Bojonegoro, Bhirawa
Harapan petani tembakau di Kabupaten Bojonegoro untuk meraih panen melimpah pada musim kemarau tahun ini sirna sudah. Cuaca tak menentu yang dipengaruhi fenomena kemarau basah menyebabkan ribuan hektare lahan tembakau rusak, bahkan mengalami gagal panen total.
Data dari Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) Bojonegoro mencatat, hingga pertengahan Juli 2025, sebanyak 3.403 hektare tanaman tembakau dinyatakan gagal panen. Hujan yang turun secara intens di tengah musim kemarau menjadi penyebab utama kerusakan tersebut.
“Tanaman tembakau sangat sensitif terhadap kelebihan air. Begitu terguyur hujan terus-menerus, pertumbuhan dan kualitasnya langsung terganggu. Banyak yang rusak bahkan mati,” ujar Bambang Wahyudi, Pengawas Mutu Hasil Pertanian Ahli Muda DKPP Bojonegoro, saat ditemui kemarin (17/7).
Dia mengatakan, berdasar laporan diterima DKPP Bojonegoro, terdapat sembilan kecamatan yang menjadi sentra tembakau terdampak hujan. Sembilan kecamatan meliputi Kecamatan Padangan, Sumberrejo, Temayang, Kasiman, Sugihwaras, Baureno, Sukosewu, Tambakrejo dan Kedungadem. “Dari luasan sekitar 9.000 hektare di sembilan kecamatan itu, 3.403 hektare gagal panen karena hujan. Lahan yang ditanami tembakau banjir, akibatnya tembakau layu dan mati,” ungkapnya.
Yudi menyampaikan, kondisi cuaca sangat mempengaruhi tanaman tembakau. Bahkan akibat fenomena kemarau basah ini, para petani harus kembali menanam tembakau tiga hingga tujuh kali
Fenomena ini memukul telak perekonomian petani. Banyak di antara mereka merugi, bahkan terpaksa menunda panen atau mengalihkan usaha ke tanaman lain. “Tanaman saya sekitar lima hektare. Setelah hujan deras sore kemarin, pagi harinya langsung layu semua. Dipastikan gagal total,” keluh Sukijan, petani tembakau asal Desa Bulu, Kecamatan Sugihwaras.
Meski Pemkab Bojonegoro telah mengantisipasi kemungkinan cuaca ekstrem sejak awal tahun melalui sosialisasi kepada petani, cuaca sulit diprediksi dan perubahan iklim memperburuk situasi. Sebagai langkah tanggap, DKPP telah menyalurkan bantuan benih tembakau dan menyelenggarakan penyuluhan budidaya adaptif agar petani bisa menyesuaikan metode tanam dengan kondisi iklim baru. Namun, kerugian ekonomi tetap sulit dihindari. “Panen mundur, kerugian besar tak bisa dihindari. Ini menjadi tantangan serius bagi petani tembakau di tengah perubahan iklim,” tambah Bambang.
Perubahan iklim bukan lagi isu masa depan. Bagi petani tembakau Bojonegoro, dampaknya sudah terasa saat ini langsung di lahan, di panen, dan di penghidupan mereka.[bas.ca]


