Bojonegoro, Bhirawa
Prodi Agribisnis Universitas Bojonegoro (Unigoro) menggelar kuliah praktisi di Pendopo Joglo Unigoro, pada Kamis (20/6). Kuliah praktisi kali ini mengusung tema Konservasi Tanah dan Air untuk Meningkatkan Produksi Pertanian. Prodi tersebut menghadirkan Kepala Cabang Dinas Kehutanan Jawa Timur Wilayah Bojonegoro, Widodo Joko Santoso, S.Hut., MM., sebagai pemateri.
Di hadapan mahasiswa, Widodo menjelaskan pentingnya konservasi tanah dan air sebagai perlindungan dari hilangnya kesuburan tanah secara alami maupun kimiawi. Tujuannya untuk mengurangi erosi tanah sampai pada batas yang dapat ditolerir.
Widodo menyebut, kondisi lahan di Kabupaten Bojonegoro saat ini kandungan liatnya tinggi dan terlalu banyak diberi pupuk anorganik.
“Yang terjadi di lapangan kalau tanahnya tidak subur, dosis pupuk anorganiknya malah dinaikkan. Ini tidak sejalan dengan prinsip konservasi,” ucapnya.
Widodo melanjutkan, ancaman degradasi lahan dapat mengakibatkan hilangnya produktivitas tanah. Baik secara alami maupun akibat aktivitas manusia. Alih fungsi lahan dan menurunnya kesuburan tanah menjadi penyebab degradasi lahan.
Jika aktivitas ini tidak dihentikan, maka dampak selanjutnya adalah erosi. Terlebih tutupan lahan di hutan-hutan Kota Ledre juga semakin berkurang seiring tahun.
“Contohnya di Bubulan dan Gondang setiap musim hujan selalu banjir. Ini contoh nyata degradasi lahan di sekitar kita. Selain itu, penggunaan lahan hutan yang semestinya ditanami kayu malah ditanami jagung. Sebutannya jadi alasgung (alas jagung, Red),” ungkapnya.
Pemanfaatan lahan yang tidak sesuai peruntukkan bisa mengakibatkan erosi. Berdasarkan prosesnya, ada erosi geologis dan erosi dipercepat. Erosi geologis dinilai tidak membahayakan karena kondisi tanah yang terkikis oleh air dapat ditoleransi. Widodo menuturkan, ada tiga teknik konservasi tanah dan air untuk meningkatkan produksi pertanian.
“Pertama, usaha pertanian dengan cara mengelola tutupan lahan dan pengelolaan penanamannya. Kedua, pengelolaan tanah yang tepat. Ketiga, metode mekanis,” tuturnya.
Pria asal Kabupaten Malang ini menerangkan, salah satu metode mekanis yang jarang diterapkan oleh petani adalah sistem bero atau jeda penanaman. Sistem tersebut masih digunakan petani-petani di Banten dan Jawa Barat.
“Setelah tanam padi, dilanjut dengan budidaya ikan, lalu dilanjut lagi dengan menanam kacang-kacangan. Secara tidak langsung, lahan akan kembali sehat tanpa menggunakan pupuk anorganik berlebih. Sedangkan kalau di Bojonegoro kan, entah bagaimana caranya produktivitas petani padi harus ditingkatkan,” tukasnya.n [bas.dre]