27 C
Sidoarjo
Wednesday, December 4, 2024
spot_img

Kebaya Korean Style: Benarkah Mencemari Budaya Nusantara?

Oleh:
Muhammad Aldani Afkaruddin Rokhmatulloh
Mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya, Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Airlangga

Akulturasi adalah fenomena perubahan kebudayaan dengan bercampurnya suatu kebudayaan dengan kebudayaan lain tanpa kehilangan ciri khas dari masing-masing kebudayaan. Akulturasi biasanya terjadi karena adanya interaksi antar kelompok yang berbeda kebudayaan. Di era yang berlandaskan pada digital atau yang biasa di sebut globalisasi, tentu beragam hal seperti: teknologi, transportasi, nilai-nilai, dan ekspresi budaya dapat dengan mudah tersebar luas ke seluruh penjuru dunia (Contoh Globalisasi di Bidang Budaya, 2023). Salah satu contoh nyata dari dampak globalisasi ini seperti penyebaran budaya populer dari barat: music, film, makanan, dan lain-lain. Banyak sekali film-film barat yang populer di berbagai negara. Fenomena ini telah menyadarkan kita bahwa di detik ini dunia benar-benar seperti kehilangan jarak satu sama lain, dunia benar-benar terasa lebih sempit. Kita sekarang bisa menikmati pizza tanpa harus pergi ke Italia ataupun menikmati hidangan churrasco dari Ekuador yang merupakan negara terjauh dari Indonesia. lebih-lebih perkembangan iptek juga membawa kita pada keadaan yang tidak mengharuskan kita untuk pergi ke bioskop guna menonton film, cukup hanya bermodalkan smartphone dan paket premium di Netlix.

Dampak Globalisasi tidak hanya pada kuliner dan teknologi, namun juga meresap ke ranah budaya. Globalisasi tidak selalu berdampak postif. Globalisasi diikuti oleh dampak negatif seperti homogenisasi budaya ( budaya lokal yang diserap oleh budaya luar yang lebih dominan) (Dampak Positif dan Negatif Globalisasi dalam Bidang Budaya, 2023). Korean Wave merupakan contoh dari homogenisasi ini, yang menyebar secara global melalui internet dan media social (Hendytami et al., 2022). Korean wave, istilah yang pertama kali diperkenalkan pada tahun 1990-an, menggambarkan popularitas budaya pop Korea seperti musik, drama, dan gaya hidup yang tersebar secara global. di Indonesia sendiri budaya pop korea mulai menyebar berkat industri entertainment mereka yang selalu menampilkan idol-idol yang berparas indah, music-music yang bergaya kekinian, dan drama Korea yang memiliki alur yang menarik dan disukai oleh sebagian masyarakat remaja di Indonesia. menyebarluasnya budaya pop korea ini dimanfaatkan oleh industri-industri lain sebagai ladang bisnis yang menguntungkan. Beberapa perusahaan makanan, kecantikan, dan minuman mulai melakukan promosi dengan menjadikan idol atau suatu Drama Korea sebagai brand ambassador produk mereka. Strategi ini terbilang cukup efektif karena para kpopers atau k-drama berlomba-lomba membeli produk demi mendapat photocard atau benefit lain yang didapat dari membeli produk. Fenomena ini memberikan suatu dampak luar biasa pada industri penggerak ekonomi di Indonesia, bahwa industri di Indonesia lebih memilih menggunakan idol-idol atau produk bernuansa korea daripada budaya sendiri sebagai strategi marketing. Ini mengindikasikan bahwa masyarakat terutama remaja di Indonesia lebih menyukai hal-hal berbau korea daripada lokal. Maka peluang terjadi hemogenisasi budaya sangatlah tinggi. Fenomena ini menunjukkan bagaimana budaya lokal dapat terpengaruh oleh budaya asing, seperti dalam kasus kebaya Korean style yang sedang populer.

Berita Terkait :  Bias Seksisme Pemberitaan Pelecehan Seksual Anak di Media Online

Kebaya Korean Style adalah fenomena akulturasi budaya Indonesia berupa Kebaya yang dipadukan dengan mode fashion Korea. Kebaya merupakan blus tradisional wanita Indonesia yang terbuat dari bahan tipis yang sering dipadukan dengan sarung, batik, atau pakaian rajutan lainnya. Kebaya memiliki nilai filosofis tersendiri dan sejarah perjuangan wanita Indonesia. selain itu juga menjadi simbol keanggunan dan kehormatan wanita Indonesia. Maka dari itu kebaya menjadi salah satu alat yang selalu menjadi pengingat wanita Indonesia untuk berpakaian rapi, sopan, dan menjaga kehormatan mereka. Mengingat kebaya melambangkan keanggunan wanita Indonesia, akankah mencampurnya dengan budaya Korea memperkaya atau justru merusak nilai tradisionalnya?

