33 C
Sidoarjo
Friday, December 5, 2025
spot_img

Kejujuran Penulisan Sejarah

Penulisan ulang Kamus Sejarah Indonesia, sudah gaduh pada tahap awal. Terutama meliputi peristiwa Gerakan Reformasi, Mei tahun 1998. Khususnya berkait tragedi “pemerkosaan masal,” dan tragedi lain yang mengiringi Reformasi. Pada sisi lain pemerintah mengakui ke-alpa-an memasukkan beberapa tokoh besar pendiri bangsa dan negara Indonesia. Sehingga wajib “meng-akomodir” masukan dari berbagai kalangan ahli sejarah, dan fakta pergerakan sosial di Indonesia.

Visi penulisan Sejarah, selalu bergantung pada (rezim) pemenang. Bahkan pada zaman abad pertengahan, banyak pimpinan rezim ditulis sebagai keturunan dewa-dewa di langit. Misalnya, legenda yang menyebut Raja pertama Jepang, Kaisar Jimmu, sebagai keturunan dewi matahari Amaterasu. Begitu pula raja-raja Jawa, sebagai titisan dewa. Raja-raja Jawa dianggap memiliki kekuatan dan kedudukan yang suci, dikaitkan dengan dewa, sebagai pelindung dan pemelihara kerajaan.

Maka kitab-kitab sastera, yang memuat sejarah Kerajaan, selalu ditulis dengan pujian terhadap raja yang berkuasa. Antara lain kitab Kakawin Negarakertagama. Raja Majapahit, Hayam Wuruk, dituliskan, sebagai “laksana matahari yang menyinari seluruh penjuru, menghalau kegelapan dan membawa kesejahteraan bagi rakyatnya.” Mpu Prapanca, penulis Negarakertagama, juga menulis, “Beliau adalah titisan dewa yang turun ke bumi untuk memimpin dan melindungi rakyatnya.”

Penerbitan Kamus Sejarah Indonesia, jilid I, dan II, menuai kritisi luas. Sesuai visinya, Kamus Sejarah Indonesia memuat informasi atau istilah kesejarahan dalam kurun waktu dekade tahun 1900 hingga tahun 1988. Termasuk di dalamnya terdapat beberapa tokoh. Tak terkecuali tokoh pemberontak (pengkhianat negara). Namun ironis, banyak pula nama tokoh, dan peristiwa sosial, tidak dicantumkan.

Berita Terkait :  Pendekatan Multi-Polar dan Evolusi Non-Blok

Misalnya, tokoh besar se-kaliber KH Hasyim Asy’ari, pendiri sekaligus Ketua Umum MIAI (Majelis Islam A’la Indonesia, federasi organisasi Islam di Indonesia). Juga Ketua Umum Partai Islam pertama Masyumi. Perannya sangat sentral dan strategis dalam pergerakan sosial dan politik bangsa Indonesia. Bahkan telah ditabalkan sebagai Pahlawan Nasional, berdasar Keppres Nomor 294 Tahun 1964.

Dalam fakta sejarah kemerdekaan Indonesia, KH Hasyim Asy’ary, merupakan penggagas sekaligus “Resolusi Jihad Ulama,” Oktober 1945. Berisi Fatwa ber-jihad perang fi sabilillah mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Fatwa jihad sangat penting, karena Belanda ingin berkuasa kembali, dengan cara membonceng (menjadi bagian) tentara Sekutu.

Resolusi jihad 1945, juga dimuat suratkabar Kedaulatan Rakyat, Yogya (26 Oktober 1945), kantor berita Antara (25 Oktober 1945), Berita Indonesia, Jakarta (27 Oktober 1945). Tetapi nama KH Hasyim Asy’ary, tidak terdapat dalam Kamus Sejarah Indonesia. Begitu pula pada Kamus Sejarah Indonesia jilid II, tidak terdapat nama Soekarno dan Mohammad Hattta dalam entry khusus. Padahal kedua nama sudah masuk pada penjelasan pada awal kamus.

Tetapi banyak nama yang tidak memiliki andil besar dalam sejarah kemerdekaan Indonesia, tertulis cukup panjang. Terutama nama-nama tokoh PKI (Partai Komunis Indonesia). Termasuk Henk Sneevliet, yang berkebangsaan Belanda. Ada pula nama seorang juru dakwah yang tidak mengakui dasar negara Pancasila. Ironis lagi, tidak ada nama Presiden ke-4, sekaligus tokoh pluralisme utama Indonesia, Gus Dur.

Berita Terkait :  Tingkatkan Potensi Pendapatan Daerah, Pemkab Situbondo Jalin MoU dengan Cakrawala

Kalangan parlemen, meminta buku Kamus Sejarah Indonesia, yang diterbitkan Kementerian Kebudayaan, ditarik kembali. Karena banyak kejanggalan, dan kekurangan. Bisa mengaburkan ke-sejarahan Indonesia. Saat ini Kementerian Kebudayaan menggagas penulisan ulang Sejarah Indonesia, dalam bentuk ensiklopedia. Dengan melibatkan seratus lebih ahli sejarah.

Diperlukan kejujuran dalam penulisan Sejarah bangsa. Tetapi pada masa kini (modern) setiap generasi niscaya akan menuliskan revisi Sejarah yang dianggap tidak benar. Sehingga kepalsuan penulisan sejarah masa lalu, akan menjadi ke-nista-an.

——— 000 ———

Berita Terkait

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Follow Harian Bhirawa

0FansLike
0FollowersFollow
0FollowersFollow

Berita Terbaru