Oleh :
Rizky Romadhona Aisyah Syafidah
Mahasiswa Prodi Ilmu Komunikasi Universitas 17 Agustus 1945 (Untag), Surabaya
Gender adalah konsep yang digunakan untuk mendefinisikan perbedaan antara laki-laki dan perempuan dari perspektif non-biologis. Namun, hal ini berbeda dengan jenis kelamin yang biasa digunakan untuk menentukan perbedaan antara perempuan dan laki-laki dalam hal anatomi biologis. Istilah gender ini lebih menitik beratkan pada aspek biologis seseorang, antara lain perbedaan kimia tubuh dan hormon, anatomi fisik, reproduksi, dan karakter biologis yang lain (Janu, 2015).
Menurut Sugiarti dan Handayani, gender adalah sifat yang melekat pada perepmpuan dan laki-laki yang dibentuk oleh faktor-faktor budaya dan sosial, sehingga lahirlah asumsi-asumsi tertentu tentang peran sosial dan budaya, sehingga lahirlah chemistry antara laki-laki dan perempuan. Formasi sosial antara laki-laki dan perempuan antara lain, perempuan dikenal sebagai manusia yang memiliki sifat lemah lembut, cantik, penyanyang dan keibuan. Sedangkan kaum laki-laki dipandang kuat, rasional, dan perkasa. Sifat-sifat diatas tersebut dapat dipertukarkan dan bisa berubah seiring berjalannya waktu.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa gender dapat dipahami sebagai suatu konsep sosial yang membedakan dengan kata lain pemisahan peran antara jenis kelamin laki-laki dan perempuan. Perbedaan peran serta fungsi antara perempuan dan laki-laki itu tidak diartikan sebagai perbedaan biologis atau kodrat, tetapi dibedakan atau diurutkan berdasarkan peran, kedudukanm dan fungsi masing-masing dalam berbagai bidang kehidupan ini (Made, 2019).
Saat ini banyak sekali wanita yang menjadikan profesi driver ojek online sebagai pekerjaan utama maupun pekerjaan sampingan guna menambah penghasilan. Sehingga dengan adanya kemajuan teknologi tersebut dapat memberikan kesempatan dan manfaat yang sama bagi kaum laki-laki maupun perempuan. (Siti Arofah and Alam 2019)
Berdasarkan artikel yang diperoleh dari kemenpppa.go.id dengan tanggal publikasi 18 Maret 2019, dijelaskan bahwa Pemerintah RI yang diwakili oleh Kemenpppa (Kementerian Pemberdayaan Perempuan, dan Perlindungan Anak) serta kemenlu (Kementerian Luar Negeri) pada diskusi PBB menyampaikan terkait upaya dalam mendorong kesetaraan gender melalui GOJEK (aplikasi ojek online).
Disampaikan bahwa GOJEK telah membuka peluang akses ekonomi bagi perempuan. Selain itu, GOJEK terus menciptakan teknologi yang inklusif kepada semua orang, termasuk perempuan. Melalui GOJEK, perempuan bisa menghasilkan pendapatan lebih dan berkesempatan untuk menjadi mandiri secara finansial dengan menjadi mitra GOJEK.
Permasalahan mendasar yang muncul adalah bagaimana perempuan yang berprofesi sebagai pengemudi dalam ojek online ini mengkonstruksikan dirinya di masyarakat. Benar, bahwa perempuan membutuhkan aktualisasi dan eksistensi sebagai bagian dari perjuangan hidup. Merujuk pada penelitian sebelumnya bahwa penelitian gender tidak cukup dengan hanya fokus dalam pengkajian saja, wujud tindakan riil lebih utama berupa pendampingan melalui Focus Group Discussion (FGD) (Hani, 2018).
Fakta yang mengemuka di lapangan sering kali pengemudi ojek online perempuan lebih memilih mengalah daripada pengemudi ojek online laki-laki. Hal ini bisa dimaklumi ketika melihat di sebuah tempat atau mangkal banyak didominasi laki-laki, maka secara perlahan pengemudi ojek online perempuan tersebut enggan untuk ikut berpartisipasi karena menyadari kapasitas diri sebagai perempuan dan juga merasa risih dengan cuitan dan bahkan godaan yang diberikan oleh teman laki-laki yang seprofesi dengannya (Perguna, 2019). Seringkali juga pengemudi ojek daring perempuan mendapatkan perlakuan tidak sopan, seronok bahkan sudah menjurus kepada kekerasan simbolik baik verbal maupun non verbal. Pendampingan pun juga banyak dilakukan sebagai bentuk penguatan terhadap peran perempuan dalam konteks profesi ojek online.