Sebelumnya kita harus mengetahui bahwa budaya pada dasarnya bersifat dinamis karena ada sebagai respon terhadap sosial dan factor lingkungan (Rosana, 2017). Jadi bilamana suatu kebudayaan sudah tidak memiliki relevansi dengan keadaan sosial dan lingkungan maka akan punah dan tergantikan dengan kebudayaan lain yang lebih relevan. Apakah budaya kebaya memiliki pola kasus yang sama? Untuk menjawab pertanyaan ini, penting memahami sifat budaya yang dinamis sebagai respon terhadap perubahan sosial dan lingkungan. Menurut saya di era globalisasi ini budaya kebaya mendapat tantangan yang luar biasa, salah satunya dari fenomena Korean wave seperti yang saya sebutkan. Kebaya bisa saja menjadi korban dari hemogenisasi dari fashion korea yang semakin menjalar di kehidupan masyarakat. Untuk saat ini, Gen Z lebih menyukai menggunakan pakaian modern daripada pakaian tradisional dalam kehidupan sehari-hari, gaya berpakaian kebaya sebagai pakaian sehari-hari telah digeser oleh pakaian modern dengan alasan lebih praktis, fleksibel, dan nyaman (Immanuel & Pannindriya, 2020). Ini terjadi karena karakteristik Gen Z yang cenderung lebih percaya diri tinggi dan menyukai kebebasan berkreasi dalam menghadapi tantangan globalisasi seperti sekarang (Sekar Arum et al., 2023). Maka dari itu tantangan pelestarian kebaya semakin besar karena karakteristik Gen Z kurang menyukai kebaya karena memerlukan usaha lebih untuk dikenakan dan mengikuti perkembangan zaman. Kebaya saat ini diperkecil maknanya, hanya dipakai dalam acara-acara formal dan penting saja. Namun kita tidak boleh menyalahkan selera Gen Z atas polemik ini.

Berita Terkait :  Hujan Telah Datang

Lingkungan dan sosial selalu bersifat dinamis karena keduanya selalu dipengaruhi oleh berbagai faktor seiring waktu seperti: Perubahan iklim, interaksi manusia, bencana alam, teknologi, perubahan ekonomi, dan lain sebagainya, maka budaya sebagai “respon” dari lingkungan haruslah bersifat dinamis juga. Maka perubahan dalam kebudayaan tidak bisa terelakkan. Lantas apakah budaya Kebaya haruslah tergantikan dengan pakaian modern yang jauh lebih praktis dan jauh lebih menjawab untuk saat ini? tidak, menurut saya kita harus tetap mempertahankan dengan beragam cara agar budaya kebaya kita tidak lenyap, karena budaya kebaya telah menjadi salah satu elemen penting dari beragam elemen penting lainnya yang membetuk identitas bangsa kita. Salah satu cara untuk melestarikannya adalah dengan menyelaraskan budaya kebaya dengan selera masyarakat saat ini. maka Kebaya Korean style merupakan jawaban yang solutif untuk polemic cara melestarikan budaya kebaya. dengan mengakulturasikannya dengan budaya yang lebih disukai di masa kini maka budaya tersebut akan naik kembali ke permukaan dan budaya tersebut beserta ciri khasnya akan dijamah lagi oleh orang-orang. Kebaya Korean style telah menjadi salah satu contoh atas hal itu. Orang-orang kini berbondong mengenakan pakaian tersebut. Untuk filosofi, makna, dan simbolisasi kebaya menurut saya tidak terlalu menjadi masalah dengan akulturasi ini, kita masih bisa menikmati makna dan filosofinya namun dengan kemasan yang berbeda, seperti kuliner nagasari yang di kemas dengan plastik, meski tidak di kemas oleh kemasan alaminya (daun pisang) kita masih bisa menikmati rasa nagasari yang khas itu. Seperti itulah korean wave, hanya sebagai pengemas agar kebaya tetap awet di sepanjang zaman. Korean wave yang sebelumnya diterka akan menjadi ancaman malah berhasil menjadi salah satu solusi untuk melestarikan budaya. dalam melestarikan suatu kebudayaan, kita tidak boleh berfikir konservatif untuk budaya yang sifatnya dinamis. Kita tidak boleh memaksakan selera orang untuk mencintai budaya tertentu, namun budaya tersebutlah yang harus menyesuaikan dengan selera masa kini jika ingin terus eksis. Namun tetap, kita harus memperhatikan fenomena akulturasi ini, semua ada batasan. Jangan sampai budaya kita terasimilasi dengan budaya lain sehingga hilang sudah ciri khasnya.

Berita Terkait :  Pentingnya Melestarikan Warisan Leluhur

—————- *** ——————

Berita Terkait

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Follow Harian Bhirawa

0FansLike
0FollowersFollow
0FollowersFollow
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Berita Terbaru

spot_imgspot_imgspot_img