Sebanyak 1.557 pasang calon (Paslon) Kepala Daerah (dan Wakil) telah menggencarkan kampanye. Umumnya, rata-rata daerah memiliki tiga Paslon, walau sebagian juga hanya calon tunggal. Tetapi kampanye kolom kosong juga boleh. Sehingga Pilkada serentak 2024 akan nampak sangat riuh. Kini, kampanye sudah digenjot seluruh partai politik, dan tim Pemenangan Paslon. Termasuk melalui media sosial (medsos). Juga mulai nampak potensi pelanggaran terhadap UU Pemilu.
Beberapa area akan menjadi titik rawan kampanye, terutama pondok pesantren. Diduga kuat, PKPU (Peraturan KPU) yang mengatur pendaftaran akun media sosial (medsos) sudah banyak diterabas. Sehingga kampanye pada medsos menjadi paling rawan penyebab keterbelahan sosial, dan konflik pada ranah grass-root. Terutama berita bohong (hoax). Sudah ribuan akun baru dibuat dalam facebook, WhatsApp, TikTok, twitter, instagram, cara Podcast, dan sejenisnya.
Medsos menjadi andalan kampanye narsis, sekaligus bisa menistakan lawan politik. Beberapa area akan menjadi titik rawan kampanye, terutama pondok pesantren. Diduga kuat, PKPU yang mengatur pendaftaran akun media sosial (medsos) sudah banyak diterabas. Sehingga kampanye pada medsos menjadi paling rawan penyebab keterbelahan sosial, dan konflik pada ranah grass-root. Terutama berita bohong (hoax). Serta paparan hasil survei yang terkesan sombong. Bisa memancing reaksi antipati publik.
Namun belum sepekan digelar, telah terasa kampanye bagai sirkuit “adu narsis.” Bagai “limbah” yang sengaja disebar, meracuni produk demokrasi. Berjuta-juta pernyataan penistaan dan berita bohong (hoax) bertebaran di medsos. Kampanye akan berlangsung cukup lama, sampai 60 hari, hingga 23 November 2024. Memasuki “hari tenang,” jelang coblosan 27 November 2024. Konon, “hari tenang,” malah dianggap sebagai kampanye yang sesungguhnya. Termasuk kampaye “kasak-kusuk” dan penyebaran money politics. Menyebarkan uang.
Sesuai amanat UU Pilkada Nomor 6 tahun 2020, Kampanye diatur pada pasal 63 hingga pasal 84. Pada pasal 63 ayat (1), dinyatakan, “Kampanye dilaksanakan sebagai wujud dari pendidikan politik masyarakat yang dilaksanakan secara bertanggung jawab.” Tetapi kampanye tidak bisa dilakukan semau gue. Melainkan dijadwal oleh KPU. Dalam pasal 65, dinyatakan, kampanye termaasuk berupa debat publik, dan bahan yang ditebar ke publik. Seluruhnya difasilitasi KPU. Sehingga jumlah dan modelnya sama. Menjamin keadilan kampanye.
UU Puilkada pada pasal 70 ayat (1), menyatakan “larangan” kesertaan dalam kampanye. Yakni, dilarang melibatkan pejabat BUMN (Badan Usaha Milik Negara), BUMD, ASN (Aparatur Sipil Negara), anggota TNI dan Polri. Juga dilarang melibatkan Kepala Desa atau sebutan lain (Lurah), dan perangkat desa. Bahkan pada pasal 71 ayat (1), seluruh pejabat yang terkena “larangan,” juga dilarang membuat kebijakan yang menguntungkan salahsatu paslon, dan atau merugikan paslon lain.
Pada tataran konsep pesta demokrasi, kampanye seharusnya berlangsung meng-gembirakan. Sesuai Peraturan KPU Nomor 15 tahun 2023 Tentang Kampanye Pemilihan Umum, harus dalam ke-patut-an. PKPU pada pasal 24 huruf a, dinyatakan “harus dengan kalimat yang sopan, santun, patut, dan pantas disampaikan, diucapkan, dan/atau ditampilkan kepada umum.” Menggembirakan, niscaya mendatangkan simpati publik. Sebaliknya, jika garang, akan menurunkan citra Paslon.
Etika lain dalam kampanye tercantum dalam pasal 24 huruf d, sebagai larangan. Dinyatakan, “tidak menyerang pribadi, kelompok, golongan, atau Pasangan Calon lain.” Serta huruf e, menyatakan “tidak bersifat provokatif.” Termasuk kampanye pada media sosial, yang akan menjadi media utama. Maka kegaduhan sosial nyaris menjadi keniscayaan mengiringi penyelenggaraan kampanye Pilkada.
Konsep ke-gembira-an dalam kampanye, sesungguhnya bagai iklan yang dipertontonkan kepada publik. Jika menarik, maka “dagangan” akan laris.
——— 000 ———