Perempuan dalam konteks ini acap menjadi korban konstruksi sosial yang diciptakan oleh masyarakat bahwa objek perempuan adalah figur yang lemah dan objek kekerasan. Sosialisasi gender dapat direproduksi melalui kelembagaan sosial (Marhumah, 2011).
Kelembagaan ini diharapkan dapat berperan sebagai lembaga sosial profesi ojek daring. Gender adalah bukan kasus sosial untuk mendapatkan bantuan, akan tetapi menciptakan kesadaran masyarakat terhadap sebuah fenomena yang tidak bisa dihindari lagi. Profesi ojek online menuntut kemandirian setiap penggunanya. Apalagi dalam kasus ini adalah perempuan.
Profesi dalam fungsi dan manfaatnya dalah menumbuhkan produktifitas, perempuan adalah batasan. Penguatan komunitas dan jejaring sosial bagi profesi ojek online perempuan akan membuat perlindungan bagi profesi tersebut. Selain itu, pemahaman di masyarakat untuk tidak membedakan keterbatasan fisik antara pria dan perempuan (Kurniawan, F., & Fatimah 2019)
Konsep Kesetaraan Gender Dalam Profesi
Konsep gender lahir akibat dari proses sosiologi dan budaya yang berkaitan dengan pembagian peranan dan kedudukan antara laki-laki dan perempuan dalam sebuah lingkungan masyarakat. Sebagian besar masyarakat menganggap peran sosial perempuan jauh tertinggal dan bersifat pasif dibandingkan dengan laki-laki dan hal ini tidak terjadi secara alamiah, tetapi akibat adanya konstruksi budaya (Qori, 2017). Budaya dan norma yang berlaku pada sebagian masyarakat Indonesia merupakan salah satu faktor yang menyebabkan pekerja perempuan lebih banyak dipekerjakan di sektor domestik dibandingkan di sektor publik, meskipun setiap perempuan Indonesia memiliki hak untuk memilih menjalani peran di sektor domestik maupun di sektor publik (KPPPA, 2018). Pertumbuhan ekonomi meningkatkan kesempatan kerja tetapi tidak dapat dengan sendirinya mengurangi ketimpangan gender.
Ketimpangan gender dalam bidang ketenagakerjaan masih merupakan isu dan permasalahan yang sering terjadi. Perbedaan antara laki-laki dan perempuan dalam penggunaan waktu di rumah, perbedaan tingkat pendidikan dan keterampilan, pembatasan sosial-budaya, segregasi sektoral dan pekerjaan, migrasi laki-laki, dan akses ke input produktif, semuanya mengarah pada ketimpangan gender dalam partisipasi pekerjaan yang layak (Mehrotra & Sinha, 2017).
Masih terjadinya ketimpangan gender di Indonesia khususnya di bidang ketenagakerjaan dapat ditunjukkan dengan lebih rendahnya akses perempuan terhadap pasar kerja dibandingkan dengan laki-laki dan kecenderungan perempuan bekerja mendapatkan upah yang lebih kecil dari pekerja laki-laki (Ari, 2017). Data menunjukkan perbandingan Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) antara perempuan dan laki-laki di Indonesia pada tahun 2017 adalah 50.89 : 82,51 (BPS,2017), hal ini menunjukkan TPAK perempuan jauh lebih rendah dibandingkan TPAK laki-laki. Hal ini berbanding terbalik dengan perbandingan jumlah penduduk perempuan dan laki yang berusia 15 tahun ke atas yaitu sebesar 96,7 Juta : 95,88 Juta (BPS,2017).
