaan maka kehidupannya akan ditanggung oleh orangtuanya, namun hal tersebut terkadang kurang diperhatikan oleh orang tua terkait dampak kedepannya terhadap anak dan kehidupan pernikahannya. Akan tetapi seharusnya pihak orang tua dari pihak laki-laki mengajarkan anaknya untuk belajar bekerja untuk mempersiapkan masa depannya termasuk persiapan dunia pernikahannya, memang benar tidak salah orang tua membantu anaknya dalam segi finansial dipernikahannya akan tetapi dampak dari hal tersebut juga harus diperhatikan, berdampak baik apa buruk. Karena kebanyakan, jika dari segi finansial sudah ditanggung secara keseluruhan oleh orangtuanya anak tersebut menjadi malas bekerja dan tersebut bisa memicu pertengkaran dengan istrinya atau bahkan dengan mertuanya.Sehingga dampak panjang dari pernikahan yang baru dibangun tersebut bisa kandas begitu saja.
Lebih mirisnya hal tersebut juga terjadi kepada pernikahan di bawah tangan atau nikah sirri karena umur anaknya belum memenuhi usia boleh menikah alias menikah di bawah umur, yang mana terkadang pasangan di bawah tangan tersebut sama-sama masih berstatus pelajar, hal tersebut terjadi karena untuk menutupi omongan orang yang melihat mereka sering berboncengan di jalan, jadi untuk menanggulangi hal tersebut maka mereka pasangan remaja dinikahkan tanpa kesiapan mental, fisik dan finansial, dan terkadang pihak orang tua kurang memperhatikan hal tersebut, kurang memperhatikan kesiapan mental dan kesiapan fisik dari anaknya yang terpenting finansial terjamin, kebutuhan sehari-hari masih terpenuhi walaupun orangtua tersebut harus menanggunya dan tetap membirkan anaknya sekolah seperti biasanya. Padahal makna dari pernikahan itu sangat sakral dan tujuan dari pernikahan sudah sangat jelas disebutkan dalam al-Qur’an sehingga hal tersebut seharusnya diperhatikan secara seksama dan mendalam, dipahami nilai-nilainya, dipersiapkan dengan baik, baik dari kesiapan fisik, mental, maupun finansial.guna menghindari sebuah perceraian bukan malah dengan mudahnya menikah, berpisah kemudian menikah lagi.
Dampak buruk dari kurangnya kesiapan mental yang kurang diperhatikan oleh beberapa orang tua, kebanyakan saat kasus tersebut terjadi pernikahan tersebut hanya serumur jangung, baik yang tercatat di KUA (Kantor Urusan Agama) apalagi yang di bawah tangan tentu sangat mudah untuk menjatuhkan talak karena tidak terikat dengan negara. Dari kejadian tersebut tentu yang dirugikan adalah pihak perempuan, apabila anak tersebut sudah bosan atau apa maka akan dengan mudah untukmengatakan cerai, lalu mereka akan menikah lagi, mengulangi hal tersebut kembali.Belum lagi jika dalam pernikan tersebut melahirkan anak maka hal tersebut akan semakin rumit, bisa menjadi tidak rumit jika pernikahannya tercatat sah secara negara, namun bagaimana jika pernikahannya tidak tercatat secara negara makan tentu tidak hanya merugikan pihak perempuan namun juga merugikan terhadap anak yang dilahirkan, di samping status akte kelahirannya hanya berstatus anak ibu, anak tersebut juga tidak bisa mendapatkan hak waris secara negara, dan masih terdapat kerugian lainnya yang akan ditanggung oleh ibu dan anaknya.
Untuk menanggulangi hal tersebut terjadi dan mengurangi angka perceraian juga pernikahan dini hal ini bukan hanya perlu diperhatikan oleh pemerintah saja namun juga kesadaran mendalam dari setiap orang tua bahwa penikahan dini, penikahan di bawah tangan, kurangnya kesiapan mental, fisik dan finansial bisa saja merugikan beberapa pihak terutama pihak perempuan yang sangat jelas dirugikan jika hal tersebut terjadi. Mungkin upaya penuyuluhan terkait pernikahan dan perceraian untuk menanggulagi sebagaiamana yang telah disebutkan tidak hanya tertuju kepada anak remaja tetapi juga kepada para orang tua agar bisa lebih mempertimbangkan jika ingin menikahkan anak-anaknya.Karena rata-rata penyululuhan tersebut disiapkan untuk anak remaja saja, padahal peran ternyadinya pernikahan dan tersebut juga ada campur tangan dari kedua orangtua.
–———– *** ————–