26 C
Sidoarjo
Thursday, November 21, 2024
spot_img

Ketika Peran Perempuan Hanya Sebatas di Dapur

Patriarki Dalam Tayangan Iklan Sariwangi

Oleh :
Nur Fadillah Rachmawati
Mahasiswa Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Surabaya
.

Iklan Televisi merupakan salah satu bentuk komunikasi secara tidak langsung, informasi yang di sampaikan seputar keunggulan sebuah produk untuk menarik seseorang melakukan pembelian. Namun tidak hanya mengenalkan suatu produk saja, iklan dapat di gabungkan dengan konsep yang menyentuh nilai – nilai sosial yang ada di sekitar kita.
Salah satu iklan yang menarik perhatian yaitu Iklan Televisi Sariwangi Versi #Maribicara. Iklan tersebut memakai gaya cerita slice of life, yang menggambarkan konflik tentang kesetaraan gender yang sering muncul dalam kehidupan keluarga.

Nah, daya tariknya ada di situ, bahwa dengan secangkir teh Sariwangi, kita bisa merasakan kehangatan dalam keluarga, menyelesaikan masalah, dan mungkin juga solusi untuk masalah-masalah yang ada. (Diana Septiani,Zulkatnaen, Aditya Warman, 2023)
Kamu mungkin sudah tidak asing dengan iklan Sariwangi versi #MariBicara. Iklan ini menampilkan keluarga yang duduk bersama sambil ngobrol dengan secangkir teh hangat. Seolah-olah, obrolan ini membuat segalanya lebih damai, lebih dekat, dan mengajak semua anggota keluarga untuk terbuka satu sama lain. Keren, kan? Tapi ternyata, ada banyak yang bisa kita gali dari iklan ini, terutama soal peran laki-laki dan perempuan. Ternyata, kalau dilihat dari kacamata budaya patriarki, ada pesan-pesan yang menarik banget!

Apa itu Patriarki?
Sebelum melangkah lebih jauh, mari kita pahami apa itu patriarki. Patriarki merupakan sistem sosial yang dimana peran laki – laki mendapat perlakuan istimewa yang dianggap dominan atau berkuasa.
Di dalam realita kehidupan status sosial masyarakat masih terasa perbedaan dalam aspek keluarga, pekerjaan dsb. Budaya patriarki sudah ada sejak lama dan terbangun lewat banyak kebiasaan yang diturunkan turun-temurun. Namun, sekarang makin banyak orang yang sadar bahwa sistem ini nggak sepenuhnya adil, karena bisa membatasi potensi, baik bagi perempuan maupun laki-laki. Misalnya, perempuan yang ingin berkarier sering dianggap “melawan norma” atau laki-laki yang mau aktif dalam urusan rumah tangga kadang dianggap “kurang maskulin.”

Berita Terkait :  Hari Anak Sedunia: Tarian Asa di Piring Bergizi Prabowo-Gibran

Nah, kalau ini tercermin dalam iklan, biasanya bentuknya halus tapi cukup jelas. Misalnya, peran perempuan diiklan akan cenderung fokus pada urusan rumah tangga atau emosi keluarga, sedangkan laki-laki biasanya tampil sebagai pemimpin atau sosok yang “bijaksana.”
Iklan Sariwangi #Maribicara: Gaya Cerita yang Dekat dengan Kehidupan
Iklan Sariwangi #Maribicara mengambil tema percakapan santai keluarga yabg berkumpul bersama. Tentu saja, kita menilai untuk memperlihatkan bahwa Sariwangi adalah teh yang cocok untuk menemani obrolan yang hangat. Namun, jika kita telusuri lebih dalam, ada sesuatu yang menarik dalam reprentasi gender yang ditampilkan. Meskipun tampaknya memberikan ruang bagi perempuan untuk berbicara dan mengemukakan pendapat, peran mereka tetap berada dalam koridor tradisional.