Dari data-data tersebut dapat menunjukkan bahwa 47,24 juta perempuan usia produktif di Indonesia tidak aktif secara ekonomi (Scholastica, 2018). Berdasarkan studi yang dilakukan di sebagian besar negara berkembang, ketimpangan TPAK antara laki-laki dan perempuan sudah umum terjadi (Verick, 2018). Salah satu penyebab masih rendah TPAK perempuan di Indonesia adalah faktor budaya dan norma yang masih berlaku di sebagian besar masyarakat yaitu peran tradisi lebih penting dari peran transisinya sehingga perempuan memiliki kecenderungan untuk tetap di rumah dan merasa bertanggung jawab untuk mengurus keluarga di rumah, sehingga menolak untuk memasuki pasar kerja. Perempuan bisa memiliki dua peran yaitu peran tradisi sebagai istri, ibu dan pengelola rumah tangga juga bisa memiliki peran transisi yaitu sebagai tenaga kerja, anggota masyarakat dan partisipan pembangunan (Dwi, 2017). Di sebagian wilayah Indonesia masih berlaku norma di mana penghargaan masyarakat terhadap perempuan yang mengurus anak dan suami di rumah lebih tinggi dibandingkan penghargaan yang diberikan terhadap perempuan yang memiliki karier di luar rumah (Azmi et al., 2012).
Faktor lain yang tidak kalah penting pengaruhnya adalah masih rendahnya tingkat pendidikan dan keterampilan perempuan Indonesia untuk dapat memasuki pasar kerja serta masih banyak terjadi pernikahan dini (Scholastica, 2018). Polemik lain yang banyak ditemukan adalah berkaitan dengan peran perempuan dalam penciptaan pendapatan. Perempuan mempunyai keterbatasan dalam perekonomian karena adanya diskriminasi gender dalam pasar tenaga kerja. ILO menunjukkan bahwa status dan formalitas pekerjaan berperan penting dalam terjadinya diskriminasi gender (ILO, 2013). Perempuan sering kali harus dihadapkan pada kebijakan yang bertentangan dengan peraturan kesetaraan gender ketika mereka memasuki dunia kerja. Diskriminasi sering kali masih dialami oleh pekerja perempuan di Indonesia baik itu berkaitan dengan proses rekrutmen pegawai sampai perbedaan dalam penerimaan upah antara pekerja laki-laki dan perempuan (KPPPA, 2018). Dalam penerimaan upah, terjadi kesenjangan upah yang diterima oleh pekerja laki-laki dan perempuan yang memiliki jabatan, tingkat pendidikan dan tingkat keterampilan yang sama di perusahaan.
Diskriminasi menjadi penyebab utama kesenjangan upah riil menurut gender, terutama pada penerima upah yang rendah. Fakta ini menunjukkan kurangnya penghargaan terhadap keterampilan perempuan di pasar kerja (Hennigusnia, 2014). Selain itu pekerja perempuan sulit untuk mencapai jabatan yang sama dengan laki-laki baik di negara berkembang seperti Indonesia maupun di negara maju (Kercheval et al., 2013). Masih terjadinya diskriminasi gender dalam bidang ketenagakerjaan disebabkan masih terdapat keyakinan yang salah dalam masyarakat berhubungan dengan konsep marginalisasi, subordinasi, stereotip, violence dan beban kerja (Putri & Fita, 2020).
Ojek Online Perempuan dan Produktifitas di Kota Surabaya
Bagi sebagaian besar perempuan yang bekerja sebagai ojek online di Kota Surabaya, profesi ini merupakan sebuah ājalan pintasā bagi kaum perempuan yang ingin mencari penghasilan yang tergolong lumayan dengan persyaratan yang tidak membutuhkan pendidikan tinggi, menjadi driver online.
Dari data yang ditemukan bahwa pengguna aplikasi transportasi online di kota Surabaya terus meningkat hampir mendekati 80% tiap tahunnya. Hal ini menjadi mendorong perusahaan Grab dan Gojek untuk menambah mitra pengemudinya. Bertambahnya mitra yang dilayani seharusnya juga dibarengi dengan peningkatan jumlah pengemudi. Peningkatan jumlah pengemudi tak hanya pada laki-laki tetapi juga perempuan yang terus bertambah. Bagi kaum hawa, menjadi pengemudi ojek online perempuan tidak membutuhkan persyaratan yang begitu susah untuk menggeluti profesi ini. Selain fisik yang mumpuni, pekerjaan ini membutuhkan keuletan dan ketelatenan dalam menjalani pekerjaan. Faktanya mereka justru sangat menekuni profesi menjadi pengemudi ojek online.
