Kota Malang, Bhirawa
Inovasi hasil riset para sivitas akademika, seharusnya bisa dikomersilkan. Pernyataan ini muncul pada Seminar Nasional ‘Strategi Pengelolaan Kekayaan Intelektual dan Perizinan Produk Menuju Komersialisasi Hasil Riset’, yang digelar Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) baru-baru ini.
Agenda yang dilaksanakan pada 19-20 November itu bertujuan meningkatkan inovasi yang ada dengan menghadirkan narasumber terpercaya dengan banyak aktivitas dan materi yang berkualitas.
Kepala BPOM, dr Taruna Ikrar MBiomed MD PhD mengapresiasi acara Sentra HKI UMM yang sejalan dengan misi kedua BPOM yaitu memfasilitasi percepatan pengembangan dunia usaha obat dan makanan dengan keberpihakan kepada UMKM. UMM ini salah satu universitas terkemuka Indonesia yang berkomitmen kuat untuk melindungi HKI yang dihasilkan oleh sivitas akademika Perguruan Tinggi.
Taruna juga menjelaskan bahwa dalam rangka membangun struktur ekonomi produktif dan berdaya saing, pemerintah telah menetapkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 6 Tahun 2016 tentang Percepatan Pengembangan Industri Farmasi dan Alat Kesehatan.
Ada sederet bentuk keberhasilan pelaksanannya. Termasuk vaksin saat pandemi Covid-19, yaitu vaksin BUMN Sinovac dan vaksin Merah Putih Inavac, serta vaksin NusaGard untuk mencegah kanker serviks yang baru saja mendapatkan izin edarnya.
“Maka, produk riset yang dihasilkan harus lebih dahulu memenuhi standar keamanan, mutu dan khasiat. Segala bentuk penemuan dari hasil riset baik dari kementerian, lembaga, maupun sivitas akademika kampus seyogyanya garus mampu dihilirisasi dan dikomersialisasi. Sehingga manfaatnya dapat dirasakan langsung oleh masyarakat luas,” tegasnya.
Sementara itu, Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Suplemen Kesehatan dan Kosmetik BPOM RI Muhammad Kashuri SSi Apt MFarm menyebut, riset menjadi poin utama dalam perizinan produk. Rangkaian proses uji produk yang baik harus dilalui sebelum mendapat izin edar produk. Proses uji harus sesuai standar keamanaan dan efikasi.
Maka sebelum dilakukan uji praklinik atau klinik membutuhkan persetujuan pelaksanaan dari BPOM. Beberapa hal yang diuji meliputi obat bahan alam (OBA), suplemen kesehatan, dan obat kuasi. Proses selanjutnya adalah tahapan registrasi evaluasi izin edar, hingga sampai pada tahap komersialisasi.
“Kolaborasi nyata antara pemerintah, pelaku usaha, komunitas masyarakat, dan media dibutuhkan untuk mempercepat pengembangan produksi hingga hilirisasi dan komersialisasi produk hasil riset,” pesannya.
Di sisi lain, Wakil Rektor IV UMM, Salis Muhamad Salis Yuniardi MPsi PhD, secara khusus menyoroti peran penting inovasi dalam menguasai peradaban dunia. Seharusnya tidak lepas dari peruguruan tinggi. Keduanya adalah dua senyawa yang saling melengkapi satu dengan yang lain. Sehingga, inovasi adalah kunci seseorang untuk dapat bertahan di tengah peradaban.
Menurutnya, riset multidispliner dapat melahirkan suatu inovasi yang luar biasa. Sedangkan, titik tertinggi dari Inovasi riset adalah ketika sukses terkomersialisasi. ”Inovasi tidak mungkin dihasilkan tanpa adanya riset. Dalam hal itu, UMM sangat mengutamakan proses dialog riset multidispliner ilmu agar lebih kondusif dan komperhensif. Publikasi dan HKI jugamerupakan muara untuk bisa bersaing di dunia industri dan komersialisasi. Maka tata kelola yang baik serta dukungan dari berbagai pihak tentu akan sangat membantu,” tandasnya. [mut.fen]