Keputusan kontroversi (terang-terangan) wasit sepakbola nasional, mencoreng PSSI yang tengah memperbaiki citra sepakbola nasional. Begitu pula pemukulan oleh pemain kepada wasit, nyata-nyata melanggar sportifitas. Berbagai pihak, terutama PSSI, dan Kementerian Pemuda dan Olahraga, patut melakukan penelitian seksama. Terutama perilaku wasit yang terindikasi “disuap.” Komdis memberikan sanksi paling berat kepada wasit (dan pemain) yang melanggar etika, dan hukum sportifitas. Bahkan bisa diajukan ke ranah Tipikor (Tindak Pidana korupsi)
Berbagai pihak tengah memperbaiki citra PON sebagai ajang “pembajakan atlet” antar-daerah. Terutama untuk memperbaiki peringkat tuan rumah, melalui perolehan medali sebanyk-banyaknya. Termasuk melalui Cabor (Cabang olahraga) yang tidak populer. Namun dipastikan bisa menjadi “tambang emas” untuk tuan rumah. Biasanya, akan banyak atlet “tajir” yang memborong beberapa medali, antara 5 hingga 7 emas, dari PON sebelumnya. Atlet tajir ini yang menjadi rebutan. Biasanya dibeli setahun sebelum penyelenggaraan PON.
Pertandingan sepakbola PON XXI Aceh – Sumut, dipimpin wasit EAS, diwarnai kericuhan, dengan dua tiga kartu merah. Sulteng sempat unggul 1-0 pada babak pertama (menit ke-24). Namun pada menit ke-74, Sulteng harus bermain dengan 10 pemain setelah wasit EAS mengusir Wahyu Alman. Berselang 10 menit, wasit kembali mengeluarkan kartu merah kedua untuk pemain Sulteng (Moh. Akbar). Sudah nampak protes, dan kericuhan.
Bahkan sempat terjadi perselisihan selama beberapa menit sebelum wasit memberikan tambahan waktu 13 menit. Pertandingan dilanjutkan. Tetapi pada menit ke-97, wasit memberikan hadiah penalti kepada tim Aceh. Keputusan wasit dianggap berpihak keterluan. Sehingga seorang pemain langsung memukul wasit, sampai tersungkur. Pertandingan Aceh vs Sulteng, memberikan kemenang WO (walkover) kepada Aceh. Tim Sulawesi Tengah, memilih mengundurkan diri dari partai perempat final. Bisa dimakljumi karena menerima 3 kartu mearh dan dua kali penalti.
Pertandingan sepakbola lazimnya dipantau segenap penonton. Setiap pergerakan pemain juga dipantau VAR Video Assistant Referee) yang dipasang di sekeliling lapangan. Sehingga sesungguhnya, Keputusan wasit bisa “di-challenge” dalam pertandingan bola voli. “Challenge” sering diminta, manakala Keputusan wasit dirasa tidak tepat. Bisa diminta sebanyak 2 kali dalam satu set pertandingan bola voli. Serta bisa diminta tim manakala tidak dianggap salah oleh wasit.
Bahkan sering sukses, dan menghasilkan angka. “Challenge” juga lazim dilakukan pada pertandingan tenis, dan badminton. Melalui Upaya “Challenge,” keputusan wasit harus dikonfirmasi, dilihat ulang lebih seksama pada tampakan VAR. Jika nampak berbeda dengan keputusan awal wasit, maka wasit mengubahnya. Alat kelengkapan VAR tidak sekadar dipasang. Melankan ditunggui empat orang asisten wasit yang ditempatkan di ruang control.
Asisten wasit meninjau kembali situasi yang dianggap kontroversial. Selanjutnya memberikan saran kepada wasit utama di lapangan tentang keputusan yang harus diambil, sesuai tampakan VAR. Dalam Peraturan IFAB 2024 – 2025, disebutkan kewenangan wasit yang sangat luar biasa (berkuasa penuh). Termasuk memberikan kartu merah (mengeluarkan pemain dari tim).
Namun dalam peraturan FA (The Football Association) juga telah terdapat “protokol VAR,” sehingga wasit tidak bisa semena-mena. Diantaranya, “kepantasan” pemberian kartu merah langsung (bukan peringatan kedua), bisa diubah (menjadi kartu kuning) jika dianggap tidak tepat. PSSI telah memiliki Komisi Disiplin, yang selama ini cukup memadai dalam penegakn hukum per-sepakbolaan.
Ada pemain, panitia pelaksana, dan klub dalam Liga Indonesia, pernah memperoleh sanksi. Termasuk denda antara Rp 15 juta sampai Rp 75 juta. Juga terdapat 18 wasit yang dihukum Komdis PSSI, lima diantaranya hukuman berat.
——— 000 ———