Bagi para pengemudi perempuan, salah satu kendala yang muncul adalah bilamana mendapat penumpang laki-laki, keduanya baik pengemudi perempuan maupun penumpang menjadi tidak nyaman bahkan cenderung risih. Pada umumnya pengemudi ojek daring perempuan melakukan siasat dengan menanyakan terlebih dahulu kepada penumpang apakah dia bersedia dikendarai oleh supir ojek online perempuan, atau dia akan menyetir sendiri dengan posisi driver yang berganti peran sebagai penumpang Lain halnya dengan pengemudi ojek daring perempuan yang memilih sebagai pengantar orderan makanan atau tipologi kedua. Rasionalitas mereka memilih tipologi ini adalah mereka fokus dalam mengandalkan insentif yang disediakan oleh pihak aplikator. Pilihan pengemudi perempuan pada tipe ini bukan tanpa alasan. Dalam kajian ini, sangat rasional jika menyimpulkan bahwa ojek online perempuan lebih sering memilih metode ini, alasannya adalah bila dibandingkan dengan mengantar penumpang dan barang, kegiatan mengantarkan makanan tidak memerlukan fisik yang lebih seperti mengantarkan penumpang dan barang.
Perspektif Gender sebagai Fungsi Reproduktif
Jika melihat dalam perspektif gender dalam menganalisis fungsi perempuan yang fokus pada fungsi reproduktif adalah melihat persoalan dari bagaimana perempuan membagi waktu mereka dengan keluarganya. Konteks dalam kasus artikel ini adalah bagaimana pengemudi ojek online perempuan membagi waktu mereka dan menyesuaikan dengan pekerjaan mereka sebagai perempuan pekerja lapangan.
Secara singkat ditemukan data bahwa kebanyakan perempuan yang berprofesi sebagai pengemudi ojek online membagi waktunya dengan memulai pekerjaan di pagi hari setelah mereka menyelesaikan pekerjaan domestiknya seperti mencuci, memasak dan lainnya. Pengemudi ojek online perempuan ini biasanya memulai pekerjaan domestiknya di pagi hari selepas subuh bahkan tak jarang sebelumnya. Biasanya pada pukul 06.00 mereka sudah bersiap untuk menjalankan aktivitas publiknya menjadi pengemudi ojek online.
Pilihan rasional mereka beragam, ada yang memanfaatkan momen anak sekolah berangkat ke sekolah, dan ada juga yang memanfaatkan waktu sekaliagus mengantar anak-anak mereka. dan adapula yang memang memanfaatkan waktu tersebut sambil membeli keperluan lainnya. Ada perempuan yang menjadi profesi ini sebagai profesi utama, atau ada pula yang mengisi waktu luangnya dengan menjadi pengemudi ojek. Bagi mereka yang terpenting adalah perempuan bisa membagi waktu antara pekerjaan domestik dan pekerjaan publik. Dalam perspektif gender, seharusnya perempuan diposisikan sebagai pihak yang seharusnya mendapatkan kesetaraan yang sama yaitu soal waktu dengan para pria.
Dari hasil penelusuran pula hampir 65% pengemudi ojek online memilih full time job daripada part time job. Alasannya pun beragam, selain mereka menemukan kecocokan dengan profesi yang mereka lakoni, mereka juga menemukan kepuasan tersendiri melalui pekerjaan pengemudi ojek online. Kecocokan itu muncul dari beberapa faktor mulai dari hobi mereka sebagai pengendara motor, kesenangan memperoleh teman baru, hingga mengisi waktu luang mereka untuk menghilangkan penat. Sebagian pengemudi ojek online perempuan mengungkapkan bahwa dengan berkendara di jalan raya, mereka mempunyai kesempatan menghilangkan kejenuhan akibat tanggung jawab yang berat di dalam rumah tangga. Tidak hanya soal ekonomi, rata-rata penghasilan suami yang istrinya bekerja sebagai ojek online sudah dapat mencukupi kehidupan mereka sehari-hari.