Dalam beberapa adegan, perempuan digambarkan lebih sering berbicara tentang peran domestik mereka, sementara laki-laki muncul lebih jarang dan lebih sebagai pengamat atau pendengar. Pola seperti ini sebenarnya mencerminkan norma-norma patriarkal yang masih sangat kuat dalam banyak iklan di Indonesia. Iklan-iklan sering kali menampilkan peran perempuan yang lebih “lembut” dan cenderung berada di ruang-ruang privat, sementara laki-laki sering kali diasosiasikan dengan dunia publik dan pengambilan keputusan besar.
Gambaran Peran Gender dalam Iklan

Di iklan ini, meskipun para suami diperlihatkan ikut berdiskusi, mereka tetap digambarkan sebagai figur yang dominan namun cenderung pasif, seolah menjadi “hak” mereka untuk didengarkan saat mereka siap. Istri, di sisi lain, selalu siap “melayani” dalam arti emosional—menciptakan suasana nyaman dan aman untuk pembicaraan.

Berita Terkait :  Suara Anak Turut Membangun Bangsa

Contoh ini menunjukkan bagaimana budaya patriarki terimplementasi di ruang publik seperti iklan. Perempuan digambarkan lebih emotional-oriented, bertanggung jawab atas kenyamanan, keharmonisan, dan komunikasi dalam keluarga. Sedangkan laki-laki digambarkan sebagai figur yang tenang, tegas, dan “bijaksana”.

Patriarki dalam Media dan Dampaknya
Bagi sebagian orang, iklan ini mungkin terasa normal, bahkan menyenangkan. Tetapi bagi mereka yang lebih peka terhadap isu gender, mungkin ada sedikit rasa janggal. Mengapa perempuan sering kali digambarkan sebagai sosok yang “menjadi penghubung” dalam keluarga, sementara laki-laki lebih sering mengambil peran sebagai pemimpin atau penentu keputusan besar?

Dengan terus-menerus menyaksikan iklan seperti ini, tanpa sadar kita menanamkan dalam pikiran kita bahwa perempuan memang “seharusnya” menjadi penjaga emosional dalam keluarga, sedangkan laki-laki cukup menjadi sosok yang mendengarkan dan mengambil keputusan. Ini bisa membatasi potensi kedua belah pihak. Perempuan yang ingin berperan aktif di luar rumah bisa merasa terbatas, sementara laki-laki yang ingin lebih terlibat dalam hubungan keluarga bisa merasa “kurang maskulin.”

Selain itu, dampaknya juga bisa membuat banyak orang merasa bahwa pembagian peran dalam iklan tersebut adalah satu-satunya cara menjalani hubungan. Padahal, setiap pasangan punya hak untuk menentukan peran mereka sendiri sesuai keinginan dan kemampuan masing-masing.

Membangun Dialog, Tapi Tetap dalam Batas-Batas Patriarki
Sariwangi sukses mengajak penonton untuk merenungkan pentingnya komunikasi, terutama dalam keluarga. Namun, di balik pesan positifnya, ada penggambaran peran gender yang tetap berada dalam “kerangka patriarki”. Ini mungkin tak langsung terasa, tapi iklan tersebut tetap memperlihatkan istri sebagai pusat emosi dan solusi, sementara suami lebih santai tanpa perlu mengambil beban emosional yang sama.
Di sinilah tantangan iklan masa kini. Sebagai masyarakat, kita mengapresiasi nilai-nilai keluarga, tapi kita juga harus peka bahwa iklan bisa memperkuat stereotip gender yang sudah lama ada.

Berita Terkait :  Stop Kekerasan Anak di Ruang Digital

Apa yang Bisa Kita Ambil dari Iklan Ini?
Meski ada nuansa patriarki, iklan ini bisa jadi pengingat bahwa komunikasi itu penting di segala situasi. Bagaimana kita menyikapi perbedaan peran antara laki-laki dan perempuan dalam keluarga adalah pilihan kita, tapi alangkah baiknya jika peran tersebut tak harus selalu dipengaruhi oleh budaya patriarki.

Dengan memahami bagaimana iklan mencerminkan budaya dan norma yang ada, kita bisa lebih bijak dalam menginterpretasi iklan dan pesan yang ingin disampaikan. Siapa tahu, ke depannya kita bisa melihat iklan-iklan yang lebih setara dan mewakili peran laki-laki dan perempuan secara lebih adil!

————— *** —————–

Berita Terkait

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Follow Harian Bhirawa

0FansLike
0FollowersFollow
0FollowersFollow
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Berita Terbaru

spot_imgspot_imgspot_img