Analisis Teori
Teori pilihan rasional menjadi populer saat James S. Coleman mendirikan jurnal Rationality and Society pada tahun 1989. Tujuan dari pendirian jurnal tersebut adalah untuk mempopulerkan ide-ide dari sudut pandang rasional. Teori pilihan rasional James S. Coleman terlihat jelas dalam idenya yang berisi bahwa ātindakan indivodu mengarah pada tujuan itu dan juga tindakan tersebut yang ditentukan oleh nilai atau pilihan (preferensi)ā. Namun, James S. Coleman melanjutkan dengan menyatakan bahwa untuk tujuan teoritis, ia membutuhkan gagasan yang tepat tentang aktor rasional dari segi ekonomi, yang memandang aktor dapat memilih tindakan yang memaksimalkan utilitas atau kepuasan, serta memuaskan keinginan dan kebutuhan mereka (Ritzer, 2010).
Seseorang yang bertindak dengan merencanakan apa yang perlu dilakukan untuk menciptakan kebutuhan yang diinginkannya. Dalam teori pilihan rasional terdapat dua elemen utama yaitu aktor dan sumber daya. Sumber daya merupakan suatu hal yang aktor kendalikan dan diinginkan. James S. Coleman menjelaskan bahwa didalam sistem sosial memiliki setidaknya dua orang aktor yang mengedalikan sumber daya (Ritzer, 2008).
Dalam suatu tindakan sosial terdapat dua konsep elemen, yaitu aktor dan sumber daya. Aktor adalah seseorang yang berperan untuk melakukan tindakan yang bertujuan. Sedangkan sumber daya adalah suatu hal yang dinilai menarik oleh orang lain yang dikendalikan oleh aktor. Keberadaan sumber daya ini pun menjadi perekat yang mengakibatkan menjadi kebutuhan Bersama antara kedua belah pihak.
Dengan demikian, tindakan dari kedua aktor tersebut secara tidak langsung mengarah pada tatanan sistem sosial.Teori pilihan rasional memiliki fokus kajian pada aktor. Aktor dianggap sebagai manusia yang memiliki tujuan dan maksud. Artinya, aktor memiliki tujuan dan tindakannya tersebut fokus pada usaha untuk mencapai tujuan tersebut. Aktor juga dianggap memiliki pilihan atau nilai, kebutuhan, yang penting yairu kenyataan jika tindakan yang dilakukan untuk mencapai tujuan sesuai dengan pilihannya. Dalam teori pilihan rasional, ada dua elemen yang sangat penting yaitu aktor dan sumber daya. Kedua elemen tersebut yang akan mengendalikan sumber daya yang dapat menarik perhatian pihak lainnya.
Dalam ranah profesi masyarakat tidak memandang profesi ojek online perempuan sebagai suatu hal yang bersifat negatif, justru masyarakat memandang profesi ojek online perempuan sebagai sebuah keharusan di era revolusi industri 4.0 ini. Biasanya perempuan tidak bisa menggunakan aplikasi GPS dan Maps pada HP Mereka dengan adanya profesi ojek online perempuan, mereka menjadi melek teknologi terhadap aplikasi-aplikasi yang biasanya hanya dipahami oleh kaum lelaki. Stigma perempuan tidak melek teknologi dan tidak bisa menguasai jalanan cair melalui profesi ojek online ini. Keberadaan profesi ojek online perempuan sangat memberikan bias positif terhadap kebutuhan ketersediaan driver ojek online perempuan pada angkutan umum berbasis online ini. Kebanyakan perempuan dewasa dan anak-anak akan merasa nyaman jika digonceng oleh pengemudi yang ber-jenis kelamin sama.
Selain itu, konsumen perempuan juga merasa nyaman apabila dibonceng sesama perempuan dengan alasan lebih hati-hati dalam berkendara. Selain itu, sebagian merasa senang dikarenakan simbol profesi ojek online perempuan adalah bentuk perjuangan kemandirian pada kaum perempuan untuk bertahan hidup di era yang membutuhkan kreatifitas ini. Pemahaman dan norma terhadap konstruksi sosial terhadap gender adalah proses pembentukan terhadap norma. Selama memandang kesetaraan bahwa driver perempuan sama dengan laki-laki. Meminimalkan tindak kejahatan terhadap perempuan tentu berawal dari normatif terhadap pemahaman konteks gender pada profesi.
—————–*** ——————-